Walhi, JATAM dan Greenpeace Desak Pemerintah Ubah Paradigma Kebijakan Energi Nasional
Kampanye
Walhi, JATAM dan Greenpeace Desak Pemerintah Ubah Paradigma Kebijakan Energi Nasional
Oleh JATAM
10 April 2015
Siaran Pers Jakarta, 10 April 2015, Tiga organisasi lingkungan nasional, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang, dan Greenpeace Indonesia hari ini mendesak pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) untuk mengubah paradigma kebijakan energi nasional yang sampai hari ini masih menempatkan energi kotor batubara sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dan sumber pendapatan ekonomi negeri ini.
Bertolak belakang dengan kecenderungan global saat ini, dimana banyak negara di dunia sudah mulai mengurangi dan meninggalkan ketergantungan terhadap batubara baik sebagai sumber energi maupun sumber pendapatan ekonomi. Pemerintahan Jokowi – JK malah menempatkan sektor pertambangan batubara sebagai salah satu sumber pendapatan ekonomi nasional, dan berencana membangun pembangkit listrik 35.000 Megawatt yang lebih dari 60% diantaranya akan menggunakan energi kotor batubara.
Batubara merupakan bahan bakar fossil terkotor di dunia, secara global batubara bertanggung jawab terhadap lebih dari separuh emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Daya rusak dan jejak kehancuran yang disebabkan oleh batubara terjadi sejak dari penambangan , pengangkutannya, sampai ke pembakaran batubara di pembangkit listrik.
“Pilihan pada batubara pada situasi saat ini, bukan semata-mata untuk kepentingan energi nasional. Kuasa politik bersinergi dengan modal merendahkan derajat keselamatan rakyat kini dan akan datang. Ruang-ruang produktivitas rakyat hanya dihargai pada statistik makro yang tak sebanding dengan penghancuran yang diwariskan” sebut Hendrik Siregar, Koordinator JATAM
Kalangan industri batubara dan pemerintah yang kerap menggadang gadang Batubara penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dan sumber pendapatan ekonomi Indonesia, ternyata juga tidak lebih dari propaganda dan omong kosong. Jejak Kehancuran eksploitasi batubara jauh lebih besar ketimbang manfaat yang diberikannya, baik terhadap masyarakat, lingkungan, maupun negara ini.
Kepada masyarakat di sekitar kawasan pertambangan batubara, umumnya transmigran dan penduduk lokal selama ini sering dijanjikan pekerjaan agar mau melepaskan ruang hidup mereka yang lestari dijadikan kawasan pertambangan batubara. Namun kini lebih dari satu juta orang di PHK setelah harga batubara jatuh dalam 3 tahun terakhir. Dan yang tersisa lubang-lubang tambang yang tak mendukung perekonomian setempat.
“Momentum jatuhnya harga batubara sebaiknya mendorong pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan membatasi produksi batubara dengan sistem kuota yang jauh lebih kecil dari yang ada selama ini, berdasarkan kriteria pemulihan lingkungan dan sosial, bukan kuota berdasarkan keadaan pasar yang fluktuatif dan tak kenal batas. PKP2B yang telah mencemari lingkungan dan hutan berdasarkan ketentuan perundang-undangan seperti KPC di Sangatta dan dikeluhkan masyarakat seperti ADARO Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan harus mengurangi kuota produksinya secara drastis”, ungkap Pius Ginting, Unit Kajian WALHI.
Pemerintah Jokowi-JK berencana membangun 35.000 Megawatt Pembangkit Listrik baru sampai tahun 2019, lebih dari 60% nya akan menggunakan energi kotor batubara. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK, bahkan telah mempermudah segala hal terkait perijinan dan pembebasan lahan untuk memuluskan proyek ambisius ini. Bulan lalu, Presiden Jokowi mengunjungi China dan Jepang, untuk mengundang investor dari kedua negara itu untuk menanamkan modalnya dalam pembangunan pembangkit listrik baru.
“ Visi Jokowi-JK untuk mencapai kedaulatan energi mustahil tercapai , jika mereka masih menempatkan energi kotor batubara sebagai sumber energi nasional, batubara merupakan sumber energi kotor yang tak terbarukan, alih-alih mencapai kedaulatan energi, yang akan terjadi justru kehancuran lingkungan massif yang disebabkan oleh eksploitasi batubara yang juga massif di negeri ini, Jokowi dan JK seharusnya memimpin revolusi energi di Indonesia dengan beralih dari energi kotor batubara ke sumber-sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan, dan itu harus diawali dengan perubahan paradigma kebijakan energi nasional” Kata Arif Fiyanto, Kepala Kampanye Iklim dan Energi, Greenpeace Indonesia”
Kontak Media :
Hendrik Siregar, Koordinator Jatam, 085269135520
Pius Ginting, Kepala Unit Riset Walhi dan Koordinator Kampanye Batubara , 08129399-3460
Arif Fiyanto, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, 0811-180-5373
Dona, Komunikasi dan Informasi Jatam, 082172420299
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang