Stop Jadikan Sungai Malinau sebagai Toilet Tambang Milik Jepang
Kampanye
Stop Jadikan Sungai Malinau sebagai Toilet Tambang Milik Jepang
Oleh JATAM
12 September 2017
[Jakarta – Malinau, 11 September 2017] Sanggahan PT. Mitrabara Adiperdana (PT. MA) yang disampaikan melalui pernyataan media pada Jumat (08/09/17) lalu penuh dengan klaim tidak mendasar dan bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Pernyataan yang disebar ke berbagai media tersebut sepintas mengesankan bahwa PT. MA adalah perusahaan yang tunduk pada peraturan serta bersih dari perbuatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kenyataan di lapangan maupun dari dokumen yang ada justru dengan jelas menunjukkan sebaliknya, bahwa PT. MA telah berulang kali melakukan pencemaran ke badan Sungai Malinau, Provinsi Kalimantan Utara sejak 2010.
Klaim bahwa PT. MA dan anak perusahaannya, PT. Baradinamika Mudasukses (PT. BDMS), telah menerapkan sistem pengelolaan air tambang yang sesuai dengan baku mutu lingkungan bertolak belakang dengan surat teguran dan sanksi dari Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Kalimantan Utara. Dalam surat bernomor 540/557/ESDM.II/VI/2017 dan 540/558/ESDM.II/VI/2017 tersebut, berdasarkan inspeksi lapangan kedua perusahaan ini dinyatakan tidak patuh dalam melaksanakan ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam bidang pertambangan baik dari aspek teknis pertambangan, lingkungan hidup maupun kesehatan dan keselamatan kerja.
Ketentuan dan peraturan yang dimaksud adalah:
- UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Pasal 96 ayat e yang berbunyi “Pengelolaan sisa tambang dari kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkunganâ€
- Pasal 97 berbunyi “Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standard dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerahâ€
- Pasal 98 berbunyi “Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumberdaya air yang bersangkutan sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undanganâ€
- UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
- PP No. 55 tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Minerba, pasal 16 huruf h “Pengelolaan lingkunganhidup, reklamasi dan pasca tambangâ€
- Permen ESDM No. 34 tahun 2017 tentang perijinan di Bidang Minerba, Bab VII tentang Hak, Kewajiban dan Larangan, pasal 26 ayat 1 dan 2.
- Permen ESDM No. 34 tahun 2017 tentang perijinan di Bidang Minerba, bab IX tentang sanksi administratif.
- Kepmen Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995 tantang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum pasal 10 yang berbunyi “Air yang berassal dari kegiatan pertambangan sebelum dialirkan ke perairan harus diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi baku mutu lingkungan sesuai dengan peraturan perundang0undangan yang berlakuâ€
- Kepmen Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
Meminjamkan settling pond adalah pelanggaran dan salah satu biang masalah
Dalam surat Dinas ESDM Kaltara yang bernomor 540/557/ESDM.II/VI/2017, PT. BDMS mendapatkan teguran keras atas kelalaian dan ketidakpatuhan dalam melaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak diperbolehkan lagi meminjamkan settling pond (kolam pengendapan) kepada PT. MA. Jika tidak melaksanakan rekomendasi ini maka IUP Operasi Produksi PT. BDMS akan dicabut permanen (surat terlampir).
Masalah belum selesai, sanksi belum dijalankan
Sedangkan dalam surat Dinas ESDM Kaltara yang bernomor 540/558/ESDM.II/VI/2017, PT MA juga dinyatakan lalai dan tidak patuh menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta memberikan sanksi penghentian operasi pertambangan selama 60 hari. Jika dalam jangka waktu tersebut PT. MA tidak mengindahkan rekomendasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku, maka izin PT. MA akan dicabut permanen. Di lapangan, PT. MA masih tetap melakukan aktifitas penambangan meskipun sanksi penghentian sementara ini masih berlaku.
Menganggap Enteng Sanksi Administratif, Melecehkan UU Lingkungan Hidup
Selain itu, dalam pernyataan medianya, PT. MA secara arogan juga menyebutkan bahwa sanksi dan rekomendasi dari Dinas ESDM Kaltara hanya bersifat administratif dan sudah ditindaklanjuti dengan baik oleh PT. MA. Padahal dalam UU PPLH, pencemaran sungai merupakan salah satu tindak pidana lingkungan hidup. Sesuai dengan asas Premium Remedium yang dianut oleh UU PPLH, maka peristiwa ini harus diusut pula dugaan pidananya, secara bersamaan, pernyataan PT.MA yang menyatakan bahwa sanksi hanya bersifat administratif telah melecehkan wibawa UU PPLH, menganggap enteng sanksi dari pemerintah.
Sanksi Dinas ESDM Urung Ditegakkan oleh PT. MA
Klaim bahwa PT. MA menerapkan pengelolaan air tambang yang sesuai dengan baku mutu lingkungan; menanggulangi jebolnya tanggul limbah dengan cepat; serta telah menindaklanjuti rekomendasi Dinas ESDM dengan baik, hingga saat ini sama sekali belum terbukti. Jika memang PT. MA telah melakukan rekomendasi Dinas ESDM Kaltara dan sanksinya telah dicabut, seharusnya ada surat resmi tertulis dari Dinas ESDM Kaltara terkait hal tersebut, belum ada surat yang dikeluarkan pemerintah yang menyatakan bahwa sanksi sudah dicabut dan perbaikan telah dilakukan oleh PT.MA. Justru yang terjadi selama ini PT. MA selalu mendapatkan teguran, sanksi dan rekomendasi berulang-ulang atas pengelolaan limbah dan pencemaran yang terjadi terus-menerus. JATAM mencatat, peristiwa ini sudah berulang-ulang, bahkan sejak ada demo besar 25 juni 2012 lalu oleh masyarakat sepanjang bantaran Sungai Malinau kepada PT BDMS di depan Kantor Bupati dan Polres Malinau, saat itu juga kedua perusahaan ini berjanji hal yang serupa untuk memperbaiki pengelolaan limbahnya.
Bahkan dalam perstiwa jebolnya tanggul limbah pada 4 Juli 2017, PDAM Kabupaten Malinau menyatakan bahwa tingkat kekeruhan air baku pada Sungai Malinau meningkat tajam. Tingkat kekeruhan air baku meningkat hampir 80 kali lipat, dari 25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) menjadi 1.993 NTU. Menurut PDAM Malinau, limbah batubara yang mencemari sungai tersebut mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al203), Fero Oksida (Fe203), Kalsium Oksida (CaO), Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P205) dan Karbon.
Konsesi berada diatas Badan Sungai Malinau, Derita Rakyat akan terus berlanjut.
Peristiwa pencemaran sungai dan jebolnya tanggul limbah batubara yang terjadi berulang-ulang ini tidak lepas dari wilayah konsesi pertambangan batubara yang berada di atas badan Sungai Malinau. Selain PT. MA dan PT. BDMS, dua perusahaan lain yang konsesinya berada di atas Sungai Malinau dan turut serta mencemari adalah PT. Kayan Putra Utama Coal dan PT. Atha Marth Naha Kramo.
Memberikan konsesi yang berada diatas badan sungai Malinau adalah sebuah pelanggaran yang tidak dapat diterima dan akan selalu mengancam kehidupan masyarakat sekitar sungai Malinau.
Selain kasus pencemaran sungai dan jebolnya tanggul limbah PT. MA dan PT BM, JATAM pada 25 April 2017 lalu juga melaporkan dugaan pemalsuan dan duplikasi AMDAL yang dilakukan PT. MA pada Dirjen Penegakkan Hukum Kementerian LHK. JATAM menemukan, dalam AMDAL PT. MA muncul nama perusahaan lain yakni PT. Mestika Persada Raya, sehingga kuat dugaan bahwa perusahaan ini melakukan copy-paste AMDAL dari perusahaan lain, begitu pula dugaan copypaste pada AMDAL PT.BDMS yang masih mencantumkan nama Kabupaten dan Bupati Berau tertera dalam AMDALnya.
Menambang Malinau, Menghancurkan Komitmen Kabupaten Konservasi
Kabupaten Malinau sendiri merupakan hulu dari sungai-sungai besar di Kaltara dan Kaltim. Dengan membiarkan sungai Malinau dikotori limbah batubara, maka juga akan meluaskan kerusakan dan pencemaran hingga ke wilayah lain di hilir. Di sisi lain, 50 persen hutan di Kabupaten Malinau merupakan bagian dari Taman Nasional Kayan Mentarang yang merupakan salah satu Jantung Borneo. Atas dasar itu pula pada 5 Juli 2005 Kabupaten Malinau Mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Konservasi.
Mengingat pentingnya Kabupaten Malinau dan Sungai Malinau sebagai penyangga keanekaragaman hayati di Kaltara dan Kaltim, maka Kabupaten Malinau harus bersih dari aktifitas pertambangan dan tidak lagi menjadikan dirinya sebagai toilet investasi energi kotor. Pemerintah Provinsi Kaltara harus mengevaluasi semua Izin tambang di Malinau dan Mencabut seluruhnya karena sesuai dengan komitmennya mentahbiskan Malinau sebagai Kabupaten Konservasi.
Menerangi Jepang, Menjadikan Toilet Tambang Sungai Malinau
Kehadiran investasi jepang melalui dua perusahaan ini, PT. MA dan PT. BDMS yang disokong uang 24 Juta USD oleh JBIC dan 30 persen saham yang diakuisisi oleh Idemitsu Kosan, sebuah perusahaan energi asal jepang apalagi 37 persen dari hasil keruk batubaranya juga diekspor demi memenuhi kebutuhan listrik Jepang, menunjukkan secara telanjang bahwa semua lingkaran pertambangan oleh perusahaan batubara ini hanya menguntungkan Jepang dan hanya menjadikan sungai-sungai Malinau sebagai toilet, tempat mereka membuang limbah.
Dikeluarkan oleh;
Jaringan Advokasi Tambang – Nasional
Jaringan Advokasi Tambang – Kaltara
Kontak ; +62 857 8198 5822 (Ki Bagus Hadikusuma)
       +62 813 1978 9181 (Melky Nahar)
       +62 813 46461111 (Theodorus – Malinau)
Lampiran:
- [Pernyataan PDAM Malinau] Perusaaan Dinilai Tak Punya Itikad Baik:Â http://bulungan.prokal.co/read/news/8397-perusahaan-dinilai-tak-punya-iktikad-baik.html
- [Siaran Pers JATAM 25 April 2017] PT Mitrabara Adiperdana Copypaste AMDAL dan Menghancurkan Lingkungan Malinau Selatan:Â https://www.jatam.org/2017/04/25/pt-mitrabara-adiperdana-copy-paste-amdal-dan-menghancurkan-lingkungan-malinau-selatan/Â
- https://drive.google.com/drive/u/0/folders/0B97lyA-_OOY9WXZiMnF2NkZnaTQ
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang