Korban Terus Berjatuhan di Lobang Tambang, Dimana Negara!
Kampanye
Korban Terus Berjatuhan di Lobang Tambang, Dimana Negara!
Oleh JATAM
06 Oktober 2015
Sejak 13 Juli 2011 hingga 24 Agustus 2015, tidak ada tindakan nyata dari pemerintah daerah maupun pusat, menyikapi anak-anak yang meninggal di lobang tambang. Rentang waktu itu, pemerintah hanya diam membatu, bahkan seakan berkelit untuk menindak perusahaan-perusahaan tambang batubara tak bertanggung jawab. Jelas-jelas perusahaan tambang batubara telah abai dengan membiarkan lobangnya merengut nyawa 15 anak. Mereka sama sekali tak melaksanakan tanggung jawabnya untuk merehabilitasi dan reklamasi bekas tambangnya.
Pada kasus terakhir, 24 Agutsus 2015, yang menewaskan siswa pelajar pondok Pesantren Yayasan Tursina, Yusuf Subhan (11 tahun), ada kesan melempar kesalahan ke masyarakat bukan perusahaan, dimana masyarakat sekitar pernah mengajukan permohonan pemanfaatan lobang tambang milik PT. Lana Harita Indonesia. Semestinya, perusahaan harus mendahulukan kewajibannya melakukan rehabilitasi dan reklamasi lahan. Dan perusahaan semestinya, tahu resiko apa yang akan terjadi jika memanfaatkan lobang tambang yang mengandung racun tambang dan sebagainya.
Catatan Peristiwa Anak Tenggelam di Lobang Tambang di Kalimantan Timur
13 Juli 2011 Tiga anak meninggal di lubang bekas tambang batu bara milik PT Hymco Coal di Sambutan .Mereka adalah kakak beradik Junaidi (13) dan Ramadhani (11) dan tetangga keduanya Miftahul Janah (10) mereka bertempat tinggal di jalan Pelita 2, RT 5, Kelurahan Sambutan. Proses hukum pidana mandek, pemkot hanya memberi tali asih. 24 Desember 2011 Dede Rahman (6) dan Emaliya Raya Dinata (3) keduanya meninggal di lubang bekas tambang yang berjarak hanya 300 meter dari rumahnya . Perumahan Sambutan Idaman Permai Blok HG jalan Pelita 7 RT 30 Kelurahn Sambutan Kecamatan Sambutan. Proses hukum pidana mandek, pemkot hanya memberi tali asih. 25 Desember 2012 Maulana Mahendra (11) tenggelam di galian bekas tambang batubara di Palaran korban bertempat tinggal di Blok B, RT 18, Simpang Pasir, Palaran Samarinda Perkembangan : Penegakan hukum pidana tidak berlanjut dan tidak diketahui publik. 2013 Anak tenggelam di Simpang Pasir Palaran Samarinda berita dan informasinya tidak diketahui publik. 8 April 2014 Nadia Zaskia Putri, murid kelas 5 SD meninggal di bekas galian tambang batubara PT Cahaya Ramdan kontraktor dari PT Cahaya Energi Industriutama. Perkembangan : Penegakan hukum pidana tidak terdengar,keluarga menerima tali asih. 22 Desember 2014 Muhammad Raihan Saputra (10) Siswa kelas 4 SD meninggal di lubang bekas galian tambang batubara milik PT Graha Benua Etam di Jalan Padat Karya Bengkuring Sempaja Utara, Perkembangan : Orang tua Korban membuat Petisi dukungan utup lubang tambang dan mendapat 10 ribu lebih dukungan public diserahkan ke KLHK dan Komnas HAM. 30 April 2015 Muhammad Naufal Madiansyah (12) berenang di lubang bekas tambang di Loa Bakung,Sungai Kajang, ia ditemukan meninggal. 26 Mei 2015 Ardi Bin Hasyim (13) anak penyandang tunarungu-tunawicara yang ditemukan mengambang di kolam bekas tambang milik PT Cahaya Energi Mandiri di Kawasan Sambutan, Samarinda 24 Agustus 2015 Muhammad Yusuf Subhan (11) Pelajar di Pondok Pesantren Yayasan Tursina Samarinda, tenggelam di lubang tambang milik PT Lana Harita Indonesia.
|
Pemanfaatan lobang tambang untuk berbagai hal seperti wisata, tambak ikan, pengairan dan lain-lain, jadi alasan perusahaan tambang lari dari tanggung jawab. Begitu pula dengan pemerintah, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban menutup lobang tambang. Padahal, ada kewajiban reklamasi dan rehabilitasi yang diamanatkan oleh Undang-undang. Dimana pemerintah harusnya sebagai pemegang otoritas, mampu menindak perusahaan yang dengan sengaja menghindar dari kewajiban.
Ketika kejadian pertama anak meninggal di lobang tambang pada 13 Juli 2011, seharusnya sudah jadi peringatan keras agar tidak terjadi berulang, monitoring atau kontrol, penindakan atau sanksi harusnya dilakukan, sejak saat itu. Namun, seperti kita ketahui, korban terus berjatuhan menjadi 15 hingga Agustus 2015. Bisa disebut, pemerintah sama sekali tidak ada perencanaan guna melakukan pencegahan. Padahal, lobang tambang yang ada di seluruh Indonesia bisa mencapai ribuan, sangat potensial menjadi mesin pencabut nyawa.
Belum terlihat, upaya pemerintah dan pemerintah pusat memeja hijaukan perusahaan yang telah melanggar kewajiban diamanatkan UU. Dan seperti biasa, pingpong tanggung jawab dan normatif, berupa teguran administratif. Atau sangat mungkin kewajiban itu justru diselewengkan oleh pejabat berwenang.
Adanya dana jaminan reklamasi, yang barang tentu jumlah tidak sedikit, sangat menggiurkan untuk disalahgunakan. Apalagi, sejak UU 4/2009, ada kewenangan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah dalam pengurusan pasca dan penutupan tambang, termasuk pengelolaan dana jaminan reklamasi. Belum lagi soal pihak ketiga sebagi operator, dapat ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Nepotisme, berujung pada kolusi dan korupsi pun terjadi dalam pelaksanaan pasca dan penutupan tambang.
Dengan kata lain, tak jelasnya penyelesaian, penindakan atas kasus-kasus anak meninggal di lobang tambang sejak 2011, karena design kejahatan terhadap lingkungan dan kekuasaan. Ditambah aturan yang lunak dan memberi ruang untuk melakukan kejahatan. Mempertegas, bahwa negara sungguh-sungguh tidak berada di pihak rakyat, dalam hal ini adalah korban lobang tambang. Jika seperti ini terus, maka tidak tertutup kita akan terus berhitung jumlah korban di lobang tambang akan bertambah. (SJ)
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang