Lempar Batu Sembunyi Tangan dalam Penataan Izin Tambang
Kampanye
Lempar Batu Sembunyi Tangan dalam Penataan Izin Tambang
Oleh JATAM
26 Juli 2016
(Jakarta, 24 Juli 2016) Siaran pers Menteri ESDM tentang “Penataan IUP bukan semata untuk Mencabut izin”, makin menegaskan amburadulnya kepengurusan sektor pertambangan dan ketidakmampuan pemerintah menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan di sekitar pertambangan. Pemerintah pusat hingga daerah meneruskan “tradisi” membangun sektor pertambangan di atas perampasan lahan yang maha luas, pendapatan royalti tidak seberapa, ongkos pemulihan lingkungan yang tak dihitung serta suburnya peluang korupsi bagi para pemburu rente.
Dalam siaran pers No 00082.Pers/SJI/04/2016 Tanggal 21 Juli 2016, tersebut, Menteri Sudirman Said memaparkan tentang CnC IUP pertambangan sebagai bentuk keseriusan pemerintah menyelesaikan masalah pertambangan. Kini, IUP yang berstatus CnC jumlahnya mencapai 60 % dari 10.388 IUP yang terdata di Kementrian ESDM. Menteri ESDM bahkan mengeluarkan Permen ESDM No 43 Tahun 2015 tentang kewenangan evaluasi penerbitan IUP di daerah oleh Gubernur.
Tindakan Menteri ESDM ini dipandang JATAM sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan.
Siaran pers ini mesti dibantah keras setidaknya logika didalamnya. Sesat fikir, seolah menunjukkan bahwa cara pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan IUP itu seolah terencana dengan baik selama ini, kita tahu bahwa 75 persen dari 10 ribu izin tersebut tumpang tindih, itu bukti pengurusan sektor tambang yang amburadul. CnC adalah sebuah mekanisme yang baru keluar belakangan untuk “mencuci tangan” pemerintah yang sebelumnya mengeluarkan izin membabi buta.
Sebaliknya Permen ESDM 43 Tahun 2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan Minerba yang berisi pemberian kewenangan evaluasi penerbitan IUP dan tambang Non Clean and Clear melalui Gubernur seolah upaya terobosan baru, padahal sebaliknya, peraturan semacam ini sudah ada sejak lama, contohnya sudah ada PP 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba dalam Pasal 102, juga pada PP 55 Tahun 2010 Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Minerba pada pasal 2 dan 13 begitu juga pada Peraturan Menteri ESDM No. 02 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang ESDM kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi.
Jika mau sejak awal gubernur dan menteri esdm sudah melakukan evaluasi tanpa harus menunggu mengeluarkan produk hukum baru lagi. Setumpuk peraturan sudah dicipta dan merepetisi belaka. Mekanisme CnC terbukti tak mampu menapis tambang bermasalah. Dua aspek yang disampaikan oleh kementerian esdm dalam siaran pers ini, yaitu pengecekan administratif keuangan dan pengecekan kewilayahan agar tak tumpang tindih adalah solusi egois yang hanya menguntungkan pemerintah dan pengusaha.
Keselamatan rakyat dan lingkungan tidak menjadi aspek yang dipertimbangkan dalam mekanisme CnC ini, buktinya IUP batubara yang menyebabkan 24 anak tewas di kawasannya akibat lubang tambang yang tak direklamasi justru tak dicabut izinnya begitu juga IUP PT Citra Buana Seraya di Bengkulu Tengah yang mencipta konflik dengan warga hingga terjadi penembakan 9 warga, banyak perusahaan keduanya bahkan masuk dalam kategori clean and clear, tak bermasalah. bukankah mekanisme ini tak lebih dari penghinaan terhadap lingkungan hidup dan keselamatan rakyat?
Pemerintah melakukan korupsi informasi kolosal dengan tak pernah menyebut external cost atau ongkos sosial dan lingkungan dari izin – izin tambang yang selama ini dibiarkan merusak, tak melakukan reklamasi bahkan kabur dari kawasan – kawasan tersebut. Sikap pemerintah tentang penataan dan penertiban IUP ini, tidak lebih dari ketidakmauan pemerintah untuk mengubah ketergantungan terhadap tambang dan lebih mengedepankan sektor tambang menjadi mesin devisa, penertiban dan penataan izin dilakukan hanya untuk mendapatkan rente atau uang dari finansialisasi alam dan bahan mineral – batubara Indonesia.
Koordinator JATAM Nasional –
Merah Johansyah Ismail – 0813 4788 2228
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang