Penetapan Tersangka Nur Alam, Momen KPK Menyasar Koorporasi Pertambangan


Siaran Pers

Penetapan Tersangka Nur Alam, Momen KPK Menyasar Koorporasi Pertambangan


Oleh JATAM

24 Agustus 2016





WhatsApp Image 2016-08-24 at 3.59.00 PMPenetapan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur alam, sebagai tersangka dalam kasus suap PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) harus menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mulai serius menyasar korporasi sebagai pelaku korupsi di sektor pertambangan. “Pemberantasan korupsi sektor pertambangan yang dilakukan oleh KPK selama ini baru menyasar pelaku dari pejabat publiknya. Untuk korporasinya, yang didorong KPK masih sebatas sanksi administratif,” ungkap Ki Bagus Hadi Kusuma, pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Korupsi yang diduga dilakukan oleh Nur Alam ini sudah tercium oleh Kejaksaan Agung dan KPK sejak 2014. Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung berdasarkan Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transakasi Keuangan (PPATK). Nur Alam dilaporkan menerima USD 4,5 juta dari seorang pengusaha tambang asal Taiwan, Chen Linze, terkait perizinan tambang PT. Billy Indonesia.

Chen Linze diketahui sebagai pemilik dari PT. AHB yang beroperasi di Bombana dan Buton serta PT. Billy Indonesia yang beroperasi di Bombana dan Konawe Selatan. Konsesi tambang nikel dan aspal dari dua perusahaan yang dimiliki Chen linze ini seluas 8.556 hektar. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan perusahaan tambang asal Hongkong, Rich Corp International Ltd.

KPK mulai serius menyasar korupsi di sektor pertambangan sejak 2014 dengan melakukan Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (Korsup Minerba), yang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap Pertama di 12 Provinsi, tahap kedua di 19 provinsi.

Sayangnya hingga saat ini, Korsup Minerba dinilai masih belum bisa menyentuh korporasi sebagai pelaku kejahatan korupsi. Korsup Minerba hanya mendorong penertiban administrasi dalam pengelolaan pertambangan. Hasil dari Korsup Minerba ini, KPK merekomendasikan kepada Kepala Daerah untuk melakukan evaluasi dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi 3.966 perusahaan yang tidak berstatus Clear and Clear.

“Penanganan suap perizinan tambang ini harus bisa menyentuh korporasi sebagai pihak yang melakukan penyuapan. Sama halnya dengan kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Agung Podomoro Land,” ujar Ki Bagus.

“Kasus Suap yang dilakukan oleh Nur Alam harusnya menjadi pintu masuk KPK untuk penyelamatan Lingkungan Hidup dan keuangan Negara. Tidak cukup dengan mendorong sanksi administratif. Temuan dalam Korsup Minerba sudah seharusnya cukup sebagai modal awal untuk membongkar kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumberdaya alam,” pungkas Ki Bagus.

“Jika pertambangan tersebut terus beraktivitas, masyarakat nelayan akan kehilangan mata pencaharian,” ucapnya.

Selain itu, kata dia, akan berpengaruh juga pada sumber mata air bersih karena di areal pertambangan tersebut ada mata air bersih yang menjadi sumbet mata air masyarakat Desa Kokoe.

Dan perusahaan pertambangan yang merambah kawasan hutan akan merusak ekositem kehidupan di sekitar hutan, baik itu flora maupun fauna, bahkan manusia yang hidup bergantung pada kelestarian hutan.

“Aktivitas pertambangan memiskinkan warga, terutama setelah pasca tambang. Di mana harga barang-barang yang semakin naik, sedangkan lahan mata pencaharian masyarakat telah tergerus,” tegasnya.

Karena itu, Sahrul  berharap terkuaknya kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi lainnya di Sulawesi Tenggara, khususnya korupsi pada sumber daya alam.

“KPK juga harus menyidik kepala-kepala daerah lainnya, misalnya Bupati bahkan sampai kepala-kepala dinas di pemerintahan daerah. Di derah banyak perusahaan tidak melakukan reklamasi, ini juga bisa menjadi indikasi adanya korupsi, permainan antara pengusaha dengan pemerintah daerah,” pungkasnya.

Kontak:

Sahrul Gelo, JATAM Sultra (08114059154)

Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye JATAM (085781985822)







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Penetapan Tersangka Nur Alam, Momen KPK Menyasar Koorporasi Pertambangan


Share


Oleh JATAM

24 Agustus 2016



WhatsApp Image 2016-08-24 at 3.59.00 PMPenetapan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur alam, sebagai tersangka dalam kasus suap PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) harus menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mulai serius menyasar korporasi sebagai pelaku korupsi di sektor pertambangan. “Pemberantasan korupsi sektor pertambangan yang dilakukan oleh KPK selama ini baru menyasar pelaku dari pejabat publiknya. Untuk korporasinya, yang didorong KPK masih sebatas sanksi administratif,” ungkap Ki Bagus Hadi Kusuma, pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Korupsi yang diduga dilakukan oleh Nur Alam ini sudah tercium oleh Kejaksaan Agung dan KPK sejak 2014. Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung berdasarkan Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transakasi Keuangan (PPATK). Nur Alam dilaporkan menerima USD 4,5 juta dari seorang pengusaha tambang asal Taiwan, Chen Linze, terkait perizinan tambang PT. Billy Indonesia.

Chen Linze diketahui sebagai pemilik dari PT. AHB yang beroperasi di Bombana dan Buton serta PT. Billy Indonesia yang beroperasi di Bombana dan Konawe Selatan. Konsesi tambang nikel dan aspal dari dua perusahaan yang dimiliki Chen linze ini seluas 8.556 hektar. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan perusahaan tambang asal Hongkong, Rich Corp International Ltd.

KPK mulai serius menyasar korupsi di sektor pertambangan sejak 2014 dengan melakukan Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (Korsup Minerba), yang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap Pertama di 12 Provinsi, tahap kedua di 19 provinsi.

Sayangnya hingga saat ini, Korsup Minerba dinilai masih belum bisa menyentuh korporasi sebagai pelaku kejahatan korupsi. Korsup Minerba hanya mendorong penertiban administrasi dalam pengelolaan pertambangan. Hasil dari Korsup Minerba ini, KPK merekomendasikan kepada Kepala Daerah untuk melakukan evaluasi dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi 3.966 perusahaan yang tidak berstatus Clear and Clear.

“Penanganan suap perizinan tambang ini harus bisa menyentuh korporasi sebagai pihak yang melakukan penyuapan. Sama halnya dengan kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Agung Podomoro Land,” ujar Ki Bagus.

“Kasus Suap yang dilakukan oleh Nur Alam harusnya menjadi pintu masuk KPK untuk penyelamatan Lingkungan Hidup dan keuangan Negara. Tidak cukup dengan mendorong sanksi administratif. Temuan dalam Korsup Minerba sudah seharusnya cukup sebagai modal awal untuk membongkar kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumberdaya alam,” pungkas Ki Bagus.

“Jika pertambangan tersebut terus beraktivitas, masyarakat nelayan akan kehilangan mata pencaharian,” ucapnya.

Selain itu, kata dia, akan berpengaruh juga pada sumber mata air bersih karena di areal pertambangan tersebut ada mata air bersih yang menjadi sumbet mata air masyarakat Desa Kokoe.

Dan perusahaan pertambangan yang merambah kawasan hutan akan merusak ekositem kehidupan di sekitar hutan, baik itu flora maupun fauna, bahkan manusia yang hidup bergantung pada kelestarian hutan.

“Aktivitas pertambangan memiskinkan warga, terutama setelah pasca tambang. Di mana harga barang-barang yang semakin naik, sedangkan lahan mata pencaharian masyarakat telah tergerus,” tegasnya.

Karena itu, Sahrul  berharap terkuaknya kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi lainnya di Sulawesi Tenggara, khususnya korupsi pada sumber daya alam.

“KPK juga harus menyidik kepala-kepala daerah lainnya, misalnya Bupati bahkan sampai kepala-kepala dinas di pemerintahan daerah. Di derah banyak perusahaan tidak melakukan reklamasi, ini juga bisa menjadi indikasi adanya korupsi, permainan antara pengusaha dengan pemerintah daerah,” pungkasnya.

Kontak:

Sahrul Gelo, JATAM Sultra (08114059154)

Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye JATAM (085781985822)



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang