Rakyat Melawan Tambang
Kampanye
Rakyat Melawan Tambang
Oleh JATAM
02 April 2015
Perlawanan ibu – ibu Rembang terhadap pertambangan dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia.
Warga Rembang menolak pertambangan dan pembangunan pabrik semen di wilayah mereka yang merupakan Kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Tidak hanya menambang dan membangun pabrik semen saja, PT. Semen Indonesia juga akan menggunakan sumber air dari kawasan tersebut, tentu dengan debit yang besar dan mengganggu kebutuhan air masyarakat.
Keberadaan PT. Semen Indonesia di Rembang akan mengancam lingkungan dan merusak Kawasan Karst Kendeng. Banyak sumber air, ponor dan gua yang akan terancam jika tambang dan pabrik semen dibangun.
Pertambangan dan pembangunan pabrik semen merupakan ancaman nyata bagi masyarakat Rembang yang sebagian besar para petani. Tambang dan pabrik semen akan menggerus lahan pertanian dan menghilangkan sumber air. Sedangkan Pegunungan Kendeng merupakan tangkapan air dan surga bagi para petani.
Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) yang berjuang untuk menyelamatkan Kota Samarinda yang telah di berikan ijin pertambangan oleh penjabat Negara yang mengabaikan jaminan dan perlindungan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan warga Samarinda.
19 warga Samarinda yang tergabung Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) mengajukan Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit) ke Pengadilan Negeri Samarinda pada 25 Juni 2013, mereka menggugat Pemerintah Kota Samarinda, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemeintah Provinsi Kalimantan Timur, Kementerian Lingkungan Hidup serta DPRD Kota Samarinda, karena Kota Samarida dipenuhi oleh perizinan di Samarinda dan kebijakan yang mengakibatkan beragam kejadian, mulai dari banjir, krisis air pertanian, pencemaran lingkungan hidup, hingga kematian anak di lubang tambang.
Sidang dilakukan sebanyak 27 kali, dan akhirnya gugatan diputuskan pada hari Rabu, 16 Juli 2014. Dan putusan yang di keluarkan oleh majelis hakim yang dipimpin Sugeng Hiyanto menyatakan pihak tergugat yang diantarnya Pemerintah Kota Samarinda (diwakili walikota) dinyatakan bersalah. Pihak tergugat dianggap lalai melaksanakan kewajibannya menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Terkait putusan yang dimenangkan oleh GSM tersebut, Pemerintah Kota Samarinda mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur pada Jumat, 25 Juli 2014. Hingga saat ini proses hukum yang dilakukan Gerakan Samarinda Menggugat masih terus berlangsung.
Bukit dirobohkan mangrove dan trumbu karang ditimbun. Salah satu potret kerusakan Pulau Bangka, Sulawesi Utara, yang terancam oleh pertambangan bijih besi PT. Migkro Metal Perdana (MMP).
Bagi masyarakat Pulau Bangka yang menggantungkan hidupnya dari perikanan, pertanian dan pariwisata, kehadiran industri tambang jelas merupakan ancaman. Tidak hanya bagi sumber pendapatan ekonomi mereka, tetapi juga ruang hidup mereka. Sumber air bersih hilang, hutan mangrove dan terumbu karang hancur, bahkan kehidupan sosial di masyarakat juga mulai rusak.
Masyarakat tidak tinggal diam. Mereka menyusun kekuatan dari berbagai kalangan, termasuk pegiat pariwisata di Pulau Bangka. Berbagai cara dilakukan untuk melawan PT MMP. Hingga saat ini masyarakat masih melanjutkan perjuangannya dengan menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan perusahaan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur.
Kesimpulan:
Perlawanan di tiga lokasi berbeda ini merupakan potret perlawanan masyarakat terhadap industri pertambangan. Ancaman terhadap ruang hidup dan keselamatan ini lah yang mendorong warga untuk melakukan perlawanan atas hadirnya industri Tambang.
Perlawanan tidak hanya terjadi di tiga lokasi ini saja, berbagai wilayah lain juga melakukan penolakan dan perlawanan yang sama: Mandailing Natal; Batang Toru; Manggarai; Sumba; Morowali, Pulau Wawoni; Kabaena; Kutai timur; Bima; dan masih banyak perlawanan masyarakat lainnya.
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang