Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Tambang Geothermal Wae Sano?


Siaran Pers

Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Tambang Geothermal Wae Sano?


Oleh JATAM

17 Juni 2021





Wae Sano Ruang Hidup Kami!
Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Berbagai Upaya atas Keberlanjutan Proyek Geothermal Wae Sano?


[Wae Sano, 17 Juni 2021] Pada tanggal 29 Mei 2021, Keuskupan Ruteng telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Presiden RI, berisikan rekomendasi untuk meneruskan proses proyek geothermal Wae Sano. Tujuh bulan sebelumnya, Keuskupan Ruteng telah menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) dengan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber-Daya Mineral (ESDM), untuk mencari pemecahan menyeluruh yang muncul dari proyek tersebut.

Meski kami warga Wae Sano sering kali tidak dilibatkan dan tidak menjadi pihak “tujuan” dari Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng, namun kami telah memperoleh dan mempelajari seluruh isi surat itu dari berbagai pihak, termasuk dari pemberitaan media.

Demikian juga dengan pemerintah, perusahaan, dan lembaga keuangan yang berupaya untuk melanjutkan proses proyek geothermal Wae Sano, meski hampir seluruh proses secara dominan dijalankan dengan pendekatan “jalur atas” /berbasis wewenang/kekuasaan, bukan pendekatan pelibatan warga-masyarakat secara sejati.

Tiga tahun terakhir juga, kami belajar bersama dengan beragam komunitas warga terdampak geothermal dan jejaring perlawanan lainnya dari berbagai daerah di Indonesia, sebagai salah satu bekal perjuangan di tengah dominasi informasi dan pengetahuan oleh pihak-pihak tertentu atas permasalahan kehidupan kami.

Untuk itu, kami warga Wae Sano sebagai pemilik kampung, yang hidup dan mati di atas tanah dan air Wae Sano, telah membuat dan mengirimkan Surat Terbuka kepada Uskup Keuskupan Ruteng, Pemerintah, Perusahaan, dan sesama warga Flores serta sejumlah pihak lainnya, sebagai bentuk tanggapan resmi atas Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng, sekaligus ingin mempertegas sikap penolakan kami warga kampung Wae Sano atas proyek geothermal Wae Sano.

Surat Terbuka telah kami antar langsung ke Keuskupan Ruteng pada Rabu, 16 Juni 2021, dan akan dikirim ke sejumlah pihak yang berkepentingan lainnya. Surat ini mempermasalahkan sejumlah hal, baik yang sudah dan tengah dilakukan pemerintah dan perusahaan, juga terkait Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng yang dikirim ke Presiden RI pada 29 Mei 2021 lalu, perihal rekomendasi tindak lanjut proyek geothermal Wae Sano.

Pertama, bahwa kami sebagai warga Wae Sano sejak awal usaha pelaksanaan proyek di tahun 2018 telah menolak dan tidak pernah memberikan persetujuan dan atau mandat ke pihak manapun agar proyek geothermal Wae Sano boleh dilanjutkan. Lantas, mengapa pemerintah begitu gencar untuk melanjutkan proses proyek geothermal Wae Sano yang jelas-jelas mengancam keselamatan dan ruang hidup kami warga kampung? Lalu, untuk dan atau mewakili kepentingan apa dan siapa Keuskupan Ruteng memberikan rekomendasi bagi keberlanjutan proses proyek geothermal Wae Sano, sementara kami warga pemilik kampung, pemilik persoalan, tetap konsisten menolak?

Kedua, proses pencarian “pemecahan menyeluruh”, sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman (MOU) antara Komite Bersama Penyediaan Data dan Informasi Panas Bumi dan Keuskupan Ruteng pada 2 Oktober 2020 lalu, telah menempatkan kami warga kampung Wae Sano sebagai obyek yang harus “dipecahkan”, maka “pemecahan teknis” yang keluar adalah jalan memutar, yaitu dengan cara merelokasi akses penyelenggara proyek ke wilayah yang hendak ditambang panas buminya, maupun titik-titik penting pengeboran termasuk Wellpad A. Maka, bagi kami pemecahan menyeluruh jelas dan sederhana: batalkan proyek geothermal Wae Sano.

Kami berpandangan, seandainya pemerintah dan Keuskupan Ruteng secara sungguh-sungguh hendak mencari tahu dan memahami lebih baik bahaya, risiko bencana, kemungkinan teknis reduksi risiko bencana tersebut, maupun mitigasinya, sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk menemukannya lewat suatu kajian komprehensif termasuk melalui pembandingan dengan proyek-proyek serupa di Indonesia maupun di luar negeri.

Di Desa Sibanggor Julu, Puncak Sorik Marapi, Mandailing Natal, misalnya, ekstraksi panas bumi yang berakibat pada kebocoran gas beracun di proyek geothermal PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) menyebabkan 5 orang tewas dan puluhan lainnya dilarikan ke Rumah Sakit pada 25 Januari lalu. Tak lama setelah itu, kebakaran kembali terjadi di area proyek yang sama, menyebabkan sebagian besar penduduk mengevakuasi-diri. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 29 September 2018, di area proyek itu, dua anak tewas-tenggelam di kolam bekas penampungan perusahaan.

Demikian juga dengan penambangan panas bumi PLTP Ijen yang juga makan korban, atau semburan cairan panas bumi di proyek Rimbo Panti, Hulu Lais, Mataloko, serta sejumlah wilayah kerja panas bumi lainnya di Indonesia yang justru telah membawa dampak buruk bagi kehidupan, ruang produksi, dan kesehatan warga.

Dengan demikian, upaya pemerintah dan perusahaan, berikut surat rekomendasi Keuskupan Ruteng per tanggal 29 Mei 2021 itu, selain kami anggap telah gagal mempertimbangkan seluruh aspek risiko sosial serta risiko ekologis dari proyek penambangan panas bumi Wae Sano, juga cenderung merekayasa keberatan dan penolakan kami.

Ketiga, di balik upaya pemerintah dan pihak perusahaan, kami berkesimpulan, sejak awal proyek ini memang tidak dimaksudkan sebagai tanggapan atas keberadaan dan keadaan kehidupan kami warga Wae Sano, melainkan merupakan turunan dari rencana-rencana pembangkitan listrik skala raksasa yang diputuskan dan bahkan didorong/diminta oleh pihak pemberi hutang, termasuk Bank Dunia.

Apalagi, keberadaan kami sebagai yang punya rumah sendiri gagal dipertimbangkan sebagai pihak utama yang perlu dicantumkan dalam alamat tujuan dari Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng No. 154/II.1/V/2021. Sebaliknya, Bank Dunia sebagai perusahaan multilateral industri keuangan justru dicantumkan sebagai si alamat.*

Narahubung:
Perwakilan Warga Wae Sano

Valentinus Emang – 0812-3985-1539
Rofinus Rabun – 0812-3611-5995
Yoseph Erwin – 0812-3818-6082

[Surat Terbuka] Wae Sano Ruang Hidup Kami!
Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Berbagai Upaya atas Keberlanjutan Proyek Geothermal Wae Sano?

[Surat Terbuka] Wae Sano Ruang Hidup Kami!







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Tambang Geothermal Wae Sano?


Share


Oleh JATAM

17 Juni 2021



Wae Sano Ruang Hidup Kami!
Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Berbagai Upaya atas Keberlanjutan Proyek Geothermal Wae Sano?


[Wae Sano, 17 Juni 2021] Pada tanggal 29 Mei 2021, Keuskupan Ruteng telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Presiden RI, berisikan rekomendasi untuk meneruskan proses proyek geothermal Wae Sano. Tujuh bulan sebelumnya, Keuskupan Ruteng telah menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) dengan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber-Daya Mineral (ESDM), untuk mencari pemecahan menyeluruh yang muncul dari proyek tersebut.

Meski kami warga Wae Sano sering kali tidak dilibatkan dan tidak menjadi pihak “tujuan” dari Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng, namun kami telah memperoleh dan mempelajari seluruh isi surat itu dari berbagai pihak, termasuk dari pemberitaan media.

Demikian juga dengan pemerintah, perusahaan, dan lembaga keuangan yang berupaya untuk melanjutkan proses proyek geothermal Wae Sano, meski hampir seluruh proses secara dominan dijalankan dengan pendekatan “jalur atas” /berbasis wewenang/kekuasaan, bukan pendekatan pelibatan warga-masyarakat secara sejati.

Tiga tahun terakhir juga, kami belajar bersama dengan beragam komunitas warga terdampak geothermal dan jejaring perlawanan lainnya dari berbagai daerah di Indonesia, sebagai salah satu bekal perjuangan di tengah dominasi informasi dan pengetahuan oleh pihak-pihak tertentu atas permasalahan kehidupan kami.

Untuk itu, kami warga Wae Sano sebagai pemilik kampung, yang hidup dan mati di atas tanah dan air Wae Sano, telah membuat dan mengirimkan Surat Terbuka kepada Uskup Keuskupan Ruteng, Pemerintah, Perusahaan, dan sesama warga Flores serta sejumlah pihak lainnya, sebagai bentuk tanggapan resmi atas Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng, sekaligus ingin mempertegas sikap penolakan kami warga kampung Wae Sano atas proyek geothermal Wae Sano.

Surat Terbuka telah kami antar langsung ke Keuskupan Ruteng pada Rabu, 16 Juni 2021, dan akan dikirim ke sejumlah pihak yang berkepentingan lainnya. Surat ini mempermasalahkan sejumlah hal, baik yang sudah dan tengah dilakukan pemerintah dan perusahaan, juga terkait Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng yang dikirim ke Presiden RI pada 29 Mei 2021 lalu, perihal rekomendasi tindak lanjut proyek geothermal Wae Sano.

Pertama, bahwa kami sebagai warga Wae Sano sejak awal usaha pelaksanaan proyek di tahun 2018 telah menolak dan tidak pernah memberikan persetujuan dan atau mandat ke pihak manapun agar proyek geothermal Wae Sano boleh dilanjutkan. Lantas, mengapa pemerintah begitu gencar untuk melanjutkan proses proyek geothermal Wae Sano yang jelas-jelas mengancam keselamatan dan ruang hidup kami warga kampung? Lalu, untuk dan atau mewakili kepentingan apa dan siapa Keuskupan Ruteng memberikan rekomendasi bagi keberlanjutan proses proyek geothermal Wae Sano, sementara kami warga pemilik kampung, pemilik persoalan, tetap konsisten menolak?

Kedua, proses pencarian “pemecahan menyeluruh”, sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman (MOU) antara Komite Bersama Penyediaan Data dan Informasi Panas Bumi dan Keuskupan Ruteng pada 2 Oktober 2020 lalu, telah menempatkan kami warga kampung Wae Sano sebagai obyek yang harus “dipecahkan”, maka “pemecahan teknis” yang keluar adalah jalan memutar, yaitu dengan cara merelokasi akses penyelenggara proyek ke wilayah yang hendak ditambang panas buminya, maupun titik-titik penting pengeboran termasuk Wellpad A. Maka, bagi kami pemecahan menyeluruh jelas dan sederhana: batalkan proyek geothermal Wae Sano.

Kami berpandangan, seandainya pemerintah dan Keuskupan Ruteng secara sungguh-sungguh hendak mencari tahu dan memahami lebih baik bahaya, risiko bencana, kemungkinan teknis reduksi risiko bencana tersebut, maupun mitigasinya, sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk menemukannya lewat suatu kajian komprehensif termasuk melalui pembandingan dengan proyek-proyek serupa di Indonesia maupun di luar negeri.

Di Desa Sibanggor Julu, Puncak Sorik Marapi, Mandailing Natal, misalnya, ekstraksi panas bumi yang berakibat pada kebocoran gas beracun di proyek geothermal PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) menyebabkan 5 orang tewas dan puluhan lainnya dilarikan ke Rumah Sakit pada 25 Januari lalu. Tak lama setelah itu, kebakaran kembali terjadi di area proyek yang sama, menyebabkan sebagian besar penduduk mengevakuasi-diri. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 29 September 2018, di area proyek itu, dua anak tewas-tenggelam di kolam bekas penampungan perusahaan.

Demikian juga dengan penambangan panas bumi PLTP Ijen yang juga makan korban, atau semburan cairan panas bumi di proyek Rimbo Panti, Hulu Lais, Mataloko, serta sejumlah wilayah kerja panas bumi lainnya di Indonesia yang justru telah membawa dampak buruk bagi kehidupan, ruang produksi, dan kesehatan warga.

Dengan demikian, upaya pemerintah dan perusahaan, berikut surat rekomendasi Keuskupan Ruteng per tanggal 29 Mei 2021 itu, selain kami anggap telah gagal mempertimbangkan seluruh aspek risiko sosial serta risiko ekologis dari proyek penambangan panas bumi Wae Sano, juga cenderung merekayasa keberatan dan penolakan kami.

Ketiga, di balik upaya pemerintah dan pihak perusahaan, kami berkesimpulan, sejak awal proyek ini memang tidak dimaksudkan sebagai tanggapan atas keberadaan dan keadaan kehidupan kami warga Wae Sano, melainkan merupakan turunan dari rencana-rencana pembangkitan listrik skala raksasa yang diputuskan dan bahkan didorong/diminta oleh pihak pemberi hutang, termasuk Bank Dunia.

Apalagi, keberadaan kami sebagai yang punya rumah sendiri gagal dipertimbangkan sebagai pihak utama yang perlu dicantumkan dalam alamat tujuan dari Surat Rekomendasi Keuskupan Ruteng No. 154/II.1/V/2021. Sebaliknya, Bank Dunia sebagai perusahaan multilateral industri keuangan justru dicantumkan sebagai si alamat.*

Narahubung:
Perwakilan Warga Wae Sano

Valentinus Emang – 0812-3985-1539
Rofinus Rabun – 0812-3611-5995
Yoseph Erwin – 0812-3818-6082

[Surat Terbuka] Wae Sano Ruang Hidup Kami!
Kepentingan Apa dan Siapa di Balik Berbagai Upaya atas Keberlanjutan Proyek Geothermal Wae Sano?

[Surat Terbuka] Wae Sano Ruang Hidup Kami!



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang