Ratusan Mahasiswa Datangi PTUN Semarang, Minta Hakim Selamatkan Kelestarian Lingkungan
Kampanye
Ratusan Mahasiswa Datangi PTUN Semarang, Minta Hakim Selamatkan Kelestarian Lingkungan
Oleh JATAM
02 April 2015
Semarang |Aliansi Masyarakat bersama Mahasiswa Peduli Rembang melalui Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan aksi ujuk rasa meminta agar izin penambangan PT Semen Indonesia dicabut. Aksi digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang bersamaan dengan Agenda sidang yang berisi penyampaian kesimpulan antara penggugat dan tergugat. Kamis (02/04/2015)
Koordinator aksi meminta hakim berpihak kepada masyarakat dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena kawasan kendeng merupakan kawasan yang harus dilindungi. Berdasarkan hasil kajian dan fakta di lapangan, kawasan Pegunungan Watuputih atau kawasan CAT Watuputih merupakan kawasan bentang alam karst memiliki morfologi permukaan (eksokars) berupa bukit karst yang memanjang, tebing patahan yang memanjang, lembah-lembah hasil pelarutan (dolina) dan mata air kars (kars spring).
Morfologi bawah permukaan (endokars) ditemukan sistem perguaan struktural dan sungai bawah tanah yang berkembang mengikuti pola rekahan.
Kawasan CAT Watuputih maengalami proses karstifikasi aktif, ini dapat ditunjukkan dari distribusi sebaran mata air di setiap level ketinggian yang keluar melalui rekahan antar batuan, dan perkembangan sistem hidrologi karst yang ditunjukkan oleh berkembangnya sistem perguaan dan sungai bawah permukaan yang mengikuti pola rekahan dan pola aliran akibat pelarutan.
Mata air dan sungai bawah tanah di Kawasan CAT Watuputih bersifat parenial/mengalir sepanjang musim.
Sebelumnya, Walhi bersama warga Kabupaten Rembang yang tinggal di sekitar proyek pabrik semen tersebut meminta PTUN membatalkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang izin lingkungan kegiatan penambangan bagi pabrik Semen Indonesia di Rembang. Mereka menggugat izin penambangan PT. Semen Indonesia di Rembang.
Penerbitan izin lingkungan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dinilai tak sesuai dengan prosedur yang berlaku, lantaran proses penerbitan tak melibatkan masyarakat dan berlangsung tertutup.
Menurut Muhnur, SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 tersebut bertentangan dengan sejumlah Undang-undang.
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang