Masyarakat Korban Industri Batubara Desak Jokowi Utamakan Rakyat Ketimbang Korporasi
Kampanye
Masyarakat Korban Industri Batubara Desak Jokowi Utamakan Rakyat Ketimbang Korporasi
Oleh JATAM
21 Desember 2015
Bogor, 21 Desember 2015 – Perwakilan masyarakat terdampak pertambangan batubara dan PLTU di berbagai wilayah di Indonesia menagih janji kampanye Presiden Joko Widodo untuk mengutamakan nasib rakyat di atas kepentingan perusahaan dan investor. Masyarakat yang berkumpul di Bogor sejak hari Jumat, 18 Desember, mengatakan bahwa mereka sudah merasakan dampak negatif walaupun pembangunan belum dimulai.
“Kami tidak mau mengalami nasib buruk yang sama seperti apa yang dialami dan diceritakan masyarakat-masyarakat lain yang tinggal di sekitar PLTU. Saya sendiri dipenjara selama tujuh bulan karena menentang pembangunan PLTU ini,†ungkap Pak Cayadi, Perwakilan Masyarakat Paguyuban Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban (UKPWR) Batang.
Paguyuban UKPWR Batang selama lima tahun terakhir konsisten dalam melakukan penolakan rencana pembangunan PLTU batubara terbesar di Asia Tenggara di lahan pertanian subur dan kawasan perairan mereka yang kaya ikan.
Selain perwakilan Paguyuban UKPWR, pertemuan ini juga dihadiri oleh Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel) Cirebon yang selama ini berjuang menentang pembangunan PLTU Cirebon, perwakilan masyarakat korban PLTU Tanjung Jati B Jepara, perwakilan masyarakat korban PLTU Paiton Probolinggo, perwakilan masyarakat korban PLTU Indramayu, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Labuan Banten, dan perwakilan masyarakat korban pertambangan batubara dari Kalimantan Timur dan Sumatera.
“Sebagai perwakilan masyarakat terdampak PLTU Cirebon, saya mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan rencana pembangunan PLTU Cirebon unit II, dan meninjau ulang izin operasi PLTU Cirebon I. Meskipun baru beroperasi kurang dari dua tahun, PLTU ini sudah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap masyarakat sekitar. Mulai dari dampak kesehatan, hancurnya tatanan sosial, sampai hilangnya mata pencaharian sebagian besar petani dan nelayan,†ungkap Aan Anwarudin, Ketua Rapel Cirebon.
“Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama yang menghadirkan perwakilan masyarakat korban PLTU batubara dan pertambangan batubara dari seluruh Indonesia. Kami ingin pertemuan ini dapat menggemakan suara masyarakat korban industri batubara yang selama ini diabaikan pemerintah, negara harus hadir untuk memastikan keselamatan rakyatnya dari dampak industri kotor ini,†kata Hindun Mulaika, Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
Di akhir pertemuan ini, perwakilan masyarakat korban PLTU batubara dan pertambangan batubara menyampaikan manifesto sebagai tuntutan kepada pemerintah. Isinya secara tegas meminta pemerintah untuk menghentikan ketergantungan pada energi kotor batubara, secara serius mengembangkan energi bersih dan terbarukan serta menjamin hak masyarakat atas lingkungan yang sehat dan bersih.
“Pertemuan ini kami adakan karena Presiden Jokowi telah gagal melindungi rakyat Indonesia dari ancaman energi kotor ini. Di Batang, Jokowi justru berpihak pada kepentingan korporasi dan investor asing, bukan petani dan nelayan Batang yang merupakan pemilih Jokowi pada pilpres lalu. Kami berharap gerakan nasional menentang batubara yang muncul dari masyarakat yang terpapar dampak langsung ini, dapat menyadarkan Jokowi bahwa sebagai presiden rakyat dia harus mendengarkan aspirasi rakyat,†kata Pius Ginting dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
“Mulai dari pembongkaran, pengangkutan hingga pembakaran di pembangkit listrik, batubara merupakan sumber petaka yang menurunkan derajat keselamatan rakyat, sebaliknya menaikkan suhu derajat iklim yang mengancam keselamatan manusia. Masyarakat yang hadir di pertemuan ini tegas menuntut, Presiden Jokowi agar mengedepankan keselamatan rakyat dari ancaman Batubara†Kata Hendrik Siregar, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang.
Greenpeace, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merupakan koalisi organisasi lingkungan yang selama ini aktif dalam menyoroti dampak-dampak merusak dari industri berbasis energi kotor ini di Indonesia.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi:
Hindun Mulaika, Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace,
Pius Ginting, WALHI,
Hendrik Siregar, Koordinator JATAM,
Cayadi, Perwakilan Paguyuban UKPWR,
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang