Lokasi Tambang & Bendungan Tailing di Patahan Gempa, Tolak Adendum Andal PT DPM


Siaran Pers

Lokasi Tambang & Bendungan Tailing di Patahan Gempa, Tolak Adendum Andal PT DPM


Oleh JATAM

27 Mei 2021





Lokasi tambang PT DPM di pegunungan yang paling berbahaya secara seismik di Bumi. Hentikan tambang dan pembangunan bendungan tailing.


[Jakarta, 27 Mei 2021] – Pada hari ini, Kamis (27/5), Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kembali menggelar pertemuan dengan Komisi Penilai AMDAL Pusat dengan agenda Penilaian Dokumen Addendum ANDAL dan RKL-RPL Tipe A rencana pertambangan PT Dairi Prima Mineral (DPM). Pertemuan ini jelas menunjukan itikad KLHK untuk terus memuluskan jalan PT DPM untuk menambang di Dairi.

Di tengah penolakan masyarakat akan kehadiran tambang PT DPM di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, yang merupakan kawasan penting pertanian, sumber-sumber air dan kawasan hutan, yang menjadi penopang dan ruang hidup masyarakat, KLHK yang harusnya menjadi pelindung kawasan tersebut justru memberi jalan pengrusakan kawasan penting tersebut. Tanda-tanda bahwa KLHK bersikukuh untuk memuluskan jalan PT DPM nampak terlihat dari terus dilanjutkannya pembahasan dokumen addendum (revisi) ANDAL dan RKL-RPL PT DPM untuk merusak, membongkar dan menghancurkan kawasan serta lingkungan hidup.

Andal atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah salah satu bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang merupakan persyaratan pemberian Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKLH) dan Izin Lingkungan. Berdasarkan ketentuan UU 32/2009 dan PP 27/2012, tanpa adanya AMDAL, Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH), dan Izin Lingkungan, suatu kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan seperti penambangan tidak dapat dilaksanakan dan tidak akan mendapatkan Izin Usaha.

Dalam Addendum tersebut, PT. DPM mengusulkan untuk melakukan 3 (tiga) perubahan izin lingkungan, yaitu perubahan lokasi gudang bahan peledak; mengubah lokasi Tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (Portal). Dari jumlah tersebut, perubahan fasilitas penyimpanan bahan peledak dan perubahan fasilitas penyimpanan tailing adalah yang paling memprihatinkan.

Melalui Addendum ANDAL tersebut, PT DPM berencana memindahkan TSF berupa Dam Tailing dari lokasi semula di kawasan hutan lindung yang 500 Meter dari lokasi pabrik pengolahan, dipindahkan ke Bondar Begu, Dusun Sopokomil yang berjarak 2 km dari lokasi semula dengan status lahan untuk penggunaan lain dan penggunaan lahan pertanian kering dan semak belukar.

Dua ahli internasional telah meninjau dokumen Addendum ANDAL DPM dan mengatakan bahwa rancangan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan jauh di bawah standar internasional dan standar yang disyaratkan oleh hukum Indonesia. Dr. Steve Emerman, seorang ahli hidrologi dan lingkungan untuk tambang telah mengkaji Addendum ANDAL DPM. Dalam kajiannya dikatakan fasilitas bendungan tailing belum dirancang untuk kemungkinan banjir atau curah hujan terbesar. Dia juga menemukan bahwa, jika tambang itu berada di China, itu akan illegal karena karena Negara Tiongkok kini melarang bendungan dibangun begitu dekat dengan pemukiman.

Berkenaan dengan gempa bumi dan fasilitas penyimpanan tailing, pakar internasional, Dr. Richard Meehan, mengatakan bahwa merupakan praktik normal bahwa perusahaan pertambangan akan meninjau rencana mereka dan disertifikasi oleh perusahaan teknik sipil internasional yang memiliki reputasi baik. Kemudian data tersebut harus tersedia untuk umum, sehingga orang lain dapat meninjau dan memeriksa keamanan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan.

Dr. Richard Meehan menyatakan lokasi bendungan tailing yang diusulkan sebelumnya telah ditinjau oleh perusahaan teknik Amerika, Golder Associates. Addendum ANDAL ini mengusulkan situs baru yang tampaknya belum ditinjau oleh Golder Associates, karena lokasi peninajuan yang dilakukan oleh Golder Associates pada 2010 berbeda dengan lokasi yang diajukan PT DPM dalam Addendum ANDAL-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa PT DPM mencoba menggunakan laporan Golder Associates sebelumnya untuk secara curang untuk mendukung situs fasilitas penyimpanan tailing baru yang mereka usulkan.

Meehan menambahkan bahwa data yang tersedia juga menunjukkan bahwa fasilitas bendungan tailing yang diusulkan PT DPM akan berlokasi di endapan abu vulkanik yang tidak stabil. Itu sangat berbahaya. Kegagalan fasilitas tailing secara virtual dapat dipastikan – terutama karena fasilitas yang diusulkan terletak di salah satu zona risiko gempa bumi tertinggi di dunia yang terbentuk dari rangkaian tiga patahan gempa, yakni Patahan Renun, Patahan Toba dan Patahan Bahorok. Lapisan fasilitas Dam Tailing akan pecah, dan bahan beracun bocor ke air tanah, atau bendungan itu sendiri akan runtuh, mengakibatkan banjir racun. Salah satu skenarionya adalah Dusun Sopokomil akan hanyut oleh gelombang lumpur beracun. Itu bisa terjadi tanpa peringatan.

Tambah lagi, hingga kini Addendum ANDAL PT DPM tidak dilengkapi dengan analisis resiko bencana, mengingat lokasi tambang PT DPM berada di Kawasan rawan bencana gempa dan banjir. Padahal berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal 75 ayat (1) menyebutkan:

“Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

Pemenuhan syarat analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dalam dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, dalam dokumen Addendum ANDAL RKL-RPL Tipe A tersebut, PT DPM akan membangun gudang bahan peledak sejauh 293 meter sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 309.K/30/DJB/2018 yang menyebutkan jarak aman yang diijinkan untuk kapasitas gudang bahan peledak PT. Dairi Prima Mineral adalah 293 meter dari bangunan yang didiami manusia, rumah sakit dan bangunan lain/kantor, 244 meter terhadap tangki bahan bakar, bengkel dan jalan utama serta 87 meter terhadap rel kereta api dan jalan umum kecil.

Namun faktanya, sebelum dokumen tersebut disetujui, PT DPM sudah selesai membangun Gudang bahan peledak tersebut di luar Kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan hanya berjarak 50 Meter dari pemukiman di Dusun Sipat, Desa Longkotan. Langkah PT DPM tersebut merupakan kejahatan lingkungan yang serius serta menjadi alasan yang kuat untuk membatalkan izin PT DPM sekaligus menghentikan pembahasan Addendum ANDAL tersebut.

Kabupaten Dairi mayoritas warganya berprofesi sebagai petani yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan. Kami khawatir dengan berkurangnya ketersediaan air untuk pertanian akibat pencemaran tanah akibat drainase asam tambang.

Kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT DPM akan menjadi penyumbang kerusakan ekologis terbesar. Pencemaran sumber air warga yang salah satu sumber airnya dekat dengan lokasi penambangan, seperti dalam laporan penelitian penyediaan air di sekitar tambang dan daerah hilir yang dilakukan oleh AMAN Tano Batak, YDPK dan bersama warga sekitar. Laporan tersebut, terkait dengan kekhawatiran tentang stabilitas fasilitas tailing, menunjukkan bahwa tambang tersebut berpotensi berdampak pada lebih dari 10 desa di sekitar lokasi tambang, namun Adendum ANDAL tersebut hanya memperhitungkan dampak pada 5 desa.

Sesungguhnya kehadiran PT DPM bukanlah menjadi cita-cita dari masyarakat Dairi, apa lagi dengan melihat potensi dampak kerusakan dan bencana yang akan terjadi jika PT DPM beroperasi. Tambang tidak pernah membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun membawa kesejahteraan bagi korporasi. Jika KLHK membiarkan PT DPM menambang di Dairi, sama halnya dengan upaya sadar mematikan ruang produksi dan mempertaruhkan keselamatan ribuan warga.

 

Koalisi Warga Rantau Dairi

Narahubung:

Robin Sitorus (081211093300)

Elfrida (085217014259)

Ben Lewi Situmorang (085772764752)

Bagus (085781985822)







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Lokasi Tambang & Bendungan Tailing di Patahan Gempa, Tolak Adendum Andal PT DPM


Share


Oleh JATAM

27 Mei 2021



Lokasi tambang PT DPM di pegunungan yang paling berbahaya secara seismik di Bumi. Hentikan tambang dan pembangunan bendungan tailing.


[Jakarta, 27 Mei 2021] – Pada hari ini, Kamis (27/5), Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kembali menggelar pertemuan dengan Komisi Penilai AMDAL Pusat dengan agenda Penilaian Dokumen Addendum ANDAL dan RKL-RPL Tipe A rencana pertambangan PT Dairi Prima Mineral (DPM). Pertemuan ini jelas menunjukan itikad KLHK untuk terus memuluskan jalan PT DPM untuk menambang di Dairi.

Di tengah penolakan masyarakat akan kehadiran tambang PT DPM di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, yang merupakan kawasan penting pertanian, sumber-sumber air dan kawasan hutan, yang menjadi penopang dan ruang hidup masyarakat, KLHK yang harusnya menjadi pelindung kawasan tersebut justru memberi jalan pengrusakan kawasan penting tersebut. Tanda-tanda bahwa KLHK bersikukuh untuk memuluskan jalan PT DPM nampak terlihat dari terus dilanjutkannya pembahasan dokumen addendum (revisi) ANDAL dan RKL-RPL PT DPM untuk merusak, membongkar dan menghancurkan kawasan serta lingkungan hidup.

Andal atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah salah satu bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang merupakan persyaratan pemberian Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKLH) dan Izin Lingkungan. Berdasarkan ketentuan UU 32/2009 dan PP 27/2012, tanpa adanya AMDAL, Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH), dan Izin Lingkungan, suatu kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan seperti penambangan tidak dapat dilaksanakan dan tidak akan mendapatkan Izin Usaha.

Dalam Addendum tersebut, PT. DPM mengusulkan untuk melakukan 3 (tiga) perubahan izin lingkungan, yaitu perubahan lokasi gudang bahan peledak; mengubah lokasi Tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (Portal). Dari jumlah tersebut, perubahan fasilitas penyimpanan bahan peledak dan perubahan fasilitas penyimpanan tailing adalah yang paling memprihatinkan.

Melalui Addendum ANDAL tersebut, PT DPM berencana memindahkan TSF berupa Dam Tailing dari lokasi semula di kawasan hutan lindung yang 500 Meter dari lokasi pabrik pengolahan, dipindahkan ke Bondar Begu, Dusun Sopokomil yang berjarak 2 km dari lokasi semula dengan status lahan untuk penggunaan lain dan penggunaan lahan pertanian kering dan semak belukar.

Dua ahli internasional telah meninjau dokumen Addendum ANDAL DPM dan mengatakan bahwa rancangan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan jauh di bawah standar internasional dan standar yang disyaratkan oleh hukum Indonesia. Dr. Steve Emerman, seorang ahli hidrologi dan lingkungan untuk tambang telah mengkaji Addendum ANDAL DPM. Dalam kajiannya dikatakan fasilitas bendungan tailing belum dirancang untuk kemungkinan banjir atau curah hujan terbesar. Dia juga menemukan bahwa, jika tambang itu berada di China, itu akan illegal karena karena Negara Tiongkok kini melarang bendungan dibangun begitu dekat dengan pemukiman.

Berkenaan dengan gempa bumi dan fasilitas penyimpanan tailing, pakar internasional, Dr. Richard Meehan, mengatakan bahwa merupakan praktik normal bahwa perusahaan pertambangan akan meninjau rencana mereka dan disertifikasi oleh perusahaan teknik sipil internasional yang memiliki reputasi baik. Kemudian data tersebut harus tersedia untuk umum, sehingga orang lain dapat meninjau dan memeriksa keamanan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan.

Dr. Richard Meehan menyatakan lokasi bendungan tailing yang diusulkan sebelumnya telah ditinjau oleh perusahaan teknik Amerika, Golder Associates. Addendum ANDAL ini mengusulkan situs baru yang tampaknya belum ditinjau oleh Golder Associates, karena lokasi peninajuan yang dilakukan oleh Golder Associates pada 2010 berbeda dengan lokasi yang diajukan PT DPM dalam Addendum ANDAL-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa PT DPM mencoba menggunakan laporan Golder Associates sebelumnya untuk secara curang untuk mendukung situs fasilitas penyimpanan tailing baru yang mereka usulkan.

Meehan menambahkan bahwa data yang tersedia juga menunjukkan bahwa fasilitas bendungan tailing yang diusulkan PT DPM akan berlokasi di endapan abu vulkanik yang tidak stabil. Itu sangat berbahaya. Kegagalan fasilitas tailing secara virtual dapat dipastikan – terutama karena fasilitas yang diusulkan terletak di salah satu zona risiko gempa bumi tertinggi di dunia yang terbentuk dari rangkaian tiga patahan gempa, yakni Patahan Renun, Patahan Toba dan Patahan Bahorok. Lapisan fasilitas Dam Tailing akan pecah, dan bahan beracun bocor ke air tanah, atau bendungan itu sendiri akan runtuh, mengakibatkan banjir racun. Salah satu skenarionya adalah Dusun Sopokomil akan hanyut oleh gelombang lumpur beracun. Itu bisa terjadi tanpa peringatan.

Tambah lagi, hingga kini Addendum ANDAL PT DPM tidak dilengkapi dengan analisis resiko bencana, mengingat lokasi tambang PT DPM berada di Kawasan rawan bencana gempa dan banjir. Padahal berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal 75 ayat (1) menyebutkan:

“Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

Pemenuhan syarat analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dalam dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, dalam dokumen Addendum ANDAL RKL-RPL Tipe A tersebut, PT DPM akan membangun gudang bahan peledak sejauh 293 meter sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 309.K/30/DJB/2018 yang menyebutkan jarak aman yang diijinkan untuk kapasitas gudang bahan peledak PT. Dairi Prima Mineral adalah 293 meter dari bangunan yang didiami manusia, rumah sakit dan bangunan lain/kantor, 244 meter terhadap tangki bahan bakar, bengkel dan jalan utama serta 87 meter terhadap rel kereta api dan jalan umum kecil.

Namun faktanya, sebelum dokumen tersebut disetujui, PT DPM sudah selesai membangun Gudang bahan peledak tersebut di luar Kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan hanya berjarak 50 Meter dari pemukiman di Dusun Sipat, Desa Longkotan. Langkah PT DPM tersebut merupakan kejahatan lingkungan yang serius serta menjadi alasan yang kuat untuk membatalkan izin PT DPM sekaligus menghentikan pembahasan Addendum ANDAL tersebut.

Kabupaten Dairi mayoritas warganya berprofesi sebagai petani yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan. Kami khawatir dengan berkurangnya ketersediaan air untuk pertanian akibat pencemaran tanah akibat drainase asam tambang.

Kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT DPM akan menjadi penyumbang kerusakan ekologis terbesar. Pencemaran sumber air warga yang salah satu sumber airnya dekat dengan lokasi penambangan, seperti dalam laporan penelitian penyediaan air di sekitar tambang dan daerah hilir yang dilakukan oleh AMAN Tano Batak, YDPK dan bersama warga sekitar. Laporan tersebut, terkait dengan kekhawatiran tentang stabilitas fasilitas tailing, menunjukkan bahwa tambang tersebut berpotensi berdampak pada lebih dari 10 desa di sekitar lokasi tambang, namun Adendum ANDAL tersebut hanya memperhitungkan dampak pada 5 desa.

Sesungguhnya kehadiran PT DPM bukanlah menjadi cita-cita dari masyarakat Dairi, apa lagi dengan melihat potensi dampak kerusakan dan bencana yang akan terjadi jika PT DPM beroperasi. Tambang tidak pernah membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun membawa kesejahteraan bagi korporasi. Jika KLHK membiarkan PT DPM menambang di Dairi, sama halnya dengan upaya sadar mematikan ruang produksi dan mempertaruhkan keselamatan ribuan warga.

 

Koalisi Warga Rantau Dairi

Narahubung:

Robin Sitorus (081211093300)

Elfrida (085217014259)

Ben Lewi Situmorang (085772764752)

Bagus (085781985822)



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang