Warga Teluk Sepang Sampaikan PLTU Batubara Bukan Pilihan
Deadly Coal
Warga Teluk Sepang Sampaikan PLTU Batubara Bukan Pilihan
Oleh JATAM
25 Oktober 2016
[Bengkulu, 25 Oktober 2016] – Bengkulu saat ini memang mengalami krisis listrik, daya terpasang yang lebih dari 200 MW ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik propinsi Bengkulu. Jalur transmisi dari PLTA Ulu Musi yang hanya sampai ke pengalongan ditenggarai sebagai salah satu penyebab krisis. Selain itu debit air sungai Ulu Musi dengan tingkat fluktuatif tinggi ternyata tidak mampu bekerja optimal untuk memutar 3 turbin berdaya 3 X 70 MW.
Untuk memenuhi daya listrik Bengkulu beberapa wilayah menggunakan sumber pembangkit dengan membangun PLTD yang bersifat isolated, serta beberapa kabupaten seperti Seluma dan kabupaten Bengkulu Selatan menggunakan jalur transmisi yang berasal dari Sumatera Selatan.
Dengan kondisi seperti dan mengacu kepada RUPTL 2016 -2025, Pemerintah membangun beberapa pembangkit untuk memenuhi kebutuhan daya listrik yang semakin meningkat. Tercatat rencana daya yang dibangun tidak kurang dari 600 MW yang bersumber dari panas bumi, tenaga air dan PLTU Batubara. Rencana ambisius ini sepertinya mulai berjalan. Hal ini terbukti dengan mulai berjalannya proyek PLTP di kabupaten Rejang lebong dan Lebong, PLTA di Kabupaten Lebong dan Bengkulu selatan serta PLTU Batubara yang berada dipusat kota Bengkulu. Jika semua pembangkit ini beroperasi, sementara daya yang dibutuhkan tidak lebih dari 200 MW, maka dapat dipastikan Bengkulu akan surplus daya. Kelebihan daya ini diperkirakan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan propinsi lain.
Dari semua proyek pembangkit yang sangat dikuatirkan adalah PLTU Batubara, bukan saja karena letaknya yang berada di pinggiran kota Bengkulu dengan jarak tidak lebih dari 15 KM dari pusat kota dan tak lebih dari 1,5 km dari permukiman warga Teluk Sepang, akan tetapi juga berada di sekitar wilayah tangkap nelayan tradisional. Sementara untuk menjalankankan PLTU ini tidak kurang dari 1 juta ton batubara akan dibakar dengan menghasilkan debu lebih dari 12 ton perhari.
Berdasarkan hasil kajian tim yang dilaksanakan oleh Yayasan Kanopi Bengkulu yang bekerja sama dengan Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa PLTU batubara di Labuan dan Pelabuhan Ratu telah berdampak kepada hilangnya mata pencaharian nelayan akibat dampak buruk PLTU. Belum lagi dampak buruk bagi kesehatan warga yang tinggal disekitar area pembangkit. Penyakit pernapasan serta gangguan kesehatan lain telah menjadi momok bagi warga. Beberapa warga bahkan telah meninggalkan rumahnya karena sudah tidak layak di tempati.
Berdasarkan dampak buruk PLTU Batubara yang sudah dirasakan oleh warga lain maka kami warga teluk sepang, aktivis lingkungan serta kelompok peduli lainnya yang tergabung dalam komunitas anti PLTU batubara menuntut kepada pengambil keputusan negeri ini yaitu:
1. Menteri ESDM dan wakilnya Bapak Ignatius Jonan dan Bapak Archandra Tahar
2. PT Pelindo II Jakarta dan PT Energi listrik Bengkulu
3. Gubernur Bengkulu dan
4. Pihak terkait lainnya
Untuk menghentikan rencana proyek PLTU Batubara di Teluk Sepang, karena terbukti ditempat lain telah menyebabkan laju kerusakan lingkungan yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan menghilangkan mata pencarian nelayan.
Kami meyakini bahwa masih banyak cara lain yang dapat diambil oleh pemerintah untuk membangun pembangkit listrik yang bersumber dari tenaga lain seperti air, panas bumi dan biomass serta jenis pembangkit lainnya yang jauh lebih ramah terhadap lingkungan dan memberikan jaminan keselamatan lebih bagi warga.
Kontak :
Lovi Antoni 082282506862 (Koordinator Aksi)
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang