KLHK: Endapan Sisa Tambang Freeport Meluber Hingga ke Sungai


Kampanye

KLHK: Endapan Sisa Tambang Freeport Meluber Hingga ke Sungai


Oleh JATAM

04 Mei 2017





Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta PT Freeport Indonesia segera mengajukan dokumen revisi analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal). Permintaan Kementerian kepada Freeport diajukan sejak setahun lalu tapi belum dipenuhi hingga sekarang. “Ketika ditanya, perusahaan selalu mengatakan belum. Kami bisa apa?” ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Kehutanan, San Afri Awang, kepada Tempo, Selasa 2 Mei 2017.

Awang mengatakan perubahan amdal harus diajukan Freeport karena kolam penampungan (modified ajkwa deposition area/ModADA) tidak mampu lagi menampung endapan pasir sisa tambang (sedimen). Endapan tersebut telah meluber hingga sungai, hutan, dan muara. Hal inilah, menurut Awang, yang belum terangkum dalam berkas lingkungan Freeport. “Dampaknya ke mana-mana, itu harus ada adendum amdal karena melampaui ruang lingkup wilayah yang sudah disetujui.”

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menganggap Freeport merusak lingkungan karena tumpahan sisa tambang tersebut. Perpanjangan tanggul dan perubahan skema pemanfaatan limbah juga tidak memiliki izin lingkungan. Akibatnya, potensi kerugian lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 185 triliun.

“Nilai itu adalah hasil kajian dari Institut Pertanian Bogor yang ditelaah BPK dalam konteks keuangan negara,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara.

Kementerian Kehutanan tidak mematok tenggat perusahaan harus merampungkan revisi amdal. Awang menyerahkan penegakan aturan kepada aparat hukum. “Kan perusahaan yang membutuhkan amdal itu. Soal penegakan itu bukan wilayah saya lagi,” kata dia.

Persoalan material sisa tambang juga termaktub dalam audit lingkungan yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung pada 2014. Dalam dokumen audit yang diperoleh dari situs resmi Freeport, auditor meminta perusahaan membuat kolam penampungan baru. Sebab, area yang ada, yaitu Kelapa Lima dan Pandan Lima, sudah tidak lagi layak menampung sisa material.

Berdasarkan catatan Freeport, ModADA memiliki luas 230 hektare dan terletak di bantaran Sungai Ajkwa. Ketika tambang beroperasi normal, material sisa tambang yang mengendap bisa mencapai 230 ribu ton per hari.

Adapun dalam dokumen audit Freeport, disebutkan, keputusan tidak membangun kolam baru merupakan kesepakatan bersama Kementerian. Perusahaan hanya menambah panjang tanggul dan mengubah sistem penanganan material sisa tambang. Perusahaan juga memberi dana kompensasi kepada Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua sejak 2011. Dana total yang dikucurkan perusahaan mencapai Rp 343,13 miliar. Juru bicara Freeport, Riza Pratama, menolak menjawab pertanyaan Tempo.

Jaringan Advokasi Tambang meminta pemerintah menggelar audit lingkungan terhadap pengelolaan sisa tambang Freeport. Selain Sungai Ajkwa, aktivis menduga Freeport meracuni lima sungai lainnya, yaitu Aghawagon, Otomona, Minajerwi, dan Aimoe, dan Tipuka.

Sebagai ilustrasi, kata Koordinator Kampanye Jatam Melky Nahar, produksi 1 gram emas menghasilkan 2,1 ton material sisa dan 5,8 kilogram emisi beracun berupa logam berat, timbal arsen, merkuri, dan sianida. “Bisa dibayangkan bagaimana kerusakan atas air yang terjadi,” ujar dia.

Sumber: Tempo.co







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Kampanye

KLHK: Endapan Sisa Tambang Freeport Meluber Hingga ke Sungai


Share


Oleh JATAM

04 Mei 2017



Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta PT Freeport Indonesia segera mengajukan dokumen revisi analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal). Permintaan Kementerian kepada Freeport diajukan sejak setahun lalu tapi belum dipenuhi hingga sekarang. “Ketika ditanya, perusahaan selalu mengatakan belum. Kami bisa apa?” ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Kehutanan, San Afri Awang, kepada Tempo, Selasa 2 Mei 2017.

Awang mengatakan perubahan amdal harus diajukan Freeport karena kolam penampungan (modified ajkwa deposition area/ModADA) tidak mampu lagi menampung endapan pasir sisa tambang (sedimen). Endapan tersebut telah meluber hingga sungai, hutan, dan muara. Hal inilah, menurut Awang, yang belum terangkum dalam berkas lingkungan Freeport. “Dampaknya ke mana-mana, itu harus ada adendum amdal karena melampaui ruang lingkup wilayah yang sudah disetujui.”

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menganggap Freeport merusak lingkungan karena tumpahan sisa tambang tersebut. Perpanjangan tanggul dan perubahan skema pemanfaatan limbah juga tidak memiliki izin lingkungan. Akibatnya, potensi kerugian lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 185 triliun.

“Nilai itu adalah hasil kajian dari Institut Pertanian Bogor yang ditelaah BPK dalam konteks keuangan negara,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara.

Kementerian Kehutanan tidak mematok tenggat perusahaan harus merampungkan revisi amdal. Awang menyerahkan penegakan aturan kepada aparat hukum. “Kan perusahaan yang membutuhkan amdal itu. Soal penegakan itu bukan wilayah saya lagi,” kata dia.

Persoalan material sisa tambang juga termaktub dalam audit lingkungan yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung pada 2014. Dalam dokumen audit yang diperoleh dari situs resmi Freeport, auditor meminta perusahaan membuat kolam penampungan baru. Sebab, area yang ada, yaitu Kelapa Lima dan Pandan Lima, sudah tidak lagi layak menampung sisa material.

Berdasarkan catatan Freeport, ModADA memiliki luas 230 hektare dan terletak di bantaran Sungai Ajkwa. Ketika tambang beroperasi normal, material sisa tambang yang mengendap bisa mencapai 230 ribu ton per hari.

Adapun dalam dokumen audit Freeport, disebutkan, keputusan tidak membangun kolam baru merupakan kesepakatan bersama Kementerian. Perusahaan hanya menambah panjang tanggul dan mengubah sistem penanganan material sisa tambang. Perusahaan juga memberi dana kompensasi kepada Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua sejak 2011. Dana total yang dikucurkan perusahaan mencapai Rp 343,13 miliar. Juru bicara Freeport, Riza Pratama, menolak menjawab pertanyaan Tempo.

Jaringan Advokasi Tambang meminta pemerintah menggelar audit lingkungan terhadap pengelolaan sisa tambang Freeport. Selain Sungai Ajkwa, aktivis menduga Freeport meracuni lima sungai lainnya, yaitu Aghawagon, Otomona, Minajerwi, dan Aimoe, dan Tipuka.

Sebagai ilustrasi, kata Koordinator Kampanye Jatam Melky Nahar, produksi 1 gram emas menghasilkan 2,1 ton material sisa dan 5,8 kilogram emisi beracun berupa logam berat, timbal arsen, merkuri, dan sianida. “Bisa dibayangkan bagaimana kerusakan atas air yang terjadi,” ujar dia.

Sumber: Tempo.co



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang