Korporasi Kanada dan Oknum Polisi di Pusaran Tambang Emas Pulau Kecil Sangihe
Siaran Pers
Korporasi Kanada dan Oknum Polisi di Pusaran Tambang Emas Pulau Kecil Sangihe
Oleh JATAM
04 April 2023
Meski perizinan tambang emas PT TMS telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA), berbagai upaya tetap dilakukan perusahaan untuk kembali menambang di pulau kecil Pulau Sangihe. Termasuk salah satunya, dengan terlibatnya oknum aparat kepolisian Polda Sulawesi Utara dalam salah satu perusahaan pemilik saham PT TMS.
Pada 12 Januari 2023 lalu, Majelis Hakim Agung MA RI telah memutuskan pembatalan perizinan PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) melalui putusan Kasasi. Putusan tersebut terbit dari hasil gugatan 37 orang Warga Pulau Kecil Sangihe mengajukan gugatan terhadap Menteri ESDM RI selaku penerbit perizinan.
Dalam perjalanan gugatan itu, PT TMS juga turut mengajukan diri selaku Tergugat Intervensi di PTUN Jakarta dalam perkara Nomor 146/G/2021/PTUN-Jkt. Hingga akhirnya Menteri ESDM RI dan PT TMS kalah melawan gugatan warga Pulau Kecil Sangihe.
Perizinan operasi produksi PT TMS yang dibatalkan seluas 42.000 Hektar, atau sekitar 57% dari luas Pulau Sangihe, mencakup enam kecamatan yang terdiri dari 80 kampung, dengan umur konsesi perizinan selama 33 tahun.
Setelah menerima salinan resmi putusan MA RI, Tim Kuasa Hukum warga Pulau Kecil Sangihe telah mengajukan Permohonan Penetapan Eksekusi Putusan ke PTUN Jakarta pada 24 Maret 2023 lalu. Namun hingga kini masih berproses.
Sejak MA memutuskan pembatalan izin PT TMS, hingga awal April 2023 ini, PT TMS terpantau masih tetap menjalankan kegiatan operasi pertambangannya. Saat ini PT TMS tengah menggarap pekerjaan konstruksi dan mobilisasi alat-alat berat.
Meski begitu, upaya pembangkangan hukum ini oleh PT TMS ini tidak dicegah atau dilarang, bahkan dilakukan pembiaran oleh aparat penegak hukum yang ada di lokasi.
Siapa Di Balik PT. TMS, Rekam Jejak Konflik Kepentingan Oknum Kepolisian, Polda Sulawesi Utara.
Tim Riset dan Database JATAM melakukan penelusuran melalui situs web Minerba One Data Indonesia (MODI) ESDM. Ditemukan bahwa 70% saham PT TMS dimiliki oleh Sangihe Gold Corporation, perusahaan tambang asal Kanada. Lalu, 30% sisanya dimiliki oleh perusahaan lokal Indonesia, yakni PT Sungai Belayan Sejati 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11%, dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%.
Adapun susunan direksinya adalah Terrence Kirk Filbert sebagai Direktur Utama, Gerhardus Antonius Kielenstyn dan Todotua Pasaribu sebagai Direktur, Nicholas David John Morgan sebagai komisaris Utama, serta Ahmad Yani dan Michael Rembangan sebagai Komisaris.
Selain nama-nama di atas, terdapat nama seorang petinggi Polri dari Polda Sulawesi Utara atas nama Robert Karepowan yang namanya tercatat sebagai Komisaris di PT Sangihe Pratama Mineral, salah satu perusahaan pemegang saham PT TMS. Nama Robert Karepowan tercatat dalam Akta Nomor: AHU-AH.01.03-0171857 tertanggal 16 Maret 2022 dengan kepemilikan 6 (enam) lembar saham dengan nilai Rp 6 Juta.
Dengan ditemukannya nama Robert Karepowan, mengonfirmasi kecurigaan warga selama ini bahwa terdapat konflik kepentingan atas sikap oknum Polda Sulut tersebut yang cenderung berpihak kepada PT TMS. Saat ini PT TMS tengah mengupayakan pengajuan permohonan MoU dengan pihak Polda Sulut.
Padahal perizinan PT TMS telah dibatalkan oleh MA RI, artinya PT TMS sudah tak memiliki izin alias operasinya ilegal. Tentu hal di atas, merupakan potret akrobat hukum yang dilakukan perusahaan setelah perizinan PT TMS dibatalkan MA.
Warga Pulau Kecil Sangihe Melapor dan Mengadu Langsung ke MENKO POLHUKAM RI
Jalan panjang yang tidak mudah, yang ditempuh oleh warga dalam mempertahankan ruang hidupnya dari daya rusak pertambangan emas di Pulau Kecil Sangihe, akhirnya sampai juga ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Prof. Mohammad Mahfud MD.
Terdapat empat poin utama yang dilaporkan dan diminta ke Menko Polhukam. Pertama, permohonan dukungan dan upaya eksekusi putusan Mahkamah Agung RI atas perizinan operasi produksi PT TMS yang dimenangkan warga Sangihe.
Kedua, laporan dugaan tindak pidana Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Pulau Kecil Sangihe. Ketiga, laporan keterlibatan dan konflik kepentingan oknum polisi menjadi kuasa hukum Presiden Direktrur PT TMS.
Terakhir, upaya dugaan akrobat hukum oleh PT TMS meski telah dibatalkan izinnya oleh Putusan Kasasi MA RI, yang berencana melakukan MoU dengan Polda Sulawesi Utara untuk kepentingan keamanan aktivitasnya.
Laporan dan Pegaduan tersebut diterima langsung oleh Prof. Mohammad Mahfud MD seusai membuka acara Sarasehan Sinkronisasi Tata Kelola Pertambangan Mineral Utama Perspektif Politik, Hukum dan Keamanan di Hotel Grand Sahid Jaya, pada 21 maret 2023 lalu di Jakarta.
Robison Saul Telah Bebas: Warga Penolak Tambang Di Pulau Kecil Sangihe Yang Dikriminalisasi.
Robison Saul adalah warga pulau kecil Sangihe, Sulawesi Utara, yang dikriminalisasi, dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 tahun 1951. Robison ditahan sejak Juni 2022 lalu, gara-gara menolak kehadiran tambang PT TMS. Akhirnya pada Senin, 27 Maret 2023, Robison Saul sudah bebas.
Sialnya, tak hanya dikriminalisasi, Robison juga mengalami kekerasan berupa pemukulan yang diduga dilakukan oleh salah seorang sipir di Lapas Tahuna. Penganiayaan tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas Robison Saul yang getol menolak PT TMS di Sangihe.
Penganiayaan tersebut dilakukan oleh terduga sipir lapas, dengan posisi kedua tangan Robison Saul terborgol. Pemukulan yang dilakukan oleh sipir lapas secara tiba-tiba tersebut menyebabkan Robison jatuh tersungkur hingga kepalanya terbentur kloset.
Kini, setelah bebas, Robison Saul siap berjuang kembali hingga tambang angkat kaki dari Pulau Sangihe, karena Pulau Kecil Sangihe belum sepenuhnya bebas dari aktivitas tambang. Pelanggaran hukum terus dilakukan oleh pelaku tambang emas, merusak secara sosial-ekologi Pulau Kecil Sangihe, namun pelakunya dibiarkan tanpa penegakan hukum.
Daya Rusak Sosial-Ekoligi Pertambangan Emas di Pulau Kecil Sangihe
Pertambangan di pulau Kecil Sangihe terus berlangsung, baik PT TMS yang telah ilegal karena tidak memiliki perizinan lagi, maupun tambang ilegal milik kelompok Sembilan Naga. Keduanya tidak ada yang lebih baik, seluruhnya menimbulkan daya rusak sosial-ekologi yang sama dan harus segera dihentikan.
Kini, sedikitnya terdapat dua puluh-an alat berat excavator tambang, beroperasi mengobrak-abrik hutan dan lahan, menggunakan ratusan sak semen, ratusan kilogram sianida dan mercury untuk memurnikan emas dari aktifitas PETI.
Akibatnya daratan, pesisir hingga laut Pulau Kecil Sangihe, yang letaknya persis berbatasan langsung dengan Negara Filipina tercemar, tanpa ada penegakan hukum sama sekali. Hal ini memperkuat dugaan keterlibatan oknum aparat polisi, yang seolah menutup mata dan melakukan pembiaran kegiatan melanggar hukum tersebut, yang mengorbankan banyak rakyat tidak berdosa.
Oleh karnanya, JATAM menyerukan agar pihak Pemerintah dan Penegak Hukum, dalam hal ini Kepolisian, jangan sampai kehilangan akal sehat menghadapi PT TMS maupun PETI.
Aparat harus lakukan penegakan hukum terhadap PT TMS yang tidak lagi memiliki izin, begitu juga dengan tambang emas ilegal lainnya di Pulau Kecil Sangihe.
Terakhir, pihak kepolisian harus menolak permohonan MoU oleh perusahaan atau pelaku bisnis tambang emas pelanggar hukum, demi menjaga citra dan marwah Kepolisian Republik Indonesia.
Narahubung:
- Jull Takaliuang (Save Sangihe Island), 08114357722
- Muh. Jamil (Kepala Divisi Hukum JATAM Nasional), 082156470477
- Robison Saul (Warga Sangihe),
- Soleman Ponto (Diaspora Sangihe),
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang