Sungai Tercemar, Koalisi #SaveSagea Tuntut PT Weda Bay Nickel Hentikan Operasi


Siaran Pers

Sungai Tercemar, Koalisi #SaveSagea Tuntut PT Weda Bay Nickel Hentikan Operasi


Oleh JATAM

28 Oktober 2023





Beberapa tahun terakhir, Sungai Sagea—selama ini sebagai sumber penghidupan dan dikeramatkan oleh leluhur, mengalami pencemaran berulang. Pencemaran itu semakin sering terjadi sejak Juli hingga September 2023 lalu. Air sungai berubah warna menjadi keruh-kekuningan, menyebabkan ribuan warga kesulitan mengakses air bersih, hingga melumpuhkan aktivitas pariwisata komunitas di gua Bokimaruru.

Warga yang tergabung dalam koalisi #SaveSagea, kemudian mengamati langsung sebaran hulu-hilir pencemaran, lalu menganalisis penyebab keruhnya sungai Sagea. Hasilnya menunjukkan, bahwa meski sering keruh ketika terjadi hujan lebat, secara visual kekeruhan seperti saat ini berbeda dari sebelum dan lebih mirip sungai-sungai yang telah tercemar sedimen tambang seperti Kobe dan Waleh.

Selain itu, #SaveSagea mengumpulkan foto citra satelit dari bulan Maret hingga Agustus, dan ditemukan terdapat bukaan lahan dan pembuatan jalan di wilayah Sagea Atas yang mana kawasan tersebut masuk dalam konsesi PT. Weda Bay Nickel (WBN). PT. WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT. IWIP dan memiliki luas konsesi sebesar 45,065 Ha, dimana wilayah Sagea Atas (Jiguru, Bokimekot, Pintu, dll) juga termasuk dalam konsesi perusahaan.

Dari pantauan lapangan #SaveSagea, ditemukan terdapat pembuatan jalan untuk pengerahan alat pengeboran (eksplorasi) oleh PT. WBN. Sehingga pencemaran yang terjadi di sungai Sagea terindikasi kuat disebabkan oleh operasi PT WBN yang membuat jalan di atas anak sungai dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Sagea.

Temuan #SaveSagea pun sejalan dengan hasil kunjungan lapangan dari Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha, yang tertuang dalam berita acara kunjungan lapangan mereka pada 26 s.d. 27 Agustus 2023. Dalam poin 1 menyatakan bahwa secara faktual di lapangan sudah terdapat perubahan biofisik yang disebabkan faktor non alam / antropogenik (aktivitas manusia); kemudian pada poin 4 yang berbunyi: berdasarkan sebaran IUP di sekitar DAS Ake Sagea, perlu dilakukan pengawasan terpadu dan objektif terhadap aktivitas pertambangan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea memiliki luas 18.200,4 hektar (BPDAS Ake Malamo, 2023), dimana terdapat 3 sungai besar dan ratusan anak-anak sungai. Ironisnya, di sekitar DAS Sagea ini sudah terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang, sebagian konsesinya masuk dalam DAS Sagea, yaitu PT. Weda Bay Nickel seluas 6.858 Ha, PT. Dharma Rosadi Internasional seluas 341 Ha, PT. First Pasific Mining seluas 1.467 Ha, PT. Karunia Sagea Mineral seluas 463 Ha, dan PT. Gamping Mining Indonesia seluas 2.170 Ha. Dari 5 IUP di atas baru PT. WBN yang melakukan aktivitas di bagian hulu DAS Sagea.

Sehingga peristiwa keruhnya air Sungai Sagea tidak bisa dilepas-pisahkan dari DAS yang telah dirusak oleh PT. WBN. Ketika turun hujan material tanah bekas bukaan lahan akan tererosi ke sungai yang berdampak juga pada tercemarnya ekosistem sungai hingga terganggunya wilayah tangkap nelayan di hilir.

Untuk itu, kami warga Sagea dan Kiya, Halmahera Tengah menuntut pemerintah agar:

  1. Hentikan operasi PT. WBN di hulu DAS Sagea atau wilayah Sagea, serta segera evaluasi dan penegakan hukum yang tegas serta melakukan pemulihan atas kerusakan yang sudah terjadi.
  2. Segera lakukan penciutan konsesi PT WBN yang masuk di area DAS Sagea.
  3. Cabut seluruh Izin Tambang yang ada di sekitar DAS Sagea, mulai dari Dharma Rosadi Internasional, PT. First Pasific Mining, PT. Karunia Sagea Mineral, dan PT. Gamping Mining Indonesia.

 

 Narahubung:

Adlun Fiqri – 081314012618; Mardani – 081348511443

 







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Sungai Tercemar, Koalisi #SaveSagea Tuntut PT Weda Bay Nickel Hentikan Operasi


Share


Oleh JATAM

28 Oktober 2023



Beberapa tahun terakhir, Sungai Sagea—selama ini sebagai sumber penghidupan dan dikeramatkan oleh leluhur, mengalami pencemaran berulang. Pencemaran itu semakin sering terjadi sejak Juli hingga September 2023 lalu. Air sungai berubah warna menjadi keruh-kekuningan, menyebabkan ribuan warga kesulitan mengakses air bersih, hingga melumpuhkan aktivitas pariwisata komunitas di gua Bokimaruru.

Warga yang tergabung dalam koalisi #SaveSagea, kemudian mengamati langsung sebaran hulu-hilir pencemaran, lalu menganalisis penyebab keruhnya sungai Sagea. Hasilnya menunjukkan, bahwa meski sering keruh ketika terjadi hujan lebat, secara visual kekeruhan seperti saat ini berbeda dari sebelum dan lebih mirip sungai-sungai yang telah tercemar sedimen tambang seperti Kobe dan Waleh.

Selain itu, #SaveSagea mengumpulkan foto citra satelit dari bulan Maret hingga Agustus, dan ditemukan terdapat bukaan lahan dan pembuatan jalan di wilayah Sagea Atas yang mana kawasan tersebut masuk dalam konsesi PT. Weda Bay Nickel (WBN). PT. WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT. IWIP dan memiliki luas konsesi sebesar 45,065 Ha, dimana wilayah Sagea Atas (Jiguru, Bokimekot, Pintu, dll) juga termasuk dalam konsesi perusahaan.

Dari pantauan lapangan #SaveSagea, ditemukan terdapat pembuatan jalan untuk pengerahan alat pengeboran (eksplorasi) oleh PT. WBN. Sehingga pencemaran yang terjadi di sungai Sagea terindikasi kuat disebabkan oleh operasi PT WBN yang membuat jalan di atas anak sungai dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Sagea.

Temuan #SaveSagea pun sejalan dengan hasil kunjungan lapangan dari Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha, yang tertuang dalam berita acara kunjungan lapangan mereka pada 26 s.d. 27 Agustus 2023. Dalam poin 1 menyatakan bahwa secara faktual di lapangan sudah terdapat perubahan biofisik yang disebabkan faktor non alam / antropogenik (aktivitas manusia); kemudian pada poin 4 yang berbunyi: berdasarkan sebaran IUP di sekitar DAS Ake Sagea, perlu dilakukan pengawasan terpadu dan objektif terhadap aktivitas pertambangan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea memiliki luas 18.200,4 hektar (BPDAS Ake Malamo, 2023), dimana terdapat 3 sungai besar dan ratusan anak-anak sungai. Ironisnya, di sekitar DAS Sagea ini sudah terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang, sebagian konsesinya masuk dalam DAS Sagea, yaitu PT. Weda Bay Nickel seluas 6.858 Ha, PT. Dharma Rosadi Internasional seluas 341 Ha, PT. First Pasific Mining seluas 1.467 Ha, PT. Karunia Sagea Mineral seluas 463 Ha, dan PT. Gamping Mining Indonesia seluas 2.170 Ha. Dari 5 IUP di atas baru PT. WBN yang melakukan aktivitas di bagian hulu DAS Sagea.

Sehingga peristiwa keruhnya air Sungai Sagea tidak bisa dilepas-pisahkan dari DAS yang telah dirusak oleh PT. WBN. Ketika turun hujan material tanah bekas bukaan lahan akan tererosi ke sungai yang berdampak juga pada tercemarnya ekosistem sungai hingga terganggunya wilayah tangkap nelayan di hilir.

Untuk itu, kami warga Sagea dan Kiya, Halmahera Tengah menuntut pemerintah agar:

  1. Hentikan operasi PT. WBN di hulu DAS Sagea atau wilayah Sagea, serta segera evaluasi dan penegakan hukum yang tegas serta melakukan pemulihan atas kerusakan yang sudah terjadi.
  2. Segera lakukan penciutan konsesi PT WBN yang masuk di area DAS Sagea.
  3. Cabut seluruh Izin Tambang yang ada di sekitar DAS Sagea, mulai dari Dharma Rosadi Internasional, PT. First Pasific Mining, PT. Karunia Sagea Mineral, dan PT. Gamping Mining Indonesia.

 

 Narahubung:

Adlun Fiqri – 081314012618; Mardani – 081348511443

 



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang