Presiden Tak Tanggapi Surat Makole Nuha Tolak Peta Batas Cow PT. Vale Indonesia
Kampanye
Presiden Tak Tanggapi Surat Makole Nuha Tolak Peta Batas Cow PT. Vale Indonesia
Oleh JATAM
22 Januari 2016
Dewan Adat Kedatuan Mokole Nuha menolak penerbitan peta batas COW PTVI (amandemen 2014) Sulawesi Selatan. Penolakan ini karena sebagian besar wilayah adat mereka sudah termasuk areal kontrak karya PT.INCO (sekarang PT. Vale Indonesia Tbk). Akibatnya, sebagian masyarakat adat tidak bisa lagi mengakses hak-hak adat mereka mulai dari tanah, hutan, lokasi perkampungan dan sawah kebun/ladang. Termasuk situs-situs budaya yang terus terancam digusur karena masuk dalam areal tambang.
Peta batas COW PT. Vale Indonesia Tbk yang beredar sejak 2015 telah menimbulkan keresahan dan kegelisahan yang berujung pada penolakan dari masyarakat adat wilayah Mokole Nuha yang meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Nuha, Kecamatan Towuti dan Kecamatan Wasuponda Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Segala upaya penolokan sudah dilakukan termasuk melayang surat yang ditujukan ke Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 25 Oktober 2015.
Surat tersebut di tandatangani oleh kepala-kepala suku dan adat. Berisikan tujuh poin penilaian warga setempat terkait terbitnya peta batas COW PT. Vale Indonesia Tbk.
Berikut tujuh poin yang disebutkan dalam surat tersebut yang menjadi alasan warga menolak peta batas COW PT. Vale Indonesia Tbk:
1. Terbitnya Peta Batas COW PT. Vale Indonesia Tbk di Sulawesi Selatan tidak pernah disosialisasikan sebelumnya dan tidak melalui Free, Prior and lnformed Cansent {FPIC) kepada masyarakat adat dan masyarakat lokal. Hal ini hanya dipaparkan oleh Polda Sulselbar pada rapat Mabulo Sibatang tanggal 19 Oktober 2015.
2. Suku Weula Sorowako di Sorowako, Kecamatan Nuha sekitar 10.900 jiwa, semua pemukiman dan areal pertanian seluas kurang lebih 474,52 Km2 masuk dalam peta, sehingga masyarakat adat sebagai penduduk asli hanya memiliki rumah, sementara tanahnya milik perusahaan.
3. Kampung Paraahua, Kampung Lioka dan Tabarano seluas 248,82 KM2 yang sejak dahulu didiami Suku Padoe juga semua diklaim milik PT. Vale Indonesia Tbk.
4. Selama ini masyarakat adat menunjukkan kepatuhan terhadap Peraturan Pemerintah seperti membayar PBB setiap tahun memiliki sertifikat, ternyata tidak ada artinya.
5. Di wilayah tiga danau yang didiami kurang lebih 22.100 penduduk tergabung dalam anak-anak suku di bawah Mokole Nuha, lahan pertanian dan hutan adat masuk dalam areal kontrak karya PT. Vale Indonesia Tbk, dimana masyarakat adat dan masyarakat lokal yang sudah hidup secara turun temurun dan memiliki kedaulatan atas wilayah adatnya dengan melakukan praktek-praktek pengelolaan yang menggunakan kearifan lokal dan menjadi satu-satunya sumber kehidupan bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal sampai sekarang. Tetapi sekarang ini sudah diklaim oleh PT. Vale Indonesia Tbk, sebagai wilayah kontrak karya mereka.
6. Dengan ditetapkan peta batas COM PTVI (Amandemen 201,4) ini sudah dipastikan akan menghilangkan akses dan mata pencaharian masyarakat adat dan masyarakat lokal khususnya di sektor pertanian (persawahan), perkebunan (kakao t 6.610 H4 Lada t 455,45 Ha, Kelapa sawit sekitar 7 49 Ha), peternakan (sapi) dan perikanan karena semua lahan masyarakat masuk dalam peta batas COW PTVI.
7. Tidak adanya penyelesaian secara tuntas masalah-masalah yang merugikan masyarakat sejak PT. INCO Tbk. sampai sekarang aktifitas PT. Vale Indonesia Tbk menenggelamkan sebagian persawahan di wilayah pesisir Danau Matano (70 Ha), Danau Mahalona (160 Ha) dan Danau Towuti (1.200 Ha) akibat dari DAM Petea dan DAM Larona
Sumber: http://seputarsulawesi.com/berita-masyarakat-adat-mokole-nuha-tolak-pt-vale-indonesia.html
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang