Prospektus Kebencanaan dari Penambangan dan Pengolahan Nikel di Pulau Obi


Publikasi

Prospektus Kebencanaan dari Penambangan dan Pengolahan Nikel di Pulau Obi


Oleh JATAM

10 April 2023





Prospektus Kebencanaan dari Penambangan dan Pengolahan Nikel di Pulau Obi, Bagian Tak Terpisahkan dari Cerita Elektrifikasi Sistem Transportasi

Penegasan Laporan JATAM “Jejak Kotor Kendaraan Listrik”, 25 Maret 2023

Informasi bagi Calon Investor pada Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) PT Trimegah Bangun Persada Tbk


 

Pengantar

Laporan ini ditujukan bagi masyarakat luas, termasuk para calon investor Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) PT Trimegah Bangun Persada Tbk (selanjutnya PTTBP), bagian dari konglomerat bisnis Harita Group, Pengelola Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Pengelola Otorita Jasa Keuangan (OJK), pimpinan dan awak dari kantor-kantor regulator industri ekstraktif Pemerintah Pusat dan dan Pemerintah Daerah.

Hari ini, Senin 10 April 2023, adalah hari terakhir untuk Indikasi Masa Penawaran Umum Perdana Saham. Dalam tiga hari mulai dari hari ini, sampai dengan 12 April 2023, berturut-turut akan berlangsung Penjatahan, Distribusi Saham Secara Elektronik dan Pencatatan Pada BEI. Dari IPO yang sedang berlangsung ini, PTTBP selaku emiten mengharapkan pemasukan dana segar sekitar lebih dari 15 triliun rupiah, melebihi Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pengurus Provinsi Maluku Utara tahun 2022 sebesar Rp12.19 triliun[1], dan hampir empat kali lebih besar dari target pendapatan daerah Pengurus Provinsi Maluku Utara untuk 2023 senilai Rp.4,1 triliun.[2]

Proses IPO sendiri tidak selesai dengan pencatatan pada BEI. Begitu pula, kewajiban emiten dalam memberikan informasi lengkap dan akurat mengenai segala kegiatan perusahaan kepada pemegang saham tidak berhenti di masa sebelum IPO dan pada saat IPO berlangsung. Oleh karena itulah, JATAM menerbitkan laporan ringkas ini, sebagai penegasan dari laporan kami sebelumnya. Pada tanggal 25 Maret 2023 yang lalu, JATAM meluncurkan sebuah laporan kepada publik, bertajuk “Jejak Kotor Kendaraan Listrik – Jejak Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan di Balik Gurita Bisnis Harita Group”. Laporan tersebut bisa diunduh di laman JATAM.[3]

“Jejak kotor” dalam judul laporan tersebut tidak dipilih asal-asalan. “Kotor” di sini mewakili beberapa masalah berlapis, seperti diuraikan di bawah. Begitu pula dengan “Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan”.

Ancaman Risiko Sosial dan Ekologis dari Investasi Tambang dan Pengolahan Bijih Nikel di Pulau Obi: Jauh Lebih Rumit Daripada Yang Dituturkan dalam Prospektus

Proses pengerahan dana publik lewat IPO bukan indikator keberhasilan dalam rekam jejak emiten. Semua pihak bukan saja pihak regulator industri pertambangan dan energi, tetapi warga masyarakat, warga negara Indonesia di pulau Obi khususnya, wajib menjadi watchdog bagi operasi PTTBP di Pulau Obi dan di sepanjang rantai pasokan bahan yang dikelolanya. Berikut adalah garis-besar dari beberapa pokok masalah yang selama ini tercatat dan terdokumentasikan bersifat merusak dan atau mengganggu kehidupan sehari-hari warga masyarakat, dan yang dalam tahapan operasi PTTBP selanjutnya memerlukan pemantauan ketat termasuk keharusan melakukan tindakan koreksi setiap saat.

Pertama, kendaraan listrik dan baterai sebagai syarat operasinya, diproduksi dengan proses pertambangan dan pengolahan bahan tambang yang sangat kotor, dengan sumber energi primer paling kotor untuk daya listriknya yaitu batubara.

Kedua, laporan itu memperingatkan dan mempertanyakan ongkos sosial dan kerusakan ekologis dari pertambangan dan pengolahan nikel sebagai mineral bahan baterai dan produk-antara dalam produksi baja tahan karat.

Ketiga, para calon investor dalam IPO PTTBP tentu sudah mempelajari rinci berbagai perhitungan dan estimasi pendapatan dari penjualan hasil ekstraksi nikel dan produksi bahan-bahan produk antara. Begitu juga pernyataan-pernyataan yang bersifat harapan (forward looking statements) tentang prospek pertumbuhan dalam rantai nilai dari operasi PTTBP di Pulau Obi. Kelimpahan berita baik dalam uraian tentang proses produksi yang dimuat oleh prospektus PTTBP berbanding terbalik dengan begitu terbatasnya informasi tentang kerusakan dan kekerasan di sepanjang proses investasi PTTBP.

Operasi penambangan dan pengolahan Nikel di Pulau Obi sendiri berlangsung di sebuah lingkungan pulau dan perairan kepulauan beserta segenap penghuninya, yang sangat peka terhadap perubahan dalam komposisi kimiawi dari bentang-bentang air dan daratan maupun udara ambient. Operasi industrial raksasa di Pulau Obi membutuhkan air dalam jumlah raksasa pula. Laporan salah satu perusahaan kunci yang terafiliasi dengan PTTBP, PT Halmahera Persada Lygend, di 2021 mengemukakan bahwa di Kwartal keempat 2021 operasi perusahaan telah mengkonsumsi air permukaan sebesar 2997,39 juta liter, sementara pada periode yang sama, produksi limbah berbahaya telah mencapai 882986 ton.[4]

Dinamika proses-proses geologis yang bersifat “site-specific” dan kritis, serta berpengaruh pada daratan dan perairan pulau sendiri telah terdokumentasikan dengan baik. Di 2010, misalnya, terjadi gempabumi di Pulau Obi, yang telah menimbulkan kerusakan di beberapa tempat di wilayah Kecamatan Obi, diantaranya di 5 desa yaitu desa Boboi, Wui, Sum, Sosepe dan Kelo. Likuifaksi atau keluarnya lumpur pasir dijumpai di satu desa, yaitu desa Kelo yang diikuti dengan kemunculan mata air yang memancarkan air tawar dari dalam tanah yang berlangsung hingga saat ini. Wilayah pulau Obi berada pada sistem sesar mendatar aktif Sorong-Taliabu, sehingga rawan terhadap gempabumi yang bersumber baik di darat maupun di laut.[5]

Begitu pula dengan ekotoksikologi dan bahaya bagi manusia, bukan saja dari bahan-bahan yang digunakan dalam pemisahan dan pengolahan bijih maupun dari bahan baku baterai yang dihasilkan, melainkan juga atau terutama dari rangkaian limbah yang dihasilkan oleh proses panjang HPAL (High Pressure Acid Leach). Proses HPAL menghasilkan limbah dengan jumlah volume raksasa, berupa bubur dengan 10%nya berupa padatan, dan 90%nya berupa cairan atau slurry. Dalam sebuah webinar pada tanggal 13 Oktober 2020, Presiden Direktur PT Budi Jaya Mineral, Tony Hasudungan Gultom mengemukakan bahwa opsi pembuangan limbah ke laut adalah cara paling efisien, karena volume limbah yang sangat besar. Pengolahan Bijih nikel Limonite sebanyak 8.3 juta WMT/Tahun untuk menghasilkan 247.000 ton Nikel Sulfat dan 32.000 Ton Cobalt Sulfat akan menghasilkan 66.335.000 Ton Tailing Slurry per tahun. Dalam jangka waktu 20 tahun, akumulasi slurry akan berjumlah 1.326.700.000 Ton. Ini baru satu perusahaan.[6]

Dipermasalahkannya rencana awal PTTBP untuk membuang limbah langsung ke perairan laut pulau di 2021, misalnya, telah berujung pada dibatalkannya prosedur tersebut. Sebagai gantinya, limbah dari proses produksi akan ditampung di kawasan pembuangan di daratan pulau.[7] Apakah konsekuensi dari perubahan penting dalam pengelolaan limbah produksi tersebut? Apakah bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya prosedur pembuangan limbah (dry tail, kategori limbah berbahaya) di daratan? Bagaimana kemungkinan risiko terburuk dalam ekotoksikologi yang mungkin terjadi dalam keadaan terjadi gempa? Tsunami di sekitar Halmahera pada tahun 1994 akibat gempa 6.8 Mw, mendorong naiknya air (tsunami run up) setinggi 3 m di Pulau Obi dengan jarak sekitar 39 km dari sumber gempabumi.[8]

Janji pertumbuhan pendapatan perusahaan dari produksi bahan baku baterai, sebagai contoh, mengemukakan pentingnya produk sulfidic nickel atau nikel sulfat dalam rantai pasokan baterai. Sejak beberapa dekade yang lalu telah diketahui dengan pasti bahwa bahan tersebut bersifat sangat karsinogenik, dengan berbagai manifestasinya termasuk kanker paru-paru.[9],[10]

PT Trimegah Bangun Persada Tbk Bukan Entitas Tunggal dalam Menyemaikan Bencana di Maluku Utara

Seperti dikemukakan dalam laporan JATAM tertanggal 25 Maret 2023, dalam prospektus, dan seperti juga telah terdokumentasikan dengan baik di media lokal, nasional maupun internasional setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir, mobilisasi dana segar dari publik untuk menunjang tahapan investasi selanjutnya dalam operasi PTTBP di Pulau Obi bukan sebuah proses yang bisa dijalankan sendiri oleh pihak emiten beserta segenap perusahaan yang berafiliasi dengannya. IPO PTTBP dijamin oleh empat entitas pasar keuangan raksasa yang bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek, BNP Paribas, Citigroup Sekuritas Indonesia, Credit Suisse, dan Mandiri Sekuritas. Emisi efek dijamin oleh PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia, PT OCBC Sekuritas Indonesia, dan PT UOB Kay Hian Sekuritas. Proses untuk memperoleh keamanan tenurial dari operasi di kawasan industri Pulau Obi sendiri praktis melibatkan kementerian dan badan-badan resmi di Jakarta maupun di pengurus Provinsi. Begitu pula, informasi rinci tentang prospek ekonomi dari investasi melibatkan setidaknya satu perusahaan konsultan asing dalam bidang pertambangan dan energi dari Australia.

Kehendak untuk memaksakan investasi raksasa ini berlangsung adalah bagian dari berbagai kepentingan beserta alasan-alasan finansial dan politiknya masing-masing. Termasuk antara lain, hilirisasi produksi nikel, dengan pembongkaran habis-habisan wilayah kepulauan di Indonesia Timur, transisi industri energi yang tengah berebut akses ke wilayah-wilayah ekstraksi nikel kobalt dan lithium, hasrat investor industri keuangan global untuk menciptakan pasar raksasa kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia, dan penguatan rantai pasokan bahan produk antara berbasis nikel bagi industri baja tahan karat di China. Kesemua kepentingan tersebut berkelindan dengan kepentingan politik berbagai pelaku politik elektoral di Indonesia. Tidak satupun dari seikat kepentingan tersebut yang punya urusan dengan memelihara kualitas kehidupan warga negara Indonesia terutama di situs-situs terdepan seperti, tetapi bukan hanya, di Pulau Obi. Tidak satupun dari kepentingan kepentingan tersebut yang punya korelasi positif dengan upaya menahan laju konsumsi Energi dan bahan-bahan alam. Transisi ke energi rendah karbon dari penggunaan baterai dan kendaraan listrik besar-besaran? Sulit dipercaya.

Politik industri energi di balik prospek bisnis IPO PTTBP tersebut akan berujung pada operasi penambangan dan pengolahan nikel yang sangat kotor proses dan limbahnya, bukan di sebuah gurun pasir, tapi di sebuah pulau dengan sejarah sosial panjang. Bisikan keras untuk mendorong gerakan IPO besar-besaran di Indonesia dari BlackRock, perusahaan manajemen aset terbesar di dunia, sangat boleh jadi memang masuk akal dari sisi prospek pemasukan tetap bagi para pemilik saham. Penting bagi rakyat, warga negara Indonesia biasa, untuk terus memperingatkan pihak-pihak yang beroperasi sesuka hati dengan semua kelengkapan alas hukum yang bisa diperoleh, bahwa privatisasi kekayaan dari industri yang mengaku “demi kepentingan umum” bertumpu sepenuhnya pada prinsip pengalihan beban-beban risiko, sosialisasi risiko bencana dan derita, pada warga pulau Obi dan warga kepulauan yang ikut terkena dampaknya.


[1] https://pikiranpost.id/apbd-maluku-utara-tahun-2022-capai-12-19-triliun-rupiah/

[2] https://www.publikamalut.com/2022/11/apbd-maluku-utara-tahun-2023-disahkan.html

[3] https://www.jatam.org/jalan-kotor-kendaraan-listrik/

[4] PT Halmahera Persada Lygend (HPAL), 2021. Environmental, Social, & Governance Report 2021

[5] Nineu Yayu Geurhaneu, Fauzi Budi Prasetio dan Godwin Latuputty, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, 2016. Kebencanaan Geologi Kelautan di Bagian Utara Pulau Obi, Maluku.

[6] https://www.youtube.com/watch?v=GAuRNNy3lXA (menit 2:26:13 sampai dengan 3:24:20)

[7] https://gamalamanews.com/2021/02/25/pt-tbp-hentikan-proses-izin-pembangunan-pembuangan-limbah-tailing-ke-laut-obi/

[8] Nineu Yayu Geurhaneu, Fauzi Budi Prasetio dan Godwin Latuputty, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, op. cit.

[9] Syracuse Research Corporation, 1997. Toxicological profiles-Nickel. US Dept of H&HS.

[10] U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service Agency for Toxic Substances and Disease Registry, 2005. Toxicological Profile for Nickel.







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Publikasi

Prospektus Kebencanaan dari Penambangan dan Pengolahan Nikel di Pulau Obi


Share


Oleh JATAM

10 April 2023



Prospektus Kebencanaan dari Penambangan dan Pengolahan Nikel di Pulau Obi, Bagian Tak Terpisahkan dari Cerita Elektrifikasi Sistem Transportasi

Penegasan Laporan JATAM “Jejak Kotor Kendaraan Listrik”, 25 Maret 2023

Informasi bagi Calon Investor pada Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) PT Trimegah Bangun Persada Tbk


 

Pengantar

Laporan ini ditujukan bagi masyarakat luas, termasuk para calon investor Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) PT Trimegah Bangun Persada Tbk (selanjutnya PTTBP), bagian dari konglomerat bisnis Harita Group, Pengelola Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Pengelola Otorita Jasa Keuangan (OJK), pimpinan dan awak dari kantor-kantor regulator industri ekstraktif Pemerintah Pusat dan dan Pemerintah Daerah.

Hari ini, Senin 10 April 2023, adalah hari terakhir untuk Indikasi Masa Penawaran Umum Perdana Saham. Dalam tiga hari mulai dari hari ini, sampai dengan 12 April 2023, berturut-turut akan berlangsung Penjatahan, Distribusi Saham Secara Elektronik dan Pencatatan Pada BEI. Dari IPO yang sedang berlangsung ini, PTTBP selaku emiten mengharapkan pemasukan dana segar sekitar lebih dari 15 triliun rupiah, melebihi Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pengurus Provinsi Maluku Utara tahun 2022 sebesar Rp12.19 triliun[1], dan hampir empat kali lebih besar dari target pendapatan daerah Pengurus Provinsi Maluku Utara untuk 2023 senilai Rp.4,1 triliun.[2]

Proses IPO sendiri tidak selesai dengan pencatatan pada BEI. Begitu pula, kewajiban emiten dalam memberikan informasi lengkap dan akurat mengenai segala kegiatan perusahaan kepada pemegang saham tidak berhenti di masa sebelum IPO dan pada saat IPO berlangsung. Oleh karena itulah, JATAM menerbitkan laporan ringkas ini, sebagai penegasan dari laporan kami sebelumnya. Pada tanggal 25 Maret 2023 yang lalu, JATAM meluncurkan sebuah laporan kepada publik, bertajuk “Jejak Kotor Kendaraan Listrik – Jejak Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan di Balik Gurita Bisnis Harita Group”. Laporan tersebut bisa diunduh di laman JATAM.[3]

“Jejak kotor” dalam judul laporan tersebut tidak dipilih asal-asalan. “Kotor” di sini mewakili beberapa masalah berlapis, seperti diuraikan di bawah. Begitu pula dengan “Kejahatan Lingkungan dan Kemanusiaan”.

Ancaman Risiko Sosial dan Ekologis dari Investasi Tambang dan Pengolahan Bijih Nikel di Pulau Obi: Jauh Lebih Rumit Daripada Yang Dituturkan dalam Prospektus

Proses pengerahan dana publik lewat IPO bukan indikator keberhasilan dalam rekam jejak emiten. Semua pihak bukan saja pihak regulator industri pertambangan dan energi, tetapi warga masyarakat, warga negara Indonesia di pulau Obi khususnya, wajib menjadi watchdog bagi operasi PTTBP di Pulau Obi dan di sepanjang rantai pasokan bahan yang dikelolanya. Berikut adalah garis-besar dari beberapa pokok masalah yang selama ini tercatat dan terdokumentasikan bersifat merusak dan atau mengganggu kehidupan sehari-hari warga masyarakat, dan yang dalam tahapan operasi PTTBP selanjutnya memerlukan pemantauan ketat termasuk keharusan melakukan tindakan koreksi setiap saat.

Pertama, kendaraan listrik dan baterai sebagai syarat operasinya, diproduksi dengan proses pertambangan dan pengolahan bahan tambang yang sangat kotor, dengan sumber energi primer paling kotor untuk daya listriknya yaitu batubara.

Kedua, laporan itu memperingatkan dan mempertanyakan ongkos sosial dan kerusakan ekologis dari pertambangan dan pengolahan nikel sebagai mineral bahan baterai dan produk-antara dalam produksi baja tahan karat.

Ketiga, para calon investor dalam IPO PTTBP tentu sudah mempelajari rinci berbagai perhitungan dan estimasi pendapatan dari penjualan hasil ekstraksi nikel dan produksi bahan-bahan produk antara. Begitu juga pernyataan-pernyataan yang bersifat harapan (forward looking statements) tentang prospek pertumbuhan dalam rantai nilai dari operasi PTTBP di Pulau Obi. Kelimpahan berita baik dalam uraian tentang proses produksi yang dimuat oleh prospektus PTTBP berbanding terbalik dengan begitu terbatasnya informasi tentang kerusakan dan kekerasan di sepanjang proses investasi PTTBP.

Operasi penambangan dan pengolahan Nikel di Pulau Obi sendiri berlangsung di sebuah lingkungan pulau dan perairan kepulauan beserta segenap penghuninya, yang sangat peka terhadap perubahan dalam komposisi kimiawi dari bentang-bentang air dan daratan maupun udara ambient. Operasi industrial raksasa di Pulau Obi membutuhkan air dalam jumlah raksasa pula. Laporan salah satu perusahaan kunci yang terafiliasi dengan PTTBP, PT Halmahera Persada Lygend, di 2021 mengemukakan bahwa di Kwartal keempat 2021 operasi perusahaan telah mengkonsumsi air permukaan sebesar 2997,39 juta liter, sementara pada periode yang sama, produksi limbah berbahaya telah mencapai 882986 ton.[4]

Dinamika proses-proses geologis yang bersifat “site-specific” dan kritis, serta berpengaruh pada daratan dan perairan pulau sendiri telah terdokumentasikan dengan baik. Di 2010, misalnya, terjadi gempabumi di Pulau Obi, yang telah menimbulkan kerusakan di beberapa tempat di wilayah Kecamatan Obi, diantaranya di 5 desa yaitu desa Boboi, Wui, Sum, Sosepe dan Kelo. Likuifaksi atau keluarnya lumpur pasir dijumpai di satu desa, yaitu desa Kelo yang diikuti dengan kemunculan mata air yang memancarkan air tawar dari dalam tanah yang berlangsung hingga saat ini. Wilayah pulau Obi berada pada sistem sesar mendatar aktif Sorong-Taliabu, sehingga rawan terhadap gempabumi yang bersumber baik di darat maupun di laut.[5]

Begitu pula dengan ekotoksikologi dan bahaya bagi manusia, bukan saja dari bahan-bahan yang digunakan dalam pemisahan dan pengolahan bijih maupun dari bahan baku baterai yang dihasilkan, melainkan juga atau terutama dari rangkaian limbah yang dihasilkan oleh proses panjang HPAL (High Pressure Acid Leach). Proses HPAL menghasilkan limbah dengan jumlah volume raksasa, berupa bubur dengan 10%nya berupa padatan, dan 90%nya berupa cairan atau slurry. Dalam sebuah webinar pada tanggal 13 Oktober 2020, Presiden Direktur PT Budi Jaya Mineral, Tony Hasudungan Gultom mengemukakan bahwa opsi pembuangan limbah ke laut adalah cara paling efisien, karena volume limbah yang sangat besar. Pengolahan Bijih nikel Limonite sebanyak 8.3 juta WMT/Tahun untuk menghasilkan 247.000 ton Nikel Sulfat dan 32.000 Ton Cobalt Sulfat akan menghasilkan 66.335.000 Ton Tailing Slurry per tahun. Dalam jangka waktu 20 tahun, akumulasi slurry akan berjumlah 1.326.700.000 Ton. Ini baru satu perusahaan.[6]

Dipermasalahkannya rencana awal PTTBP untuk membuang limbah langsung ke perairan laut pulau di 2021, misalnya, telah berujung pada dibatalkannya prosedur tersebut. Sebagai gantinya, limbah dari proses produksi akan ditampung di kawasan pembuangan di daratan pulau.[7] Apakah konsekuensi dari perubahan penting dalam pengelolaan limbah produksi tersebut? Apakah bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya prosedur pembuangan limbah (dry tail, kategori limbah berbahaya) di daratan? Bagaimana kemungkinan risiko terburuk dalam ekotoksikologi yang mungkin terjadi dalam keadaan terjadi gempa? Tsunami di sekitar Halmahera pada tahun 1994 akibat gempa 6.8 Mw, mendorong naiknya air (tsunami run up) setinggi 3 m di Pulau Obi dengan jarak sekitar 39 km dari sumber gempabumi.[8]

Janji pertumbuhan pendapatan perusahaan dari produksi bahan baku baterai, sebagai contoh, mengemukakan pentingnya produk sulfidic nickel atau nikel sulfat dalam rantai pasokan baterai. Sejak beberapa dekade yang lalu telah diketahui dengan pasti bahwa bahan tersebut bersifat sangat karsinogenik, dengan berbagai manifestasinya termasuk kanker paru-paru.[9],[10]

PT Trimegah Bangun Persada Tbk Bukan Entitas Tunggal dalam Menyemaikan Bencana di Maluku Utara

Seperti dikemukakan dalam laporan JATAM tertanggal 25 Maret 2023, dalam prospektus, dan seperti juga telah terdokumentasikan dengan baik di media lokal, nasional maupun internasional setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir, mobilisasi dana segar dari publik untuk menunjang tahapan investasi selanjutnya dalam operasi PTTBP di Pulau Obi bukan sebuah proses yang bisa dijalankan sendiri oleh pihak emiten beserta segenap perusahaan yang berafiliasi dengannya. IPO PTTBP dijamin oleh empat entitas pasar keuangan raksasa yang bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek, BNP Paribas, Citigroup Sekuritas Indonesia, Credit Suisse, dan Mandiri Sekuritas. Emisi efek dijamin oleh PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia, PT OCBC Sekuritas Indonesia, dan PT UOB Kay Hian Sekuritas. Proses untuk memperoleh keamanan tenurial dari operasi di kawasan industri Pulau Obi sendiri praktis melibatkan kementerian dan badan-badan resmi di Jakarta maupun di pengurus Provinsi. Begitu pula, informasi rinci tentang prospek ekonomi dari investasi melibatkan setidaknya satu perusahaan konsultan asing dalam bidang pertambangan dan energi dari Australia.

Kehendak untuk memaksakan investasi raksasa ini berlangsung adalah bagian dari berbagai kepentingan beserta alasan-alasan finansial dan politiknya masing-masing. Termasuk antara lain, hilirisasi produksi nikel, dengan pembongkaran habis-habisan wilayah kepulauan di Indonesia Timur, transisi industri energi yang tengah berebut akses ke wilayah-wilayah ekstraksi nikel kobalt dan lithium, hasrat investor industri keuangan global untuk menciptakan pasar raksasa kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia, dan penguatan rantai pasokan bahan produk antara berbasis nikel bagi industri baja tahan karat di China. Kesemua kepentingan tersebut berkelindan dengan kepentingan politik berbagai pelaku politik elektoral di Indonesia. Tidak satupun dari seikat kepentingan tersebut yang punya urusan dengan memelihara kualitas kehidupan warga negara Indonesia terutama di situs-situs terdepan seperti, tetapi bukan hanya, di Pulau Obi. Tidak satupun dari kepentingan kepentingan tersebut yang punya korelasi positif dengan upaya menahan laju konsumsi Energi dan bahan-bahan alam. Transisi ke energi rendah karbon dari penggunaan baterai dan kendaraan listrik besar-besaran? Sulit dipercaya.

Politik industri energi di balik prospek bisnis IPO PTTBP tersebut akan berujung pada operasi penambangan dan pengolahan nikel yang sangat kotor proses dan limbahnya, bukan di sebuah gurun pasir, tapi di sebuah pulau dengan sejarah sosial panjang. Bisikan keras untuk mendorong gerakan IPO besar-besaran di Indonesia dari BlackRock, perusahaan manajemen aset terbesar di dunia, sangat boleh jadi memang masuk akal dari sisi prospek pemasukan tetap bagi para pemilik saham. Penting bagi rakyat, warga negara Indonesia biasa, untuk terus memperingatkan pihak-pihak yang beroperasi sesuka hati dengan semua kelengkapan alas hukum yang bisa diperoleh, bahwa privatisasi kekayaan dari industri yang mengaku “demi kepentingan umum” bertumpu sepenuhnya pada prinsip pengalihan beban-beban risiko, sosialisasi risiko bencana dan derita, pada warga pulau Obi dan warga kepulauan yang ikut terkena dampaknya.


[1] https://pikiranpost.id/apbd-maluku-utara-tahun-2022-capai-12-19-triliun-rupiah/

[2] https://www.publikamalut.com/2022/11/apbd-maluku-utara-tahun-2023-disahkan.html

[3] https://www.jatam.org/jalan-kotor-kendaraan-listrik/

[4] PT Halmahera Persada Lygend (HPAL), 2021. Environmental, Social, & Governance Report 2021

[5] Nineu Yayu Geurhaneu, Fauzi Budi Prasetio dan Godwin Latuputty, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, 2016. Kebencanaan Geologi Kelautan di Bagian Utara Pulau Obi, Maluku.

[6] https://www.youtube.com/watch?v=GAuRNNy3lXA (menit 2:26:13 sampai dengan 3:24:20)

[7] https://gamalamanews.com/2021/02/25/pt-tbp-hentikan-proses-izin-pembangunan-pembuangan-limbah-tailing-ke-laut-obi/

[8] Nineu Yayu Geurhaneu, Fauzi Budi Prasetio dan Godwin Latuputty, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, op. cit.

[9] Syracuse Research Corporation, 1997. Toxicological profiles-Nickel. US Dept of H&HS.

[10] U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service Agency for Toxic Substances and Disease Registry, 2005. Toxicological Profile for Nickel.



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang