Stop Kriminalisasi Petani, Cabut dan Proses Hukum PT. GKP di Pulau Wawonii!


Siaran Pers

Stop Kriminalisasi Petani, Cabut dan Proses Hukum PT. GKP di Pulau Wawonii!


Oleh JATAM

27 Agustus 2019





Ketegangan dan konflik sosial di Wawonii Tenggara, Kab. Konawe Kepulauan (Konkep) kian memanas. Situasi ini dipicu oleh ulah PT Gema Kreasi Perdana (GKP), melalui sejumlah karyawannya yang mengaku diperintah oleh pimpinan/direktur untuk melakukan perampasan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga/petani, pada 22 Agustus 2019, tengah malam.

Hingga saat ini, situasi di lokasi belum kondusif, sebab pihak perusahaan terus berupaya memaksa dan melakukan perampasan lahan, berikut Pemda Kabupaten Konkep, Gubernur Sulawesi Tenggara maupun Polda Sultra yang tak kunjung mengambil tindakan untuk menghentikan aktivitas PT. GKP. Situasi ini,juga berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih besar dan meluas, melibatkan warga Wawonii selaku pemilik dan penguasa lahan melawan pihak PT. GKP.

Peristiwa penerobosan lahan warga yang terjadi pada 22 Agustus 2019, tengah malam kemarin, adalah bukan yang pertama. Sebelumnya, pada Selasa, 9 Juli 2019 dan Selasa, 16 Juli 2019 lalu, PT GKP juga melakukan penerobosan lahan warga.

Tindakan PT. GKP ini adalah bentuk main hakim sendiri, sewenang-wenang, melawan hukum dan menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mulai dari hak milik, hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak untuk hidup tentram tanpa gangguan/ancaman, dan hak kehidupan layak.

Di lain pihak, Pemda Konkep, Gubernur Sultra dan Polda Sultra turut melakukan pelanggaran HAM berupa pembiaran (by omission) tindakan sewenang-wenang perusahaan yang merampas hak asasi warga tersebut.

Padahal, kasus ini sedang dalam proses penyelidikan Polda Sultra atas laporan perusahaan terhadap tiga orang warga Wawonii dengan sangkaan menghalangi kegiatan tambang sesuai Pasal 162 Jo. Pasal 136 UU Minerba. Dalam hal ini Polda Sultra tidak bertindak profesional, harusnya bekerja cepat melakukan penyelidikan dan mencegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan para pihak dan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Justru melakukan pengawalan terhadap tindakan sewenang-wenang PT. GKP.

Warga Wawonii memiliki bukti kuat atas pemilikan dan penguasaan lahan, di lain pihak PT. GKP yang mengklaim lahan warga harusnya bertindak berdasarkan hukum dengan mengajukan gugatan hak terhadap warga. Jika kiranya perusahaan merasa punya hak maka silahkan dibuktikan di pengadilan dan meminta hakim untuk melakukan eksekusi. Bukannya meminta pengawalan aparat untuk main hakim sendiri.

Konflik agraria yang terjadi di Konkep adalah bukti bahwa pemerintah daerah maupun pusat belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat di Kab. Konkep dalam mengelola sumber-sumber agraria.

Penyelesaian konflik agraria di Konkep selama ini dilakukan dengan pendekatan intimidatif dan diskriminatif dengan dalih melindungi investasi, bukan bekerja sebagiamana mestinya sebagai penegak hukum. Tidak kalah pentingnya adalah Kab. Konkep merupakan wilayah pelaksanaan redistribusi lahan di Sultra melalui pelepasan kawasan hutan dengan skema reforma agraria seluas 14 ribu hektar. Dilaksanakan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sultra yang dibentuk oleh Gubernur Sultra sejak Februari 2019. Kegiatan redistribusi lahan di Kab. Konkep menjadi prioitas kerja dalam kerangka implementasi dari agenda besar reforma agraria Presiden Joko Widodo.

Fakta lain, Pulau Wawonii yang merupakan pulau kecil dengan luas ±1500 km2 sesungguhnya harus bebas dari aktivitas ekstraktif, utamanya bagi pertambangan, sehingga  melanggar Pasal 35 huruf i dan k UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pada pokoknya melarang penambangan pasir dan mineral pada wilayah yang secara teknis, ekologis, sosial dan budaya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat.

Maka, bersama ini kami menyatakan dan menuntut:

  1. Kapolri RI untuk mengusut dan mengevaluasi kebijakan Kapolda Sultra terkait pengamanan investasi PT. GKP di wilayah Wawonii;
  2. Kapolda Sultra untuk segera melakukan upaya penyelidikan-penyidikan terkait dugaan penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga yang diduga dilakukan oleh karyawan PT. GKP selaku pelaku lapangan dan pimpinan/direktur operasional selaku otak peristiwa;
  3. Kapolda Sultra untuk menindak tegas aparat kepolisian yang melakukan intimidasi terhadap warga di lapangan;
  4. Gubernur Sultra untuk segera mencabut IUP PT. GKP;
  5. Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh PT. GKP, Polda Sultra dan Gubernur Sultra;
  6. Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran penambangan di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil;
  7. KPK RI untuk mengusut dugaan korupsi (penyalahgunaan kewenangan dan gratifikasi) terkait perizinan dan operasi pertambangan PT. GKP.

Kendari, 27 Agustus 2019

 

Kontak Person:

Labaa – Warga/Pemilik Lahan – 085242430458

Edy Kurniawan – LBH Makassar-YLBHI/Kuasa Hukum Warga – 085395122233

Torop – KPA Sultra – 085217643877

Udin – WALHI Sultra – 081245818696

Kisran Makati – PUSPAHAM – 085215355299

Anselmus Masiku – LBH Kendari/Kuasa Hukum Warga – 08114000808

Hurlan – FRBW – 081242097581

Erik – GMNI – 082291297607

Yayan Reskiawan – Komdes Sultra – 085241306808

Melky Nahar – JATAM – 081319789181







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Stop Kriminalisasi Petani, Cabut dan Proses Hukum PT. GKP di Pulau Wawonii!


Share


Oleh JATAM

27 Agustus 2019



Ketegangan dan konflik sosial di Wawonii Tenggara, Kab. Konawe Kepulauan (Konkep) kian memanas. Situasi ini dipicu oleh ulah PT Gema Kreasi Perdana (GKP), melalui sejumlah karyawannya yang mengaku diperintah oleh pimpinan/direktur untuk melakukan perampasan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga/petani, pada 22 Agustus 2019, tengah malam.

Hingga saat ini, situasi di lokasi belum kondusif, sebab pihak perusahaan terus berupaya memaksa dan melakukan perampasan lahan, berikut Pemda Kabupaten Konkep, Gubernur Sulawesi Tenggara maupun Polda Sultra yang tak kunjung mengambil tindakan untuk menghentikan aktivitas PT. GKP. Situasi ini,juga berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih besar dan meluas, melibatkan warga Wawonii selaku pemilik dan penguasa lahan melawan pihak PT. GKP.

Peristiwa penerobosan lahan warga yang terjadi pada 22 Agustus 2019, tengah malam kemarin, adalah bukan yang pertama. Sebelumnya, pada Selasa, 9 Juli 2019 dan Selasa, 16 Juli 2019 lalu, PT GKP juga melakukan penerobosan lahan warga.

Tindakan PT. GKP ini adalah bentuk main hakim sendiri, sewenang-wenang, melawan hukum dan menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mulai dari hak milik, hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak untuk hidup tentram tanpa gangguan/ancaman, dan hak kehidupan layak.

Di lain pihak, Pemda Konkep, Gubernur Sultra dan Polda Sultra turut melakukan pelanggaran HAM berupa pembiaran (by omission) tindakan sewenang-wenang perusahaan yang merampas hak asasi warga tersebut.

Padahal, kasus ini sedang dalam proses penyelidikan Polda Sultra atas laporan perusahaan terhadap tiga orang warga Wawonii dengan sangkaan menghalangi kegiatan tambang sesuai Pasal 162 Jo. Pasal 136 UU Minerba. Dalam hal ini Polda Sultra tidak bertindak profesional, harusnya bekerja cepat melakukan penyelidikan dan mencegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan para pihak dan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Justru melakukan pengawalan terhadap tindakan sewenang-wenang PT. GKP.

Warga Wawonii memiliki bukti kuat atas pemilikan dan penguasaan lahan, di lain pihak PT. GKP yang mengklaim lahan warga harusnya bertindak berdasarkan hukum dengan mengajukan gugatan hak terhadap warga. Jika kiranya perusahaan merasa punya hak maka silahkan dibuktikan di pengadilan dan meminta hakim untuk melakukan eksekusi. Bukannya meminta pengawalan aparat untuk main hakim sendiri.

Konflik agraria yang terjadi di Konkep adalah bukti bahwa pemerintah daerah maupun pusat belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat di Kab. Konkep dalam mengelola sumber-sumber agraria.

Penyelesaian konflik agraria di Konkep selama ini dilakukan dengan pendekatan intimidatif dan diskriminatif dengan dalih melindungi investasi, bukan bekerja sebagiamana mestinya sebagai penegak hukum. Tidak kalah pentingnya adalah Kab. Konkep merupakan wilayah pelaksanaan redistribusi lahan di Sultra melalui pelepasan kawasan hutan dengan skema reforma agraria seluas 14 ribu hektar. Dilaksanakan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sultra yang dibentuk oleh Gubernur Sultra sejak Februari 2019. Kegiatan redistribusi lahan di Kab. Konkep menjadi prioitas kerja dalam kerangka implementasi dari agenda besar reforma agraria Presiden Joko Widodo.

Fakta lain, Pulau Wawonii yang merupakan pulau kecil dengan luas ±1500 km2 sesungguhnya harus bebas dari aktivitas ekstraktif, utamanya bagi pertambangan, sehingga  melanggar Pasal 35 huruf i dan k UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pada pokoknya melarang penambangan pasir dan mineral pada wilayah yang secara teknis, ekologis, sosial dan budaya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat.

Maka, bersama ini kami menyatakan dan menuntut:

  1. Kapolri RI untuk mengusut dan mengevaluasi kebijakan Kapolda Sultra terkait pengamanan investasi PT. GKP di wilayah Wawonii;
  2. Kapolda Sultra untuk segera melakukan upaya penyelidikan-penyidikan terkait dugaan penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga yang diduga dilakukan oleh karyawan PT. GKP selaku pelaku lapangan dan pimpinan/direktur operasional selaku otak peristiwa;
  3. Kapolda Sultra untuk menindak tegas aparat kepolisian yang melakukan intimidasi terhadap warga di lapangan;
  4. Gubernur Sultra untuk segera mencabut IUP PT. GKP;
  5. Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh PT. GKP, Polda Sultra dan Gubernur Sultra;
  6. Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran penambangan di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil;
  7. KPK RI untuk mengusut dugaan korupsi (penyalahgunaan kewenangan dan gratifikasi) terkait perizinan dan operasi pertambangan PT. GKP.

Kendari, 27 Agustus 2019

 

Kontak Person:

Labaa – Warga/Pemilik Lahan – 085242430458

Edy Kurniawan – LBH Makassar-YLBHI/Kuasa Hukum Warga – 085395122233

Torop – KPA Sultra – 085217643877

Udin – WALHI Sultra – 081245818696

Kisran Makati – PUSPAHAM – 085215355299

Anselmus Masiku – LBH Kendari/Kuasa Hukum Warga – 08114000808

Hurlan – FRBW – 081242097581

Erik – GMNI – 082291297607

Yayan Reskiawan – Komdes Sultra – 085241306808

Melky Nahar – JATAM – 081319789181



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang