Tambang Emas Tumpang Pitu Hancurkan Masa Depan Rakyat
Kejahatan Korporasi
Tambang Emas Tumpang Pitu Hancurkan Masa Depan Rakyat
Oleh JATAM
27 September 2016
[JAKARTA, 27 Sept 2016] – Kawasan Wisata Pantai Pulau Merah di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi kembali dilandar banjir lumpur setelah diguyur hujan sejak Minggu malam (25/9/2016) lalu. Menurut keterangan warga yang dihimpun JATAM, Kawasan Wisata Pantai Pulau Merah dilanda banjir sudah pernah terjadi sebelumnya, yakni pada Agustus lalu.
Sebagaimana yang diinformasikan, banjir lumpur yang terjadi di Kawasan Wisata Pantai andalan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi ini, disebabkan oleh aktifitas pertambangan PT. Bumi Suksesindo (BSI), perusahaan tambang milik pengusaha Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya. Dugaan ini diperkuat oleh setidaknya tiga pernyataan Pemerintah Kabupaten banyuwangi, yakni Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Banyuwangi, Chusnul Khotimah (Kompas.com, 18/8/2016), Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan (Disperindagtam) Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo (kbr.id, 20/08/2016) dan Bupati Banyuwangi, Abdulah Azwar Anas (Kompas.com, 22/08/2016) yang substansinya (hampir) sama, yakni terkait aktifitas pengerukan pihak perusahaan di Bukit Tumpang Pitu.
PT BSI ini merupakan satu diantara sekian banyak perusahaan tambang di Indonesia yang mendapat perlakukan istimewa oleh pemerintah. Keistimewaan ini setidaknya bisa dilihat dari beberapa fakta berikut:
1) Alihfungsi Hutan Lindung
Berdasarkan dokumen IUP Operasi Produksi yang diterbitkan Bupati Banyuwangi, Abdulah Azwar Anas, total luas konsensi tambang PT BSI sebesar 4.998 hektar. Dari total luas tersebut, sebanyak 1.942 hektar merupakan kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Amanat Undang-Undang Kehutanan No 41 Tahun 1999, yang salah satu poinnya melarang adanya pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung ‘kalah’ dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan (saat itu) dengan No. 826/MENHUT-II/2013, yang ‘menurunkan’ status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu menjadi Hutan Produksi.
Penurunan sebagian status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu itu berdasarkan usulan Bupati Banyuwangi melalui surat No. 522/635/429/108/2012 dengan luas usulan sebanyak 9.743,28 hektar. Meski Zulkifli Hasan tidak mengabulkan usulan jumlah luasan penurunan hutan lindung itu, penurunan status hutan ini merupakan bentuk nyata bagaimana Negara memberikan keistimewaan kepada pihak korporasi tambang, lalu, mengabaikan keselamatan rakyat, alam dan lingkungan. Padahal, Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu sangat penting keberadannya bagi para petani, nelayan, dan (pelaku) pariwisata.
Dengan adanya aktifitas pertambangan di Gunung Tumpang Pitu, maka, dampak langsung akan dirasakan empat kampung nelayan, yakni Kampung Nelayan Muncar, Grajagan, Lampon dan Rajegwesi.
2) Mengabaikan Keselamatan Rakyat
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi Jawa Timur sebetulnya telah menetapkan wilayah selatan Jawa, termasuk Jawa Timur sebagai kawasan rawan bencana tsunami. Sejarah mencatat, pada 3 Juni 1994 yang lalu, kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah luluh-lantah akibat diterjang tsunami. Dengan adanya pembongkaran gunung melalui aktifitas pertambangan emas PT BSI, selain berpotensi merusak keseimbangan ekosistem kawasan, juga sebagai tindakan kontradiktif Negara terhadap upaya menurunkan resiko bencana di Indonesia.
3) Objek Vital Nasional
Kawasan Tumpang Pitu telah ditetapkan menjadi kawasan objek vital nasional. Hal ini tertuang dalam SK Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan Nomor SK Menteri KESDM No 631 k/30/MEM/2016 . Penetapan ini patut diduga sebagi upaya sitematis Negara untuk melegitimasi aparat keamanan dalam meredam aksi penolakan aktifitas pertambangan PT BSI.
4) Melibatkan para (Politisi) Penguasa Negeri.
Dalam dokumen Prospektus PT. Merdeka Copper Gold, Tbk (2015), disebutkan bahwa susunan direksi dan dewan komisaris, berdasarkan akta No.479/2014 dan akta No.73/2015, adalah: Direksi (Presdir: Adi Adriansyah Sjoekrie, Wapresdir: Gavin Caudle, Dir. Independen: Chrisanthus Soepriyo, Dir: Hardi Wijaya Liong, Michael W Soeryadjaya, Ronny N. Hendropriyono). Dewan Komisaris (Preskom: A.M. Hendropriyono, Wapreskom: Edwin Soeryadjaya, Komisaris Independen: Richard Bruce Ness, Zannuba Arifah (Yenny Wahid), Komisaris: Garibaldi Thohir).
Namun saat ini (September 2016) jika mengunjungi website PT. Merdeka Copper Gold, Tbk, manajemen perusahaan ini terdiri dari: Dewan Komisaris (Preskom: Edwin Soeryadjaya, Komisaris: Garibaldi Thohir, Komisaris Independen: Dhohir Farisi (suami Yenny Wahid), Komisaris Independen: Richard Bruce Ness). Direksi: (Presdir: Adi Adriansyah Sjoekri, Wapresdir: Colin Francis Moorhead, Dir: Gavin Arnold Caudle, Hardi Wijaya Liong, Michael W.P. Soeryadjaya, David Thomas Fowler, Rony N. Hendropriyono, Dir.Independen: Chrisanthus Supriyo. (WALHI Jatim).
Merujuk pada dokumen-dokumen diatas, dapat dijelaskan bahwa para ‘pemain’ tambang di Tumpang Pitu, yang salah satu dampak nyatanya telah menghancurkan kawasan wisata Pulau Merah, merupakan orang-orang lama dengan sepakterjang sebagai bagian dari pebisnis tambang dan para (politisi) penguasa di Negeri ini.
Sebut saja Rony N. Hendropriyono, anak dari mantan Kepala BIN, A.M. Hendropriyono terlibat dalam pertambangan ini. Penelitian yang dilakukan George Junus Aditjondro (GJA) tentang Korupsi Kepresidenan pun disebutkan, bahwa Rony sempat duduk sebagai komisaris dalam perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Hartati Murdaya di Sulawesi Tengah, dan direktur PT. Kia Mobil Indonesia (KMI). Selain itu ia juga duduk sebagai Komisaris PT. Andalusia Andrawina.
Selain Rony N. Hendropriyono, terdapat nama Edwin Soeryadjaya, anak kedua dari pengusaha William Soeryadjaya (pendiri Astra Internasional). Edwin tercatat bersama Sandiaga Uno (kini menajdi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta), mendirikan Saratoga Capital, perusahaan investasi terkemuka di Indonesia yang berkonsentrasi dalam bidang sumberdaya alam dan infrastuktur (Wikipedia, 2016).
Berangkat dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, kami mendesak dan menuntut:
1. Mendesak dan menuntut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar mengembalikan fungsi Tumpang Pitu sebagai Hutan Lindung, tempat penyangga kehidupan petani, nelayan dan (pelaku) pariwisata di Banyuwangi.
2. Mendesak dan menuntut Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, untuk mencabut Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan PT BSI yang telah menjarah dan menghancurkan Kawasan Gunung Tumpang Pitu, berikut mematikan sumber penghidupan petani, nelayan dan (pelaku) pariwisata di Banyuwangi.
3. Mendesak dan menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan adanya praktik koruptif atas penurunan statusan kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu menjadi Kawasan Hutan Produksi.
4. Mendesak dan menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan korupsi atas penerbitan IUP Operasi Produksi oleh Bupati Banyuwangi kepada PT BSI.
Melky Nahar
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang – JATAM
Phone: 0813 3803 6632
——–
Address: Jln. Mampang Prapatan IV, No 30 B – Jakarta Selatan 12790
Phone: 021-7997849
Fax: 021-7997174
Email: jatam@jatam.org
www.jatam.org
——–
Contact Person di Banyuwangi:
Rosdi Bahtiar Martadi
Phone: 0852 9448 9407
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang