Masyarakat Sipil Temui KSP, Desak Presiden Seriusi Kasus Anak Meninggal Di Lubang Tambang
Kampanye
Masyarakat Sipil Temui KSP, Desak Presiden Seriusi Kasus Anak Meninggal Di Lubang Tambang
Oleh JATAM
17 Mei 2016
Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Lubang Tambang mendatangi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) untuk mendesak keseriusan Pemerintah dalam menangani rentetan kasus anak meninggal di lubang tambang batubara Kalimantan Timur. Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari JATAM, WALHI, Kontras, Greenpeace, ICEL, Change.org dan ICW, ditemui oleh Bapak Yanuar Nugroho, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan, bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas.
Koalisi Masyarakat Sipil meminta kepada KSP agar Pemerintah memprioritaskan penyelesaian kasus anak meninggal di lubang tambang dengan mendorong pembentukan tim khusus yang bekerja langsung di bawah koordinasi Presiden. Diharapakan Tim Khusus yang akan dibentuk kedepan ini tidak hanya bertindak untuk melakukan koordinasi antar Kementerian dan Lembaga.
Tercatat sejak 2010 hingga saat ini, sudah 24 anak-anak tenggelam di lubang tambang batubara di Kalimantan Timur. Sebagian besar kasus anak tenggelam tersebut terjadi di Kota Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur, yang telah merenggut 15 nyawa anak-anak.
Desakan yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil ini merupakan rangkaian panjang upaya yang dilakukan untuk mendesak pemerintah mengambil sikap tegas dalam menutup lubang tambang dan menghukum perusahaan yang abai.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil sudah pernah mengadukan kasus ini secara langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada Februari 2015 lalu. Namun paska pengaduan langsung pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kasus anak meninggal tenggelam di lubang tambang masih terus terjadi di Samarinda hingga saat ini.
Korban anak-anak yang terus berjatuhan ini tidak lepas dari berbagai pelanggaran tata ruang yang terjadi di Samarinda dan Kalimantan Timur. Konsesi pertambangan batubara, yang telah mengkapling 71% luas Samarinda, sebagian besar masuk dalam Kawasan Pengembangan Pemukiman, Kawasan Perkebunan dan Pertanian, sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Samarinda 2001-2010.
Berdasarkan citra satelit pada 2014, terdapat 132 lubang tambang yang masih menganga dan ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan. Berdasarkan data yang dikumpilkan oleh JATAM Kaltim, 65% Lubang tambang di Samarinda berada di kawasan pemukiman warga. Berdasarkan Permen LH No. 4 tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan Untuk Penambangan Terbuka Batubara, jarak minimal antara bibir lubang tambang dan pemukiman warga adalah 500 meter. Kenyataannya, di Samarinda banyak lubang tambang yang hanya berjarak puluhan meter dari pemukiman warga. Dalam kasus meninggalnya Muhammad Raihan, misalnya, jarak lubang tambang milik PT. Graha Benua Etam dengan Rumah Muhammad Raihan hanya 189 meter.
Di lapangan juga ditemukan banyak perusahaan tambang batubara yang tidak memenuhi ketentuan teknis sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmen Pertambangan No. 55/K/26/MPE/1995, seperti tidak memasang papan tanda peringatan dan tidak melakukan pengawasan di sekitar lubang tambang.
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang