Tolak Tambang, Warga Wawonii Ditangkap Polisi
Siaran Pers
Tolak Tambang, Warga Wawonii Ditangkap Polisi
Oleh JATAM
25 November 2019
[Kendari, 25 November 2019] Pihak PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, telah melaporkan sebanyak 27 warga Wawonii ke polisi. Tuduhan kepada warga yang dilaporkan pun bermacam-macam, dan cenderung mengada-ada, mulai dugaan menghalang-halangi aktivitas tambang, dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, dugaan tindak pidana penganiayaan, dan dugaan tindak pidana pengancaman.
Buntut dari dilaporkannya sejumlah warga tersebut, salah seorang terlapor, warga Wawonii, atasnama Jasmin ditangkap polisi dari Polda Sultra pada 24 November 2019, sekitar Pkl. 17.00 Wita, di rumah kediaman Kakak-nya di Kendari.
Jasmin, bersama 21 warga lainnya, sebelumnya dilaporkan ke polisi oleh pelapor atasnama Marion, karyawan PT GKP, pada 24 Agustus 2019 lalu, dengan tuduhan dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 333 KUHP. Dan, empat (4) hari sebelum penangkapan Jasmin, tepatnya pada 20 November 2019 lalu, sekelompok massa yang diduga dimobilisasi PT GKP mendemo Polda Sultra untuk mendesak polisi memproses hukum seluruh warga yang telah dilaporkan perusahaan. Hal ini kami nilai sebagai bentuk nyata intervensi perusahaan terhadap Kepolisian.
Pelaporan terhadap Jasmin dan warga Wawonii lainnya, hingga tindakan penangkapan oleh kepolisian, patut dipertanyakan. Sebab, lahan-lahan yang dipertahankan warga yang diterobos pihak PT GKP, lalu berujung pada terlaporanya puluhan warga itu, adalah milik sah masyarakat, dan tidak pernah diserahkan atau dijual ke PT GKP untuk dijadikan jalan tambang (hauling). Dengan kata lain, yang mestinya diproses polisi adalah tindak kejahatan PT GKP yang menerobos lahan milik masyarakat.
Bahkan, keberadaan PT GKP, termasuk seluruh perusahaan tambang di Wawonii diduga illegal, sebab, Wawonii adalah pulau kecil yang luasnya 708,32km2. Berdasarkan ketentuan UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil peruntukannya bukan untuk kegiatan pertambangan.
Tak hanya itu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Privinsi Sulawesi Tenggara dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sultra, peruntukkan pulau Wawonii tidak untuk pertambangan.
Dengan demikian, penangkapan terhadap Jasmin, berikut 26 warga lain yang telah dilaporkan ke polisi, patut diduga atas ‘pesanan’ PT GKP kepada polisi yang bertujuan untuk membungkam suara penolakan tambang dari masyarakat pulau Wawonii di satu sisi dan memuluskan niat jahat PT GKP dalam mengeruk perut pulau kecil itu di sisi yang lain. Dugaan ini beralasan, mengingat PT GKP sendiri, yang dikawal ketat aparat kepolisian, tercatat sudah 3 (tiga) kali menerobos lahan milik masyarakat untuk membangun jalan tambang.
Penerobosan pertama terjadi pada 9 Juli 2019 di lahan milik Ibu Marwah, penerobosan kedua pada 16 Juli 2019 di lahan milik Bapak Idris, dan penerobosan ketiga yang berlangsung tengah malam pada 22 Agustus 2019, di lahan milik Bapak Amin, Ibu Wa Ana, dan Bapak Labaa. Lahan-lahan yang diterobos itu, merupakan milik sah masyarakat, telah dikelola lebih dari 30 (tiga puluh), dan selalu bayar pajak.
Penerobosan berulang-ulang itu, pun telah dilaporkan warga kepada polisi. Idris, warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, misalnya, telah melaporkan PT GKP ke Polres Kendari pada 14 Agustus 2019 lalu. Laporan itu sudah diterima dan diregistrasi dengan Laporan Pengaduan Nomor: B/591/VIII/2019/Reskrim. Namun, laporan itu tampak didiamkan hingga saat ini.
Atas dilaporkannya 27 warga Wawonii, berikut terkait penangkapan warga Wawonii atasnama Jasmin, kami mendesak beberapa hal:
- Mendesak Kapolri RI untuk memerintahkan Kapolda Sultra agar hentikan seluruh proses hukum atas 27 warga Wawonii yang dilaporkan pihak PT GKP, serta bebaskan segera warga yang ditangkap polisi.
- Mendesak Komnas HAM untuk segera membuka ke publik rekomendasi kepada Polda Sultra terkait pelanggaran HAM dan kriminalisasi warga Wawonii yang memperjuangkan lingkungan hidup dan mempertahankan hak kepemilikan atas tanahnya masing-masing.
- Mendesak Komnas HAM untuk segera berkoordinasi dengan Kapolri RI dan Kapolda Sultra untuk menghentikan seluruh proses hukum kepada warga. Mengingat keberadaan PT GKP dan terminal khusus yang dibangun di pulau Wawonii diduga cacat administrasi dan tidak memiliki izin lingkungan.
- Mendesak Komnas HAM untuk ‘memerintahkan’ Kapolda Sultra agar membebaskan Jasmin dari tahanan, sebab, laporan itu bersumber dari perusahaan tambang yang diduga ilegal, cacat administrasi.
- Mendesak Komnas HAM untuk mengumumkan kepada publik, bahwa Jasmin adalah pejuang lingkungan hidup, dan untuk itu tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.
- Mendesak Kapolda Sultra dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk bebaskan segera Jasmin, hentikan proses hukum atasnya, sebab, Jasmin murni memperjuangkan lingkungan hidup, yang dikategorikan Anti Slapp (strategic Lawsuit Against Public Participation), sebagaimana amanat Pasal 66 UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memidanakan PT GKP yang menambang di pulau kecil Wawonii, serta segera segel terminal khusus (tersus) yang dibangun pihak perusahaan.
Narahubung:
Mando Maskuri – Warga Wawonii – 081341714199
Muh Jamil – Div Hukum JATAM – 082156470477
Edy Kurniawan – LBH Makassar – 085395122233
Catatan Redaksi:
1]. UU N0 1 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 35 huruf K
“Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya”
Pasal 35 Huruf L
“Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya”.
2]. Perda RTRW Sultra No 2 Tahun 2014 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2014
Dalam batang tubuh RTRW Sultra, tidak ada satu klausul pun yang menyatakan peruntukan pulau Wawonii untuk tambang. Namun, dalam lampirannya, tiba-tiba muncul. Hal ini patut diduga terjadi penyelundupan hokum.
3]. Dalam rancangan RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan, tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan, salah satunya dengan mengacu pada UU No 27 tahun 2007, khususnya Pasal 1 angka 3, Pasal 35 huruf k, dan Pasal 73 ayat (1) huruf f, dan pertimbangan kelestarian ekosistem.
4]. Dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara No 9 Tahun 2018, tgl 31 Desember 2018, tidak mengalokasikan ruang perairan untuk lokasi terminal khusus (tarsus) pertambangan.
Hasil overlay terhadap titik-titik koordinat geografis lokasi terminal khusus pada peta RZWP3K Sultra, ternyata berada di Kawasan Pemanfaatan Umum, Zona Perikanan Tangkap.
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang