Soroti Sektor Tambang Batu Bara di UU Cipta Kerja, JATAM Sebut Itu Bukan untuk Rakyat
Berita
Soroti Sektor Tambang Batu Bara di UU Cipta Kerja, JATAM Sebut Itu Bukan untuk Rakyat
Oleh JATAM
23 Oktober 2020
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran bersama koalisi Bersihkan Indonesia ditemukan bahwa Undang-undang Cipta Kerja tidaklah menguntungkan rakyat, melainkan menguntungkan sejumlah aktor-aktor pembuat UU tersebut. Sebab, berdasarkan hasil temuan, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor yang sesungguhnya diuntungkan dari adanya regulasi ini.
“Kami melakukan penelusuran atau tracing terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam pembahasan UU omnibus law Cipta Kerja, dan apa hubungannya dengan bisnis pertambangan termasuk batu bara,” ujar Merah dalam diskusi bertajuk ‘Relasi Bisnis dan Politik Dibalik UU Cipta Kerja (Omnibus Law)’, Jumat (23/10/2020).
“Ada 18 aktor total, dan mereka ini menghadapi apa yang disebut dengan korupsi politik sebagai konflik kepentingan,” kata Merah.
Merah mengatakan, selain sebagai pejabat publik, mereka juga duduk sebagai komisaris atau direksi di perusahan-perusahaan tambang dan energi.
“Mereka pejabat partai, mereka pengambil keputusan di partai utama, dan mereka juga mantan-mantan tim sukses yang ikut pemilu kemarin, di pipres kemarin, di berbagai kubu,” ujar Merah.
“Mereka juga terafiliasi dengan asosiasi-asosiasi bisnis. Jadi sebenarnya ini menjawab pertanyaan siapa yang diwakili oleh mereka, dan untuk siapa omnibus law Cipta Kerja itu,” kata dia.
Merah menilai, konflik kepentingan terlihat jelas dengan pasal-pasal yang dihasilkan, pasal-pasal yang dinilai menguntungkan oligarki.
Ia mencontohkan, penambahan pasal 128 A dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman yang menyatakan bahwa bagi pelaku usaha yang melakukan hilirisasi dan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara yakni pengenaan royalti sebesar nol persen.
Royalti merupakan iuran yang wajib dibayarkan pengusaha kepada negara setelah mengeruk sumber daya mineral dan batu bara. Royalti merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Pasal insentif royalti nol persen kepada perusahaan tambang batu bara yang melakukan peningkatan nilai tambah, pasal pemanfaatan ruang laut untuk industri batu bara, pasal pemutihan kejahatan kehutanan, ini semua ingin menyelamatkan mereka ini,” papar Merah.
“Ini menjelaskan duduk perkaranya, bahwa memang omnibus law ini bukan untuk rakyat, tapi untuk oligarki bisnis yang menopang kuasa poltik mereka selama ini,” tutur dia.
Sumber: Kompas.com
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang