[Komunike Musyawarah] Ekstraktivisme kontra Dewi Saraswati
Seruan Aksi
[Komunike Musyawarah] Ekstraktivisme kontra Dewi Saraswati
Oleh JATAM
15 Oktober 2018
Komunike Musyawarah “Dunia Warga yang Melampaui Kuasa Bank”
Ekstraktivisme kontra Dewi Saraswati
Pembaruan Moda Pembentukan Pengetahuan Rakyat sebagai Tandingan dari Pertambangan Data dan Data-Besar-Miskin-Makna Rejim Keuangan Bank Dunia dan IMF
Yang kami hormati,
Saudara-suadara muda dari taman-kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas di Bali, yang hari ini tengah merayakan pertemuan tahunan dengan Saraswati, sang dewi pengetahuan dan keindahan,
Saudara-saudara para guru perempuan dan laki-laki di Bali maupun di sekolah yang manapun di muka Bumi, yang menaruh kepercayaan penuh pada daya-gerak yang bisa dibangkitkan dari proses belajar manusia,
Saudara-saudara warga perlawanan dari kampung-kampung yang disakiti di desa dan di kota, yang terus meneguhkan keberanian dan kesiap-sediaan untuk belajar mengatakan tidak pada segala sesuatu yang membahayakan kelangsungan kehidupan,
Kami kembali melaporkan dari musyawarah Gerak-Lawan, “Dunia Warga yang Melampaui Kuasa Bank”, di hari keempat pertemuan, yang berimpit lokasi waktunya dengan pengetahuan dan keindahan yang juga hidup dalam diri kita, memaknai perjalanan kita.
Seperti layaknnya sebuah refleks dari apa-apa yang hidup, untuk mencari jalan agar bisa saling menemukan dan bertindak bersama, pagi tadi kami berkumpul, bersimpuh bersama untuk ikut merayakan penyegaran kembali pengetahuan manusia akan dirinya beserta kehidupan yang menaunginya, dalam sebuah pertemuan kecil dengan sang Saraswati.
Alangkah tepatnya pertanda ruang-watu tersebut untuk memperlihatkan kepada kita semua, sistem pengetahuan macam apa yang memungkinkan Kongsi-bisnis Bank Dunia sebagai sebuah perkakas penindasan dan ektraksi kekayaan dari negara-negara bekas penjajahan, dan IMF sebagai mesin pemaksa kepatuhan pengurus-publik di negara-negara koloninya, untuk melemahkan daya kuasa kita untuk menyatakan “tidak!”.
Saudara-saudara, untuk membarui hidup dan menjalani hidup bersama, tuturan mengenai pengetahuan dan kecerdasan yang dibangkitkannya kita ungkapkan lewat praktik berbahasa.
Dengan bangkitnya ideologi penaklukan beserta institusi, mekanisme, serta moda pengerahan sosialnya-semuanya masih hidup segar di masa kita hidup sekarang, bahasa manusia juga menjadi rumah bagi sebuah sistem pengetahuan yang berwatak rampok, rampas, keruk, basmi. Keberadaan kehidupan bersama (masyarakat) menjadi arena dan rumah bersama dari paradoks yang bersisi dua.
Sisi pertama adalah terus membesarnya jurang di antara tuturan dengan apa yang diwakilinya. Rejim kongsi bisnis Bank Dunia dan IMF bisa menjadi contohnya. Keduanya mengaku hendak mengakhiri kemiskinan/memperbaiki hidup. Terjemahan tuturan tersebut adalah ekstraksi keuangan skala raksasa dan tindakan programatis dan terorganisir untuk menggerogoti syarat-syarat keselamatan manusia dan Bumi untuk meneruskan penggemukan kekayaan. Siasat penyesatan serupa kita temukan sehari-hari dalam bahasa kelas penguasa: penghapusan pemukiman kumuh adalah pengusiran penghuninya. Beras-miskin diubah namanya menjadi beras-sejahtera. Korupsi disempitkan pada tindakan pengurus publik di kantornya, bukan tindakan yang mengingkari proses demokratis. Ketertiban umum adalah pembungkaman.
Di Indonesia, tangan besi IMF dalam dua dekade ini telah melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang memicu kemiskinan baru, termasuk membolehkan hubungan kerja kontrak dan outsourcing, pengakuan hak-hak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, serta penghapusan diam-diam upah minimum hewani yang sudah jelas terlalu rendah.
Sisi kedua dari paradoks adalah bahwa kemajuan pengetahuan telah menghasilkan atau setidaknya memungkinkan kemunduran pesat kecerdasan akal budi menuasia tentang solidaritas, keselamatan bersama dan keselamatan rumah-ekologisnya.
Pada tanggal 11 Oktober 2018, berbagai media komersial ikut memancar-luaskan berita bermada berhasil dan menggembirakan dari rapat tahunan kedua raksasa Bank Dunia dan IMF, dengan fokus pada penanda-tanganan kesepakatan investasi langsung dan hutang baru sebesar lebih dari 12 miliar dollar. Berita gembira buat siapa? Dana tersebut tentu harus menghasilkan laba bagi pemberi hutangan dan investornya. Berapa ratus miliar dolar bias diekstraksi dari investasi raksasa tersebut? Separuh lebih dari dana baru itu hendak dibelanjakan untuk memperluas ladang-ladang pertambangan mineral, minyak dan gas fosil. Sampai saat ini lebih dari 34 persen luas daratan Republik Indonesia sedang dikeruk dengan 9710 ijin menambang. Belum termasuk di sini adalah jutaan hektar daratan pulau situs logging dari hutan hujan tropis, yang sah menurut hukum dan terus berlangsung 24 jam sehari. Di mana soal tanggung-jawab pada warga Bumi, ketika Indonesia berani bicara di mana-mana tentang kesepakatan ikut mengatasi bencana perubahan iklim Bumi, sementara pengurus negara terang-terangan hendak meneruskan bisnis bongkar-keruk tersebut?
Tuturan perubahan sekarang telah disubversi dan dikuasai oleh sistem dan praktik berbahasa serta bertutur dari dalam logika pembesaran kekayaan korporasi.
Tidak terlalu sulit mengerti kenapa organisasi-organisasi besar yang paling mengerti tentang perampasan hak, kerusakan lingkungan, derita warga pedesaan, dan hukum kemarin berhimpun bersama pengurus Bank Dunia dan IMF, untuk menjadi agen verifikasi tanggung-gugat keduanya di bawah fasilitasi kantor-keuangan negara. Urusan tanggung-gugat dalam investasi/hutang dari Bank dan IMF semestinya dialamatkan lebih dulu ke pengurus kantor-kantor negara termasuk BUMN, baru pada sang rentenir, untuk dilaporkan ke publik warga-negara. Bukankah kata kunci “negara” pada kata “kantor negara” dan “badan-usaha milik negara” sepenuhnya bisa digantikan dengan kata “publik”? Begitu juga, kenapa di hadapan kedua raksasa rentenir tersebut, sang pengelola urusan publik mengerahkan ribuan aparatur bersenjata, petugas polisi dan tentara dari luar Bali agar peserta rapat tahunan betul-betul merasa nyaman.
Penjahat pelanggar hak manusia dan hukum negara lintas negara sudah lebih dari sepuluh tahun belakangan ikut menumpang lewat program “bisnis dan hak”, untuk meyakinkan kita, “kami si penjahat bisa dipercaya untuk mengadili tangan kiri kami”. Otak kita juga tengah dilatih untuk bisa menerima, bahwa perampok dana publik dari kantor-kantor publik yang baru lepas dari penjara patut dipilih sebagai anggota parlemen atau sebagai kepala kantor publik. Seperti ironisnya keceriaan modal komersil menekankan bahwa dana 13 miliar dolar kucuran dua rentenir sekarang adalah sah, begitu pula, sah lah sudah perceraian antara kata dan makna dalam politik berbahasa saat ini.
Saudara-saudara terhormat, saatnya kita berhenti mengacu, menggunakan dan menyebar-luaskan kata-kata kosong atau palsu seperti kesejahteraan/kemiskinan, kepentingan publik, pembangunan/investasi, pesta demokrasi, dan lain sebagainya dari penguasa bahasa/pengetahuan dominan, dan menguatkan proses belajar bersama untuk membentuk pengetahuan tandingan, seperti pesan tahunan dari sang dewi Saraswati bagi kita semua
Bali, 12 Oktober 2018
GERAK LAWAN: Gerakan Rakyat Melawan Neokolonialisme dan Imperialisme
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang