Tanggul Limbah Jebol, Tambang Batubara Sokongan Jepang Cemari Sungai di Malinau


Kampanye

Tanggul Limbah Jebol, Tambang Batubara Sokongan Jepang Cemari Sungai di Malinau


Oleh JATAM

11 Juli 2017





[Malinau, 11 Juli 2017] – Empat perusahaan tambang batubara di Malinau, Kalimantan Utara, PT. Kayan Putra Utama Coal (KPUC), PT. Baradinamika Muda Sukses (BDMS), PT. Mitrabara Adiperdana (MA), dan PT. Artha Marth Naha Kramo (AMNK), terbukti mencemari dua sungai utama di Kabupaten Malinau.

Puncaknya,  pada 4 juli 2017 lalu, pit Betung milik PT. BDMS di Kecamatan Long Loreh jebol dan menyebabkan pencemaran pada dua sungai utama di Kabupaten Malinau, yakni sungai Sesayap dan Sungai Malinau. Pencemaran ini merusak sumber air minum masyarakat setempat. PDAM Kabupaten Malinau menyatakan bahwa tingkat kekeruhan air baku pada kedua sungai meningkat tajam. Tingkat kekeruhan air baku meningkat hampir 80 kali lipat, dari 25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) menjadi 1.993 NTU.[1]

Masih menurut PDAM Malinau, limbah batubara yang mencemari sungai tersebut mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al203), Fero Oksida (Fe203), Kalsium Oksida (CaO), Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P205) dan Karbon.[2]

Theodorus G Emmanuel, simpul JATAM di Kalimantan Utara, mengatakan bahwa hingga saat ini masih belum ada sikap tegas dari pemerintah untuk menindak perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran. Oleh karena itu kelompok warga yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Malinau (FPPM) mendesak perusahaan menghentikan aktivitasnya hingga ada keputusan dari pemerintah. “Untuk saat ini sudah tiga perusahaan, yakni: PT. BDMS; PT. MA; dan PT. AMNK, telah dibawa warga ke notaris dan menandatangani pernyataan penghentian aktivitas penambangan, hauling dan pembuangan limbah terhitung sejak 5 Juli 2017 sampai pemerintah melakukan investigasi dan mengumumkan hasilnya secara resmi”, pungkasnya.

Sebelumnya, pada April 2017, JATAM telah melaporkan PT. MA dan PT. BDMS – yang keduanya bagian dari Baramulti Group – ke Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum KLHK) terkait kasus pelanggaran dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“PT. MA, sang induk dari perusahaan BDMS ini, diakuisi sebesar 30% di tahun 2014 oleh Idemitsu Kosan, sebuah perusahaan Jepang yang bergerak di bidang energi dan tambang. The Japan Bank for International Cooperations (JBIC) merupakan salah satu penyokong dana dalam proses akuisisi saham tersebut. Sehingga JBIC sudah seharusnya turut bertanggung jawab atas pelanggaran dan pencemaran oleh perusahaan-perusahaan yang mereka danai” tukas Melky Nahar, Kepala Kampanye Nasional JATAM.

Melky juga menambahkan bahwa dalam dokumen Amdal PT. MA dan wawancara terhadap warga sekitar PT. MA dan PT. BDMS, JATAM menemukan banyak kejanggalan. Salah satunya adalah bahwa dalam dokumen Amdal PT. MA muncul nama perusahaan lain,[3] sehingga kuat dugaan kejahatan duplikasi atau copy-paste Amdal oleh perusahaan ini. Selain itu juga banyaknya keluhan pencemaran air sungai dan udara akibat operasi kendaraan pertambangan batubara. “Temuan-temuan ini sebenarnya telah kami sampaikan kepada Gakum KLHK pada 25 April 2017, namun hingga saat ini belum ada respons, sehingga peristiwa ini terulang kembali”, tambah Melky Nahar.

Atas terjadinya kasus pencemaran dan jebolnya tanggul limbah ini, JATAM dan Perwakilan warga Malinau Selatan, Kaltara, kembali melaporkan kasus ini pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Laporan tersebut disampaikan pada Direktur Pidana KLHK, Muhammad Yunus.

“Atas upaya pelaporan ini, JATAM berharap Perusahaan Tambang ini dikenakan dua sanksi sekaligus, yakni sanksi administrasi berupa pencabutan izin tambang dan sekaligus proses hukum Pidana Lingkungan hidup secepatnya”, pungkas Melky Nahar. (JTM).


[1] Anonim, “Perusahaan Dinilai Tak Punya Iktikad Baik”, Portal Kalimantan, 9 Juli 2017, diakses dari http://bulungan.prokal.co/read/news/8397-perusahaan-dinilai-tak-punya-iktikad-baik.html.

[2] Anonim, “Dua Sungai di Malinau Tercemar, Warga Terancam Keracunan”, Portal Kalimantan, 8 Juli 2017, diakses dari http://bulungan.prokal.co/read/news/8386-dua-sungai-di-malinau-tercemar-warga-terancam-keracunan.html.

[3]Lihat https://www.jatam.org/2017/04/25/pt-mitrabara-adiperdana-copy-paste-amdal-dan-menghancurkan-lingkungan-malinau-selatan/







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Kampanye

Tanggul Limbah Jebol, Tambang Batubara Sokongan Jepang Cemari Sungai di Malinau


Share


Oleh JATAM

11 Juli 2017



[Malinau, 11 Juli 2017] – Empat perusahaan tambang batubara di Malinau, Kalimantan Utara, PT. Kayan Putra Utama Coal (KPUC), PT. Baradinamika Muda Sukses (BDMS), PT. Mitrabara Adiperdana (MA), dan PT. Artha Marth Naha Kramo (AMNK), terbukti mencemari dua sungai utama di Kabupaten Malinau.

Puncaknya,  pada 4 juli 2017 lalu, pit Betung milik PT. BDMS di Kecamatan Long Loreh jebol dan menyebabkan pencemaran pada dua sungai utama di Kabupaten Malinau, yakni sungai Sesayap dan Sungai Malinau. Pencemaran ini merusak sumber air minum masyarakat setempat. PDAM Kabupaten Malinau menyatakan bahwa tingkat kekeruhan air baku pada kedua sungai meningkat tajam. Tingkat kekeruhan air baku meningkat hampir 80 kali lipat, dari 25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) menjadi 1.993 NTU.[1]

Masih menurut PDAM Malinau, limbah batubara yang mencemari sungai tersebut mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al203), Fero Oksida (Fe203), Kalsium Oksida (CaO), Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P205) dan Karbon.[2]

Theodorus G Emmanuel, simpul JATAM di Kalimantan Utara, mengatakan bahwa hingga saat ini masih belum ada sikap tegas dari pemerintah untuk menindak perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran. Oleh karena itu kelompok warga yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Malinau (FPPM) mendesak perusahaan menghentikan aktivitasnya hingga ada keputusan dari pemerintah. “Untuk saat ini sudah tiga perusahaan, yakni: PT. BDMS; PT. MA; dan PT. AMNK, telah dibawa warga ke notaris dan menandatangani pernyataan penghentian aktivitas penambangan, hauling dan pembuangan limbah terhitung sejak 5 Juli 2017 sampai pemerintah melakukan investigasi dan mengumumkan hasilnya secara resmi”, pungkasnya.

Sebelumnya, pada April 2017, JATAM telah melaporkan PT. MA dan PT. BDMS – yang keduanya bagian dari Baramulti Group – ke Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum KLHK) terkait kasus pelanggaran dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“PT. MA, sang induk dari perusahaan BDMS ini, diakuisi sebesar 30% di tahun 2014 oleh Idemitsu Kosan, sebuah perusahaan Jepang yang bergerak di bidang energi dan tambang. The Japan Bank for International Cooperations (JBIC) merupakan salah satu penyokong dana dalam proses akuisisi saham tersebut. Sehingga JBIC sudah seharusnya turut bertanggung jawab atas pelanggaran dan pencemaran oleh perusahaan-perusahaan yang mereka danai” tukas Melky Nahar, Kepala Kampanye Nasional JATAM.

Melky juga menambahkan bahwa dalam dokumen Amdal PT. MA dan wawancara terhadap warga sekitar PT. MA dan PT. BDMS, JATAM menemukan banyak kejanggalan. Salah satunya adalah bahwa dalam dokumen Amdal PT. MA muncul nama perusahaan lain,[3] sehingga kuat dugaan kejahatan duplikasi atau copy-paste Amdal oleh perusahaan ini. Selain itu juga banyaknya keluhan pencemaran air sungai dan udara akibat operasi kendaraan pertambangan batubara. “Temuan-temuan ini sebenarnya telah kami sampaikan kepada Gakum KLHK pada 25 April 2017, namun hingga saat ini belum ada respons, sehingga peristiwa ini terulang kembali”, tambah Melky Nahar.

Atas terjadinya kasus pencemaran dan jebolnya tanggul limbah ini, JATAM dan Perwakilan warga Malinau Selatan, Kaltara, kembali melaporkan kasus ini pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Laporan tersebut disampaikan pada Direktur Pidana KLHK, Muhammad Yunus.

“Atas upaya pelaporan ini, JATAM berharap Perusahaan Tambang ini dikenakan dua sanksi sekaligus, yakni sanksi administrasi berupa pencabutan izin tambang dan sekaligus proses hukum Pidana Lingkungan hidup secepatnya”, pungkas Melky Nahar. (JTM).


[1] Anonim, “Perusahaan Dinilai Tak Punya Iktikad Baik”, Portal Kalimantan, 9 Juli 2017, diakses dari http://bulungan.prokal.co/read/news/8397-perusahaan-dinilai-tak-punya-iktikad-baik.html.

[2] Anonim, “Dua Sungai di Malinau Tercemar, Warga Terancam Keracunan”, Portal Kalimantan, 8 Juli 2017, diakses dari http://bulungan.prokal.co/read/news/8386-dua-sungai-di-malinau-tercemar-warga-terancam-keracunan.html.

[3]Lihat https://www.jatam.org/2017/04/25/pt-mitrabara-adiperdana-copy-paste-amdal-dan-menghancurkan-lingkungan-malinau-selatan/



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang