Sepuluh Tahun Lumpur Lapindo, Negara Masih Abai


Siaran Pers

Sepuluh Tahun Lumpur Lapindo, Negara Masih Abai


Oleh JATAM

02 Mei 2016





Sudah 10 tahun Lumpur Lapindo menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat Sidoarjo. 29 Mei 2006 merupakan tanggal yang tak terlupakan bagi masyarakat yang berada di kawasan PT Lapindo Brantas Inc. Semburan gas pertama kali muncul di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) pusat semburan tersebut muncul. Dan sumur tersebut merupakan sumur eksplorasi gas milik PT Lapindo Brantas Inc.

Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.

Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.

Namun menjelang 10 tahun lumpur Lapindo, PT. Lapindo Brantas malah merencanakan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Sungguh-sungguh perusahaan ini tak punya malu…!!!

Kemana pemerintah pusat yang yang katanya akan hadir dalam persoalan ini? Hanya sekedar mengganti rugi dengan lembaran uang yang takseberapa, padahal masih banyak hal yang dirugikan oleh masyarakat bukan hanya sekedar materi. Bagaimana dengan masyarakat yang harus membutuhkan lingkungan yang sehat? Dan sekarang malah memberikan kembali peluang bagi Lapindo untuk mengkeruk kekayaan bumi Sidoarjo. Bagaikan peribahasa “hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali,” pemerintah tak belajar dari perilaku Lapindo dan atas apa yang terjadi di sumur Banjar Panji 1. Lebih dari itu, Pemerintah jelas mengabaikan psikologis dari masyarakat yang ada di sekitar Lumpur Lapindo.

Sumur Tanggulangin 1 yang berada di Desa Kedungbanten, hanya berjarak +2 Km dari tanggul Lumpur Lapindo, atau + 3 Km dari titik utama semburan lumpur. Padahal, di luar tanggul hingga berjarak antara 200-300 meter, sering ditemukan gelembung (buble) gas menyembur liar. Paling tidak, 1 Km dari tanggul lumpur merupakan kawasan atau zona merah semburan gas liar.

Dengan berjarak +2 kilometer dari tanggul lumpur, daerah sumur Tanggulangin 1 rentan menimbulkan semburan baru. Mengambil argumentasi Lapindo, yang mengkambing-hitamkan gempa Yogyakarta pada 2006 lalu, yang berjarak sekitar 250 kilometer sebagai penyebab semburan, maka pengeboran Tanggulangin 1 selayaknya tidak diperbolehkan.

Kejadian semburan lumpur Lapindo, yang terjadi hampir 10 tahun lalu, masih banyak meninggalkan persoalan: Dana kompensasi, masalah sosial, ekonomi hingga lingkungan, khususnya kualitas udara dan air yang ada sekitar tanggul. Seharusnya Pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan menghentikan semua aktivitas di Blok Brantas milik Lapindo, karena persoalan-persoalan itu yang belum tuntas.

Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan keselamatan rakyat, yang saat ini sudah tentu was-was akan rencana Lapindo. Mestinya, Pemerintah memaksa Lapindo untuk menuntaskan kewajibannya, menyelesaikan persoalan semburan lumpur di sumur Banjar Panji 1. Tentu saja yang tidak kalah penting adalah mengembalikan dana talangan sebesar Rp 7,8 triliun yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Bukannya memberikan kesempatan kepada Lapindo untuk mengebor kembali.

Tidak ada alasan apa pun yang tepat untuk membiarkan Lapindo meneruskan rencananya melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Apalagi, kalau disebut pengeboran itu untuk membayar utang. Lapindo bukanlah perusahaan tunggal, jika perusahaan ini dan pemiliknya sungguh-sungguh mau bertanggung jawab, bukanlah perkara besar bagi Bakrie Brothers Tbk.







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Sepuluh Tahun Lumpur Lapindo, Negara Masih Abai


Share


Oleh JATAM

02 Mei 2016



Sudah 10 tahun Lumpur Lapindo menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat Sidoarjo. 29 Mei 2006 merupakan tanggal yang tak terlupakan bagi masyarakat yang berada di kawasan PT Lapindo Brantas Inc. Semburan gas pertama kali muncul di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) pusat semburan tersebut muncul. Dan sumur tersebut merupakan sumur eksplorasi gas milik PT Lapindo Brantas Inc.

Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.

Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.

Namun menjelang 10 tahun lumpur Lapindo, PT. Lapindo Brantas malah merencanakan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Sungguh-sungguh perusahaan ini tak punya malu…!!!

Kemana pemerintah pusat yang yang katanya akan hadir dalam persoalan ini? Hanya sekedar mengganti rugi dengan lembaran uang yang takseberapa, padahal masih banyak hal yang dirugikan oleh masyarakat bukan hanya sekedar materi. Bagaimana dengan masyarakat yang harus membutuhkan lingkungan yang sehat? Dan sekarang malah memberikan kembali peluang bagi Lapindo untuk mengkeruk kekayaan bumi Sidoarjo. Bagaikan peribahasa “hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali,” pemerintah tak belajar dari perilaku Lapindo dan atas apa yang terjadi di sumur Banjar Panji 1. Lebih dari itu, Pemerintah jelas mengabaikan psikologis dari masyarakat yang ada di sekitar Lumpur Lapindo.

Sumur Tanggulangin 1 yang berada di Desa Kedungbanten, hanya berjarak +2 Km dari tanggul Lumpur Lapindo, atau + 3 Km dari titik utama semburan lumpur. Padahal, di luar tanggul hingga berjarak antara 200-300 meter, sering ditemukan gelembung (buble) gas menyembur liar. Paling tidak, 1 Km dari tanggul lumpur merupakan kawasan atau zona merah semburan gas liar.

Dengan berjarak +2 kilometer dari tanggul lumpur, daerah sumur Tanggulangin 1 rentan menimbulkan semburan baru. Mengambil argumentasi Lapindo, yang mengkambing-hitamkan gempa Yogyakarta pada 2006 lalu, yang berjarak sekitar 250 kilometer sebagai penyebab semburan, maka pengeboran Tanggulangin 1 selayaknya tidak diperbolehkan.

Kejadian semburan lumpur Lapindo, yang terjadi hampir 10 tahun lalu, masih banyak meninggalkan persoalan: Dana kompensasi, masalah sosial, ekonomi hingga lingkungan, khususnya kualitas udara dan air yang ada sekitar tanggul. Seharusnya Pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan menghentikan semua aktivitas di Blok Brantas milik Lapindo, karena persoalan-persoalan itu yang belum tuntas.

Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan keselamatan rakyat, yang saat ini sudah tentu was-was akan rencana Lapindo. Mestinya, Pemerintah memaksa Lapindo untuk menuntaskan kewajibannya, menyelesaikan persoalan semburan lumpur di sumur Banjar Panji 1. Tentu saja yang tidak kalah penting adalah mengembalikan dana talangan sebesar Rp 7,8 triliun yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Bukannya memberikan kesempatan kepada Lapindo untuk mengebor kembali.

Tidak ada alasan apa pun yang tepat untuk membiarkan Lapindo meneruskan rencananya melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Apalagi, kalau disebut pengeboran itu untuk membayar utang. Lapindo bukanlah perusahaan tunggal, jika perusahaan ini dan pemiliknya sungguh-sungguh mau bertanggung jawab, bukanlah perkara besar bagi Bakrie Brothers Tbk.



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang