Mengecam Penjemputan Paksa Terhadap Nelayan dan Aktivis Lingkungan di Sulsel


Siaran Pers

Mengecam Penjemputan Paksa Terhadap Nelayan dan Aktivis Lingkungan di Sulsel


Oleh JATAM

14 Agustus 2020





[Makassar, 14 Agustus 2020] Sekitar pukul 08.00 WITA pagi, tiga orang tak berseragam yang mengaku petugas datang dan melakukan penjemputan paksa terhadap Manre (Nelayan Pulau Kodingareng) di dermaga kayu bangkoa, Kota Makassar. Slamet Riadi, aktivis WALHI Sulsel, yang sedang bersama Manre menanyakan kepada petugas alasan Manre dibawa paksa ke kantor Polair Polda Sulsel. Slamet juga menyampaikan bahwa Manre memiliki Penasehat Hukum. Petugas menjelaskan bahwa alasan penjemputan paksa terkait panggilan kedua untuk Manre.

Slamet lalu meminta untuk diperlihatkan surat panggilan kedua Pak Manre. Petugas tersebut langsung menelpon dan tidak berselang lama beberapa anggota tanpa seragam datang membawa surat yang dimaksud. Akan tetapi, saat Slamet ingin membuka surat tersebut, petugas langsung menarik surat dan membawa Manre bersama Slamet ke Kantor Polair Polda Sulawesi Selatan.

Tiba di Kantor Polair Polda Sulawesi Selatan, Petugas meminta KTP Slamet Riadi dengan alasan menghalangi penyidik. Saat itu, Slamet Riadi mengatakan bahwa kami tidak ada maksud untuk menghalangi penyidik, kami hanya meminta waktu agar Pak Manre didampingi oleh pengacaranya. Salah seorang petugas mengatakan bahwa kalau dalam waktu dua jam mereka tidak datang, kau yang saya habisi. Setelah KTP Slamet Riadi diambil, Pak Manre dibawa ke dalam ruangan seorang diri dan Slamet Riadi menunggu di luar karena tidak dizinkan masuk mendampingi Manre.

Saat ini Pak Manre didampingi oleh 3 (tiga) orang Penasehat Hukumnya dari LBH Makassar, sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kantor Polair Polda Sulsel.

Sebelumnya, Manre telah menerima panggilan I untuk diperiksa sebagai Tersangka pada 11 Agustus 2020, Pukul 09.00 Wita. Sedangkan Manre baru menerima panggilan tersebut pada 10 Agustus 2020, sekitar Pukul 15.18 Wita. Sehingga tenggang waktu diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan dalam kasus ini tidak wajar dan untuk itu Manre tidak memenuhi panggilan. Pada hari ini, 14/8 Manre menerima panggilan II bersamaan dengan penjemputan paksa terhadap dirinya, tanpa diberi kesempatan untuk menghubungi Penasehat Hukumnya.

Upaya paksa ini adalah tindakan sewenang-wenang dari penyidik Polair Polda Sulsel karena menyalahi prinsip fair trial atau melanggar hak-hak Manre sebagai Tersangka berupa: hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang bisa dimengerti perihal pemanggilan terhadap dirinya sebagai Tersangka; hak untuk menghubungi Penesehat Hukumnya pada setiap proses penyidikan. Secara prosedur, Penyidik memiliki kewenangan menjemput paksa jika Manre telah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali secara sah namun tidak dipenuhinya. Akan tetapi, dalam kasus ini Manre baru menerima panggilan I, itu pun dalam tenggang waktu yang tidak wajar. Kemudian Penyidik langsung melakukan penjemputan paksa bersamaan dengan panggilan II. Dengan demikian proses penyidikan dalam kasus ini adalah cacat prosedur yang berdampak pada pelanggaran hak-hak Pak Manre sebagai Tersangka.

Manre adalah nelayan Pulau Kodingareng yang dituduh melakukan perobekan uang dengan maksud merendahkan rupiah sesuai Pasal 35 ayat (1) UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Sementara faktanya, Manre merobek amplop yang ia tidak ketahui isinya dengan maksud menolak ganti rugi dari perusahaan tambang PT. Boskalis. Perobekan amplop tersebut karena ia dan masyarakat Kodingareng tak ingin menerima apapun dari perusahaan yang telah merusak laut dan wilayah tangkap mereka.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami dari Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar dan Nelayan Kepulauan Sangkarrang, menyatakan:

1). Mengecam tindakan sewenang-wenang aparat Polair Polda Sulsel yang melakukan penjemputan paksa terhadap nelayan dan aktivis lingkungan;

2). Mendesak KAPOLRI untuk memerintahkan Kapolda Sulsel cq. Polair Polda Sulsel menghentikan upaya kriminalisasi terhadap nelayan yang mempertahankan ruang hidup/wilayah tangkap ikan dan lingkungan hidup yang sehat;

3) Membebaskan Nelayan dari kemungkinan adanya upaya penahanan sebagai Tersangka dengan pertimbangan:

– Pak Manre selama ini cukup koperatif menjalani proses pemeriksaan;
– Pak Manre merupakan tulang punggung dalam menafkahi keluarga-anak dan istri;
– Saat ini dalam situasi Pandemi Covid-19 yang mengharuskan fisikal distancing demi mencegah penularan virus dalam ruang tahanan;

4). KOMPOLNAS untuk segera melakukan pengawasan dan pemeriksaan dugaan pelanggaran oleh Polair Polda Sulsel dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus Manre;

5). KOMNAS HAM RI untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran fair trial yang berdampak pada pelanggaran hak-hak Pak Manre sebagai Tersangka;

6).Gubernur Sulawesi Selatan agar segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan kasus tambang pasir di wilayah tangkap nelayan di Kepulauaan Sangkarrang agar jumlah korban tidak bertambah;

 

Narahubung:

Ady Anugrah Pratama – LBH MAKASSAR – 085342977545
Slamet RiadiĀ  – WALHI SULSEL – 085397818308







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Mengecam Penjemputan Paksa Terhadap Nelayan dan Aktivis Lingkungan di Sulsel


Share


Oleh JATAM

14 Agustus 2020



[Makassar, 14 Agustus 2020] Sekitar pukul 08.00 WITA pagi, tiga orang tak berseragam yang mengaku petugas datang dan melakukan penjemputan paksa terhadap Manre (Nelayan Pulau Kodingareng) di dermaga kayu bangkoa, Kota Makassar. Slamet Riadi, aktivis WALHI Sulsel, yang sedang bersama Manre menanyakan kepada petugas alasan Manre dibawa paksa ke kantor Polair Polda Sulsel. Slamet juga menyampaikan bahwa Manre memiliki Penasehat Hukum. Petugas menjelaskan bahwa alasan penjemputan paksa terkait panggilan kedua untuk Manre.

Slamet lalu meminta untuk diperlihatkan surat panggilan kedua Pak Manre. Petugas tersebut langsung menelpon dan tidak berselang lama beberapa anggota tanpa seragam datang membawa surat yang dimaksud. Akan tetapi, saat Slamet ingin membuka surat tersebut, petugas langsung menarik surat dan membawa Manre bersama Slamet ke Kantor Polair Polda Sulawesi Selatan.

Tiba di Kantor Polair Polda Sulawesi Selatan, Petugas meminta KTP Slamet Riadi dengan alasan menghalangi penyidik. Saat itu, Slamet Riadi mengatakan bahwa kami tidak ada maksud untuk menghalangi penyidik, kami hanya meminta waktu agar Pak Manre didampingi oleh pengacaranya. Salah seorang petugas mengatakan bahwa kalau dalam waktu dua jam mereka tidak datang, kau yang saya habisi. Setelah KTP Slamet Riadi diambil, Pak Manre dibawa ke dalam ruangan seorang diri dan Slamet Riadi menunggu di luar karena tidak dizinkan masuk mendampingi Manre.

Saat ini Pak Manre didampingi oleh 3 (tiga) orang Penasehat Hukumnya dari LBH Makassar, sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kantor Polair Polda Sulsel.

Sebelumnya, Manre telah menerima panggilan I untuk diperiksa sebagai Tersangka pada 11 Agustus 2020, Pukul 09.00 Wita. Sedangkan Manre baru menerima panggilan tersebut pada 10 Agustus 2020, sekitar Pukul 15.18 Wita. Sehingga tenggang waktu diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan dalam kasus ini tidak wajar dan untuk itu Manre tidak memenuhi panggilan. Pada hari ini, 14/8 Manre menerima panggilan II bersamaan dengan penjemputan paksa terhadap dirinya, tanpa diberi kesempatan untuk menghubungi Penasehat Hukumnya.

Upaya paksa ini adalah tindakan sewenang-wenang dari penyidik Polair Polda Sulsel karena menyalahi prinsip fair trial atau melanggar hak-hak Manre sebagai Tersangka berupa: hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang bisa dimengerti perihal pemanggilan terhadap dirinya sebagai Tersangka; hak untuk menghubungi Penesehat Hukumnya pada setiap proses penyidikan. Secara prosedur, Penyidik memiliki kewenangan menjemput paksa jika Manre telah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali secara sah namun tidak dipenuhinya. Akan tetapi, dalam kasus ini Manre baru menerima panggilan I, itu pun dalam tenggang waktu yang tidak wajar. Kemudian Penyidik langsung melakukan penjemputan paksa bersamaan dengan panggilan II. Dengan demikian proses penyidikan dalam kasus ini adalah cacat prosedur yang berdampak pada pelanggaran hak-hak Pak Manre sebagai Tersangka.

Manre adalah nelayan Pulau Kodingareng yang dituduh melakukan perobekan uang dengan maksud merendahkan rupiah sesuai Pasal 35 ayat (1) UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Sementara faktanya, Manre merobek amplop yang ia tidak ketahui isinya dengan maksud menolak ganti rugi dari perusahaan tambang PT. Boskalis. Perobekan amplop tersebut karena ia dan masyarakat Kodingareng tak ingin menerima apapun dari perusahaan yang telah merusak laut dan wilayah tangkap mereka.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami dari Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar dan Nelayan Kepulauan Sangkarrang, menyatakan:

1). Mengecam tindakan sewenang-wenang aparat Polair Polda Sulsel yang melakukan penjemputan paksa terhadap nelayan dan aktivis lingkungan;

2). Mendesak KAPOLRI untuk memerintahkan Kapolda Sulsel cq. Polair Polda Sulsel menghentikan upaya kriminalisasi terhadap nelayan yang mempertahankan ruang hidup/wilayah tangkap ikan dan lingkungan hidup yang sehat;

3) Membebaskan Nelayan dari kemungkinan adanya upaya penahanan sebagai Tersangka dengan pertimbangan:

– Pak Manre selama ini cukup koperatif menjalani proses pemeriksaan;
– Pak Manre merupakan tulang punggung dalam menafkahi keluarga-anak dan istri;
– Saat ini dalam situasi Pandemi Covid-19 yang mengharuskan fisikal distancing demi mencegah penularan virus dalam ruang tahanan;

4). KOMPOLNAS untuk segera melakukan pengawasan dan pemeriksaan dugaan pelanggaran oleh Polair Polda Sulsel dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus Manre;

5). KOMNAS HAM RI untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran fair trial yang berdampak pada pelanggaran hak-hak Pak Manre sebagai Tersangka;

6).Gubernur Sulawesi Selatan agar segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan kasus tambang pasir di wilayah tangkap nelayan di Kepulauaan Sangkarrang agar jumlah korban tidak bertambah;

 

Narahubung:

Ady Anugrah Pratama – LBH MAKASSAR – 085342977545
Slamet RiadiĀ  – WALHI SULSEL – 085397818308



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang