Republik Investasi di atas Kepulauan Pengungsi


Elektoral

Republik Investasi di atas Kepulauan Pengungsi


Oleh JATAM

15 April 2019





Setiap penduduk Indonesia adalah warga dari satu atau sekerumun pulau, untuk sebagian atau sepanjang hidupnya. Konstruksi kemanusiaan dan kewargaan sosial-ekologis berjalan dalam sebuah ikatan biopolitik yang terus berubah, sejalan dengan perlakuan negara atas daratan, perairan dan penduduk pulau sebagai stok tenaga dan bahan, pemberian gratis dari alam semesta, untuk akumulasi kekayaan.

Setelah Orde Baru tidak lagi disebutkan namanya, gugus-gugus ruang-hidup kepulauan masih terus dibatalkan keberadaannya, termasuk kewargaan sosial dan rezim subsistensinya. Di atasnya dibentangkan peta-peta baru dari kavling-kavling konsesi milik korporasi. Bisnis paling kotor atau rakus tanah dan air macam pertambangan, kebun sawit atau perdagangan tanah, bergandengan dengan bisnis menjaga aset karbon di atas tanah gambut atau hutan. Semua untuk uang, di pulau-pulau yang sama, di 34 provinsi dan wilayah administrasi turunannya. Di mana kehidupan orang yang bisa dibanggakan dari penciptaan lapangan kerja tanpa perlindungan dan masa depan? Apa tanggung-jawab industri-industri yang bergantung pada minerba, minyak, dan gas fosil dari perdesaan, investasi raksasa yang menumpang buang limbah, keringanan pajak, upah rendah dan pelayanan keamanan melawan serikat? Pendek kata, lupakan akal sehat.

Sudah sekian lama, kantor-kantor pemasok izin dan konsesi korporasi sibuk memaksakan rencana satu peta, sebuah rezim keabsahan infomasi geografis untuk kemudahan dunia usaha. Para promotor kepentingan korporasi transnasional yang beroperasi di Indonesia ikut campur-tangan. Siapa memeriksa risiko-risiko sosial-ekologis dari penyajian “katalog online” satu peta itu? Siapa menangguk untung dari penghematan biaya produksi atau kemudahan bagi aparat pengurus perizinan, tanpa pengakuan dan pemetaan kepentingan rakyat biasa di pulau-pulau garis–depan ekstraktivisme, dari Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Nusa-Tenggara, sampai pulau-pulau kecil di sekeliling Sumatra?

Ekstraktivisme dan kerja-keras dari mesin politik pemaksa di bawah kendalinya sedang mempercepat proses bangkrutnya jaminan keselamatan warga negara Indonesia beserta kepulauan dan perairannya. Pulihkan yang terlanjut dirusak, galang kerja sama melawan perusakan.

 







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Elektoral

Republik Investasi di atas Kepulauan Pengungsi


Share


Oleh JATAM

15 April 2019



Setiap penduduk Indonesia adalah warga dari satu atau sekerumun pulau, untuk sebagian atau sepanjang hidupnya. Konstruksi kemanusiaan dan kewargaan sosial-ekologis berjalan dalam sebuah ikatan biopolitik yang terus berubah, sejalan dengan perlakuan negara atas daratan, perairan dan penduduk pulau sebagai stok tenaga dan bahan, pemberian gratis dari alam semesta, untuk akumulasi kekayaan.

Setelah Orde Baru tidak lagi disebutkan namanya, gugus-gugus ruang-hidup kepulauan masih terus dibatalkan keberadaannya, termasuk kewargaan sosial dan rezim subsistensinya. Di atasnya dibentangkan peta-peta baru dari kavling-kavling konsesi milik korporasi. Bisnis paling kotor atau rakus tanah dan air macam pertambangan, kebun sawit atau perdagangan tanah, bergandengan dengan bisnis menjaga aset karbon di atas tanah gambut atau hutan. Semua untuk uang, di pulau-pulau yang sama, di 34 provinsi dan wilayah administrasi turunannya. Di mana kehidupan orang yang bisa dibanggakan dari penciptaan lapangan kerja tanpa perlindungan dan masa depan? Apa tanggung-jawab industri-industri yang bergantung pada minerba, minyak, dan gas fosil dari perdesaan, investasi raksasa yang menumpang buang limbah, keringanan pajak, upah rendah dan pelayanan keamanan melawan serikat? Pendek kata, lupakan akal sehat.

Sudah sekian lama, kantor-kantor pemasok izin dan konsesi korporasi sibuk memaksakan rencana satu peta, sebuah rezim keabsahan infomasi geografis untuk kemudahan dunia usaha. Para promotor kepentingan korporasi transnasional yang beroperasi di Indonesia ikut campur-tangan. Siapa memeriksa risiko-risiko sosial-ekologis dari penyajian “katalog online” satu peta itu? Siapa menangguk untung dari penghematan biaya produksi atau kemudahan bagi aparat pengurus perizinan, tanpa pengakuan dan pemetaan kepentingan rakyat biasa di pulau-pulau garis–depan ekstraktivisme, dari Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Nusa-Tenggara, sampai pulau-pulau kecil di sekeliling Sumatra?

Ekstraktivisme dan kerja-keras dari mesin politik pemaksa di bawah kendalinya sedang mempercepat proses bangkrutnya jaminan keselamatan warga negara Indonesia beserta kepulauan dan perairannya. Pulihkan yang terlanjut dirusak, galang kerja sama melawan perusakan.

 



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang