Lembaga Pengawas IFC Menyelidiki Postal Savings Bank of China atas Pinjaman untuk Tambang Indonesia
Berita
Lembaga Pengawas IFC Menyelidiki Postal Savings Bank of China atas Pinjaman untuk Tambang Indonesia
Oleh JATAM
28 Juli 2020
Note: Artikel ini adalah terjemahan dari versi aslinya yang terbit di https://www.scmp.com/ berjudul IFC watchdog investigates Postal Savings Bank of China over loan for Indonesian mine
- Pinjaman Bank Tabungan Pos Cina kepada sebuah grup tambang terang-terangan menyalahi standar lingkungan IFC, ujar para penggugat
- Penyelidikan ini merupakan pertama kalinya lembaga pengawas dari independen Korporasi Keuangan Internasional (International Finance Corporation/IFC) menyelidiki lembaga keuangan Cina
Sebuah lembaga pengawas independen yang berkaitan dengan Korporasi Keuangan Internasional (International Finance Corporation/IFC) milik Bank Dunia (World Bank) sedang menyelidiki gugatan bahwa Bank Tabungan Pos Cina (Postal Savings Bank of China/PSBC) asal Beijing meminjamkan dana kepada grup tambang milik Cina yang terlibat dalam rencana pembangunan tambang seng (zinc) di Sumatera Utara, Indonesia, tanpa memedulikan keprihatinan lingkungan, sehingga meresahkan warga.
Ombudsman Penasihat Kepatuhan (Compliance Adviser Ombudsman/CAO), yang mencermati keprihatinan sosial dan lingkungan dari komunitas-komunitas yang terdampak oleh proyek-proyek yang didukung oleh IFC, mengadakan penyelidikan karena PSBC—klien IFC yang menerima investasi ekuitas senilai US$300 juta di tahun 2015—meminjamkan dana kepada BUMN asal Cina, China Nonferrous Metal Mining Group, serta anak perusahaannya, Foreign Engineering and Construction Company (NFC), yang menurut para aktivis secara langsung menyalahi standar lingkungan dan sosial IFC.
Hal ini dikarenakan NFC kemudian membeli kepemilikan kendali (controlling interest) atas Dairi Prima Mineral—yang sedang membangun tambang di Kabupaten Dairi, Indonesia yang rawan gempa—dari Bumi Resources Minerals asal Jakarta, milik keluarga Bakrie yang memiliki jejaring politik yang terkonsolidasi.
Pinjaman PSBC kepada NFC dan perusahaan induknya sebelumnya tidak disebarkan ke publik. Penyelidikan CAO—penyelidikan pertamanya terhadap lembaga keuangan Cina—mengungkap detail-detail pinjaman dalam sebuah surat internal yang dibaca oleh This Week In Asia, yang dikirim ke komunitas-komunitas lokal di bulan Mei melalui kelompok hak asasi manusia, Inclusive Development International (IDI).
IDI dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Sumatera Utara (North Sumatra Advocacy and Legal Aid Association/Bakumsu), sebuah ornop lokal, membantu warga mengirimkan gugatan CAO mereka di bulan Oktober.
Membangun bendungan tailing “di salah satu tempat paling rawan gempa bumi di dunia” berarti bahwa para warga yang tinggal di sisi hilir lokasi pertambangan “akan selamanya hidup dalam ketakutan atas ambruknya bendungan serta pencemaran air,” ujar David Pred, direktur eksekutif IDI. “Ambruknya bendungan di wilayah-wilayah lain di dunia—bahkan tanpa risiko rawan gempa yang begitu tinggi—telah banyak hancurkan kampung, membunuh ratusan orang, dan mencemari lingkungan untuk generasi-generasi ke depan.”
Dalam sebuah rilisan pers baru-baru ini, David katakan bahwa penerimaan gugatan oleh CAO merupakan “langkah penting untuk menghindari terjadinya bencana serupa di Sumatera Utara,” walaupun dalam sebuah surat internal, CAO katakan bahwa keputusan tersebut “tidak berarti ada pertimbangan apapun.”
Pengerjaan tambang seng sudah dimulai. Bulan Juni kemarin, sebuah fasilitas penyimpanan bahan ledak dibangun hanya 50 meter dari sebuah kampung kecil bernama Sipat, menurut pengacara dari Bakumsu dan Jaringan Advokasi Tambang (Mining Advocacy Network/JATAM) yang menyediakan bantuan hukum bagi komunitas lokal.
Merah Johansyah dari JATAM katakan bahwa mereka curiga fasilitas tersebut, yang berkapasitas menyimpan 5.000 kg dinamit dan 100 ton amonium nitrat, dibangun tanpa analisis dampak lingkungan (amdal) atau analisis risiko bencana yang sah.
Di tahun 2005, ledakan di pabrik bahan ledak di Zambia yang dimiliki anak perusahaan cabang Afrika dari China Nonferrous Metal Mining Group membunuh setidaknya 50 pekerja. Anak perusahaan tersebut merupakan satu dari tujuh investor tambang yang diselidiki oleh pemerintah Zambia di tahun 2016, seusai tuduhan bahwa mereka telah mencemari air minum negara tersebut.
Dalam gugatannya, komunitas yang tinggal dekat calon tambang di Sumatera Utara meluapkan frustrasi mereka atas ketiadaan transparensi dari pihak pemerintah Indonesia, yang mereka curigai akan memanfaatkan pandemi virus korona untuk menyetujui tambang tersebut secara diam-diam, tanpa konsultasi atau tinjauan teknis yang memadai.
Di bulan Mei, parlemen Indonesia mengesahkan undang-undang pertambangan baru yang kontroversial, yang membolehkan operator memperpanjang izin dan mengejar ekspansi operasi melampaui batas-batas legal yang sekarang ditetapkan.
Dalam pernyataan yang dirilis melalui ornop-ornop lokal yang sedang mengerjakan kasus ini, Sugianto Hasugian, perwakilan dari gugatan, mengatakan bahwa warga membutuhkan informasi lebih detail terkait calon tambang ini, serta ahli independen yang dapat membantu mereka memahami aspek-aspek teknis, “karena tidak ada yang dapat memastikan apakah … [tambang ini] akan mengakibatkan risiko yang besar.”
Menurut Rainim Purba, petani buah dari desa Pandiangan, pelepasan tidak disengaja atas “berjuta-juta ton limbah beracun di wilayah subur kami” akan menghancurkan pertanian lokal. Rainim juga khawatir anak-cucunya tidak dapat mewarisi apapun. “Ini dapat menghancurkan hidup kami,” katanya.
Andreas Harsono, peneliti di Human Rights Watch Indonesia, yang tidak terlibat dalam pengiriman gugatan CAO, mengatakan bahwa tidak adanya konsultasi atau respons resmi merupakan hal yang umum terjadi pada konflik tanah di Indonesia.
“Konflik yang berhubungan dengan tanah itu sangat umum dan seringkali berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan tambang,” ucapnya, sembari menambahkan bahwa mereka yang menentang pembangunan-pembangunan tersebut sering ditangkap atau dipenjarakan “berdasarkan berbagai undang-undang, termasuk pasal anti-komunis, ketertiban umum, dan penghinaan pidana.”
Berdasarkan pernyataan publik NFC di tahun 2013, serta laporan tahunannya untuk tahun 2018 yang diterbitkan bulan April kemarin, apabila tambang di Sumatera Utara diberlanjutkan, sebagian besar dari seng yang diproduksinya kemungkinan akan dijual ke Wanxiang Group asal Cina—sebuah manufaktur komponen mobil yang memasok raksasa-raksasa otomotif seperti Ford, Volkswagen, dan General Motors.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, IFC mengatakan bahwa ia mendukung kerja-kerja CAO, “berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial,” serta menyambut baik terjadinya “dialog produktif” untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan investasinya.
Dairi Prima Mineral, yang tidak merespons permohonan komentar melalui surel, mengatakan di laman daringnya bahwa ia “berkomitmen terhadap standar kepedulian lingkungan, K3, dan kepengurusan korporat yang tertinggi.”
NFC, Bumi Resources Minerals, dan Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia tidak merespons permintaan untuk berkomentar.
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang