Pemerintah ‘bak’ Keledai, Membiarkan Ketamakan Lapindo


Kampanye

Pemerintah ‘bak’ Keledai, Membiarkan Ketamakan Lapindo


Oleh JATAM

08 Januari 2016





PT. Lapindo Brantas merencanakan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Sungguh-sungguh perusahaan ini tak punya malu. Sama halnya dengan Pemerintah, yang sama sekali tak memiliki empati dan nurani dengan memberikan Lapindo kesempatan. Bagaikan peribahasa “hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali,” pemerintah tak belajar dari perilaku Lapindo dan atas apa yang terjadi di sumur Banjar Panji 1. Lebih dari itu, Pemerintah jelas mengabaikan psikologis dari masyarakat yang ada di sekitar Lumpur Lapindo.

Sumur Tanggulangin 1 yang berada di Desa Kedungbanten, hanya berjarak +2 Km dari tanggul Lumpur Lapindo, atau + 3 Km dari titik utama semburan lumpur. Padahal, di luar tanggul hingga berjarak antara 200-300 meter, sering ditemukan gelembung (buble) gas menyembur liar. Paling tidak, 1 Km dari tanggul lumpur merupakan kawasan atau zona merah semburan gas liar.

Dengan berjarak +2 kilometer dari tanggul lumpur, daerah sumur Tanggulangin 1 rentan menimbulkan semburan baru. Mengambil argumentasi Lapindo, yang mengkambing-hitamkan gempa Yogyakarta pada 2006 lalu, yang berjarak sekitar 250 kilometer sebagai penyebab semburan, maka pengeboran Tanggulangin 1 selayaknya tidak diperbolehkan.

Kejadian semburan lumpur Lapindo, yang terjadi hampir 10 tahun lalu, masih banyak meninggalkan persoalan: Dana kompensasi, masalah sosial, ekonomi hingga lingkungan, khususnya kualitas udara dan air yang ada sekitar tanggul. Seharusnya Pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan menghentikan semua aktivitas di Blok Brantas milik Lapindo, karena persoalan-persoalan itu yang belum tuntas.

Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan keselamatan rakyat, yang saat ini sudah tentu was-was akan rencana Lapindo. Mestinya, Pemerintah memaksa Lapindo untuk menuntaskan kewajibannya, menyelesaikan persoalan semburan lumpur di sumur Banjar Panji 1. Tentu saja yang tidak kalah penting adalah mengembalikan dana talangan sebesar Rp 7,8 triliun yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Bukannya memberikan kesempatan kepada Lapindo untuk mengebor kembali.

Tidak ada alasan apa pun yang tepat untuk membiarkan Lapindo meneruskan rencananya melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Apalagi, kalau disebut pengeboran itu untuk membayar utang. Lapindo bukanlah perusahaan tunggal, jika perusahaan ini dan pemiliknya sungguh-sungguh mau bertanggung jawab, bukanlah perkara besar bagi Bakrie Brothers Tbk.

“Kesekian kalinya, Pemerintah menunjukkan ketidak-berdayaannya menghadapi Lapindo, dipermainkan dan tidak rasional melihat fakta-fakta yang terjadi. Sangat bertolak belakang dengan janji kampanye Presiden Joko Widodo di hadapan ribuan korban Lumpur Lapindo pada 29 Mei 2014, untuk menghadirkan Negara sebagai representasi kedaulatan rakyat dalam kasus Lumpur Lapindo. Ketamakan Lapindo justru membuat pemerintah bagai Keledai yang tak mau belajar dari pengalaman” tutur Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye JATAM.

“JATAM mengecam rencana Lapindo melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Dengan mengizinkan Lapindo untuk melakukan pengeboran di Blok Brantas, Pemerintah jelas telah mengabaikan keselamatan rakyat. Kami menuntut agar Presiden Joko Widodo, menghentikan rencana tersebut dan mengevaluasi seluruh Blok Brantas.” tegas Ki Bagus Hadi Kusuma.

Contact; Ki Bagus Hadikusuma, Hp 085781985822







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Kampanye

Pemerintah ‘bak’ Keledai, Membiarkan Ketamakan Lapindo


Share


Oleh JATAM

08 Januari 2016



PT. Lapindo Brantas merencanakan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Sungguh-sungguh perusahaan ini tak punya malu. Sama halnya dengan Pemerintah, yang sama sekali tak memiliki empati dan nurani dengan memberikan Lapindo kesempatan. Bagaikan peribahasa “hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali,” pemerintah tak belajar dari perilaku Lapindo dan atas apa yang terjadi di sumur Banjar Panji 1. Lebih dari itu, Pemerintah jelas mengabaikan psikologis dari masyarakat yang ada di sekitar Lumpur Lapindo.

Sumur Tanggulangin 1 yang berada di Desa Kedungbanten, hanya berjarak +2 Km dari tanggul Lumpur Lapindo, atau + 3 Km dari titik utama semburan lumpur. Padahal, di luar tanggul hingga berjarak antara 200-300 meter, sering ditemukan gelembung (buble) gas menyembur liar. Paling tidak, 1 Km dari tanggul lumpur merupakan kawasan atau zona merah semburan gas liar.

Dengan berjarak +2 kilometer dari tanggul lumpur, daerah sumur Tanggulangin 1 rentan menimbulkan semburan baru. Mengambil argumentasi Lapindo, yang mengkambing-hitamkan gempa Yogyakarta pada 2006 lalu, yang berjarak sekitar 250 kilometer sebagai penyebab semburan, maka pengeboran Tanggulangin 1 selayaknya tidak diperbolehkan.

Kejadian semburan lumpur Lapindo, yang terjadi hampir 10 tahun lalu, masih banyak meninggalkan persoalan: Dana kompensasi, masalah sosial, ekonomi hingga lingkungan, khususnya kualitas udara dan air yang ada sekitar tanggul. Seharusnya Pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan menghentikan semua aktivitas di Blok Brantas milik Lapindo, karena persoalan-persoalan itu yang belum tuntas.

Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan keselamatan rakyat, yang saat ini sudah tentu was-was akan rencana Lapindo. Mestinya, Pemerintah memaksa Lapindo untuk menuntaskan kewajibannya, menyelesaikan persoalan semburan lumpur di sumur Banjar Panji 1. Tentu saja yang tidak kalah penting adalah mengembalikan dana talangan sebesar Rp 7,8 triliun yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Bukannya memberikan kesempatan kepada Lapindo untuk mengebor kembali.

Tidak ada alasan apa pun yang tepat untuk membiarkan Lapindo meneruskan rencananya melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Apalagi, kalau disebut pengeboran itu untuk membayar utang. Lapindo bukanlah perusahaan tunggal, jika perusahaan ini dan pemiliknya sungguh-sungguh mau bertanggung jawab, bukanlah perkara besar bagi Bakrie Brothers Tbk.

“Kesekian kalinya, Pemerintah menunjukkan ketidak-berdayaannya menghadapi Lapindo, dipermainkan dan tidak rasional melihat fakta-fakta yang terjadi. Sangat bertolak belakang dengan janji kampanye Presiden Joko Widodo di hadapan ribuan korban Lumpur Lapindo pada 29 Mei 2014, untuk menghadirkan Negara sebagai representasi kedaulatan rakyat dalam kasus Lumpur Lapindo. Ketamakan Lapindo justru membuat pemerintah bagai Keledai yang tak mau belajar dari pengalaman” tutur Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye JATAM.

“JATAM mengecam rencana Lapindo melakukan pengeboran di sumur Tanggulangin 1. Dengan mengizinkan Lapindo untuk melakukan pengeboran di Blok Brantas, Pemerintah jelas telah mengabaikan keselamatan rakyat. Kami menuntut agar Presiden Joko Widodo, menghentikan rencana tersebut dan mengevaluasi seluruh Blok Brantas.” tegas Ki Bagus Hadi Kusuma.

Contact; Ki Bagus Hadikusuma, Hp 085781985822



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang