Sungai Malinau Bukan Toilet Tambang!
Siaran Pers
Sungai Malinau Bukan Toilet Tambang!
Oleh JATAM
12 Februari 2021
Cabut izin PT KPUC, dan seluruh tambang di DAS Malinau, Pidanakan Perusahaan dan Pulihkan Ekosistem Sungai.
[Tarakan, Kalimantan Utara, 12 Februari 2021] Tanggul penampung limbah tambang yang diduga berasal dari kolam Tuyak milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) jebol pada Minggu (7/02/2021), sekitar Pkl 21.00 WITA. Limbah tambang itu mengalir dan mencemari Sungai Malinau. Akibat pencemaran itu, air sungai menjadi keruh-kecoklatan, ratusan ikan ditemukan mati mengambang, dan ekosistem sungai menjadi rusak.
Selain itu, akses terhadap air bersih pun terganggu, setidaknya dialami warga yang tersebar di 14 desa sekitar DAS Malinau (Desa Sengayan, Langap, Long Loreh, Gongsolok, Batu Kajang, Setarap, Setulang, Setaban), DAS Mentarang (Lidung keminci dan Pulau Sapi), DAS Sesayap (Desa Tanjung Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu, dan Malinau Kota).
Bahkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Apa’ Mening menghentikan layanan air bersih sejak Senin, 8 Februari 2021 lalu akibat sumber air baku PDAM dari Sungai Malinau yang tercemar parah. Guna memenuhi kebutuha air bersih, warga pun terpaksa menadah air hujan.
Kejadian tanggul limbah tambang batubara yang jebol dan mencemari sungai Malinau pada 7 Februari lalu, sesungguhnya bukan yang pertama. JATAM Kaltara mencatat, pencemaran sungai Malinau oleh aktivitas tambang di kawasan hulu dan sepanjang DAS Malinau sudah terjadi sejak 2010, 2011, 2012, 2017, dan pada 7 Februari kemarin.
Pada 4 Juli 2017, misalnya, tanggul kolam pengendapan (settling pond/sediment pond) di Pit Betung milik PT Baradinamika Muda Sukses (PT. BMS) juga jebol dan mengakibatkan pencemaran di lokasi yang nyaris sama.
Kala itu PDAM Malinau menyatakan kekeruhan air baku pada sungai tersebut mencapai 80 kali lipat dari 25 NTU (nephelometric turbidity unit) menjadi 1.993 NTU yang mengacu pada Kepmen Kesehatan NO 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Pada saat itu, PDAM setempat juga mematikan pelayanan air bersih selama 3 hari, sejak tanggal 7 hingga 9 Juli 2017.
Atas kejadian itu, Dinas ESDM Provinsi Kaltara mengeluarkan teguran dan penghentian sementara untuk empat perusahaan tambang batubara di Malinau Selatan, yakni PT MA (No. surat 540/558/ESDM.II/VI/2017), PT BM (No. surat 540/557/ESDM.II/VI/2017), PT Kayan Prima Utama Coal (No. surat 540/555/ESDM.II/VI/2017), dan PT Atha Marth Naha Kramo (No. surat 540/556/ESDM.II/VI/2017).
Kejadian yang terus berulang tanpa ada evaluasi, penegakan hukum, dan pemulihan itu, patut diduga dilakukan secara sengaja oleh perusahaan tambang. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban penampungan limbah tambang itu sendiri.
Kejadian serupa berpotensi besar akan terus terjadi, sebab saat ini, terdapat lima perusahaan pemegang izin usaha pertambangan yang konsesinya berada pada hulu dan badan sungai Malinau. Kelima perusahaan itu, antara lain PT Artha Marth Naha Kramo (AMNK), PT Amarta Teknik Indonesia (ATI), PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), PT Baradinamika MudaSukses (BM), dan PT Mitrabara Adiperdana (MA).
PT KPUC yang diduga pemilik tanggul yang jebol hingga terjadi pencemaran berat Sungai Malinau itu, beroperasi di kawasan hutan, dan telah diberikan dua Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup melalui IPPKH No SK 396/Menhut-II/2013, dengan luas 3.973,44 hektar dan No SK 157/Menhut- II/2009 seluas 502,59 hektar, masing-masing diterbitkan pada 2009 dan 2013 oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, lalu diperpanjang hingga menteri saat ini, Siti Nurbaya Bakar.
PT KPUC juga, diduga melakukan pemindahan paksa atas komunitas masyarakat adat di tiga desa, yakni Desa Punan Rian, Desa Langap, dan Desa Seturan. Tidak ada kejelasan proses dan penanganan pemindahan yang dilakukan perusahaan tambang ini.
Di sungai Sesayap — sebagai salah satu yang tercemar — juga terdapat habitat mamalia air langka, yakni Ikan Pesut. Keberadaan mamalia air ini semakin langka akibat habitatnya semakin tercemar dan terkungkung oleh aktivitas pertambangan batubara.
Siapa Untung di Balik PT Kayan Putra Utama Coal?
Berdasarkan dokumen profil beneficial ownership milik perusahaan yang didapat dari Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, terdapat sejumlah aktor penerima manfaat di balik PT KPUC.
Sejumlah nama itu, antara lain Soesanto [direktur], Gunawan Santoso [direktur utama], Lauw Kardono Lesmono [komisaris dan pemegang saham], Hendry Lesmana [pemegang saham], Soegwanto [komisaris dan pemegang saham], Ery Santi [direktur], dan Juanda Lesmana [komisaris utama dan pemegang saham].
Nama terakhir itu, Juanda Lesmana, adalah salah satu orang berpengaruh di Kaltara. Di masa lalu, dia pemain penting dalam industri perkayuan, perkapalan, dan perhotelan. Juanda adalah pemilik Hotel Bumi Kayan, Tarakan Plaza, dan Hotel Bumi Segah di Tanjung Redeb, Berau.
Juanda dikenal akrab dengan pejabat-pejabat daerah, provinsi, hingga pusat. Bisnisnya melebar di bidang Pertambangan (PT KPUC), Perkebunan (PT Kayan Plantation), Perkapalan (PT Kayan Marine Shipyard). Kini, KPP Group sebagai perusahaan terbesar di Kalimantan Utara.
Juanda Lesmana juga dikenal dekat dan mendukung pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltara terpilih pada Pilgub 2020 lalu, yakni pasangan Zainal Paliwang dan Yansen Tipa Padan. Zainal dan wakilnya pak Yansen TP yang merupakan mantan Bupati Malinau akan segera dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur pada 15 Februari 2021 mendatang.
Relasi kepentingan ekonomi dan politik itu, berdampak pada hilangnya penegakan hukum yang tegas, sebagaimana yang terjadi di kasus jebolnya tanggul di Malinau. Situasi krisis itu. hanyalah puncak gunung es dari permasalahan lingkungan hidup dan daya rusak aktivitas pertambangan di Indonesia. Trend ini akan terus meningkat seiring telah disahkannya UU Minerba No 3 Tahun 2020 dan UU Cipta Kerja No 11 tahun 2020.
Tindak Tegas Pejabat dan Korporasi
Kejadian yang terus berulang, dan berpotensi terus terjadi, dimana mengorbankan lingkungan dan ekosistem sungai serta hak hidup masyarakat setempat, adalah contoh buruk atas praktik kekuasaan yang lebih berpihak kepada korporasi dan pejabat terkait yang berwenang.
Pencemaran sungai Malinau, dan DAS lainnya di Kalimantan Utara itu, berikut aktor-aktor di baliknya, harus ditindak-tegas secara tuntas dan terbuka. Dugaan pelanggaran seperti aktivitas tambang yang tidak sesuai dengan dokumen lingkungan hidup atau telah terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup seperti yang terjadi di Sungai Malinau pada 7 Februari lalu, mesti menyasar pada korporasi yang tidak bertanggung jawab, bahkan cenderung terdapat faktor kesengajaan.
Sesuai dengan asas Premium Remedium yang dianut oleh UU PPLH, harus diusut pula dugaan pidana lingkungan hidupnya secara bersamaan, tidak hanya sekedar sanksi administratif. Pihak kepolisian dapat melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana terkait dengan dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan secara bersama-sama dan berkoordinasi dengan pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terhadap perusahaan pertambangan batubara yang mencemari sungai malinau, sebagaimana ketentuan Pasal 94 UU PPLH.
Narahubung:
Andry Usman – JATAM Kaltara – 082250419406
Muh Jamil – JATAM Nasional – 082156470477
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang