KemenATR/BPN Dituntut Terbuka
Kampanye
KemenATR/BPN Dituntut Terbuka
Oleh JATAM
19 Agustus 2016
Jakarta, 19 Agustus 2016. Organisasi masyarakat sipil Indonesia mempertanyakan komitmen Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (KemenATR/BPN) terkait keterbukaan informasi publik. Pernyataan ini dikeluarkan paska diterimanya pemberitahuan keberatan (banding) oleh KemenATR/BPN atas putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menyatakan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit yang dimohonkan Forest Watch Indonesia (FWI) adalah informasi terbuka.
Surat Pemberitahuan dan Penyerahan Permohonan Keberatan yang dilayangkan oleh KemenATR/BPN kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tertanggal 9 Agustus 2016, menandakan tidak ada kemauan terbuka untuk memberi ruang berpartisipasi bagi publik dalam pengawasan pembangunan di sektor perkebunan. Padahal pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan evaluasi terhadap kinerja perkebunan kelapa sawit melalui usulan kebijakan moratorium. Hal ini sejalan dengan upaya Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) yang diinisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelesaikan penguasaan tanah masyarakat dalam kawasan hutan.
Dokumen HGU perkebunan kelapa sawit yang dimohonkan FWI untuk melakukan kajian terkait pemanfaatan lahan dan hutan. “Kami sangat menyayangkan sikap KemenATR/BPN yang melakukan banding kepada PTUN. Kami kesulitan melakukan verifikasi tanpa adanya dokumen sah (resmi) dari pemerintah. Padahal kami menemukan adanya tumpang tindih perizinan yang menyebabkan kehancuran sumber daya hutan, konflik tenurial antara perusahaan dengan masyarakat, hingga terjadinya ancaman keberlanjutan hidup masyarakat adat dan lokal,” tegas Linda Rosalina pengkampanye FWI.
Kejadian serupa terjadi juga di Kalimantan Timur, putusan Komisi Informasi Kaltim yang membuka dokumen HGU perkebunan pun ditolak oleh Kantor Wilayah (Kanwil) BPN. Ki Bagus Hadi Kusuma, pengkampanye JATAM menerangkan bahwa “Setiap dokumen perizinan dan syarat perizinan adalah dokumen terbuka. Dokumen HGU sebagai syarat perizinan sejatinya terbuka untuk publik. Apalagi kenyataannya di lapangan banyak terjadi tumpang tindih antara HGU dan konsesi pertambangan. Bahkan terdapat perusahaan sawit yang melakukan kegiatan pertambangan di wilayah HGU-nya.”
Hal senada diungkapkan oleh Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur, “Konflik di perkebunan kelapa sawit terjadi sejak proses perijinan yang tidak transparan. Konflik terpanjang diakibatkan alih fungsi lahan pertanian produktif (sawah & ladang) menjadi perkebunan monokultur. Selain berdampak panjang terhadap ekosistem alam dan keberlanjutan pangan, tidak sedikit yang telah menjadi buruh di kampung sendiri. “Dipaksa oleh izin yang diterbitkan tanpa pelibatan masyarakat secara partisipatif. Tren ini terus meluas di hampir 1 juta Ha konsesi perkebunan sawit yang existing di Provinsi Kalimantan Timur”, ujar Fathur.
KemenATR/BPN harus mencabut banding dan menjalankan putusan Komisi Informasi. Agar masyarakat bisa melihat keseriusannya dalam mewujudkan transparansi informasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Sehingga upaya-upaya terkait penyelamatan hutan, pencegahan dan penyelesaian konflik, serta pengakuan hak-hak masyarakat adat dan lokal dapat berjalan sesuai dengan visi Pemerintah yang tertuang di dalam NAWACITA.
***
Catatan editor:
Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) adalah organisasi lingkungan hidup yang independen, non-profit dan terbesar di Indonesia. WALHI berada di 28 propinsi, memiliki anggota lebih dari 475 organisasi. Di tingkat internasional, WALHI (Friends of The Earth Indonesia) berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth Internasional yang beranggotakan 71 organisasi akar rumput di 76 negara, 15 organisasi afiliasi, dan lebih dari 2 juta anggota individu dan pendukung di seluruh dunia. WALHI Kalimantan Timur hadir di 7 Kabupaten/Kota dengan total 13 organisasi anggota dan yang secara aktif melakukan advoaksi dan berkampanye di tingkat lokal di Kalimantan TImur.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merupakan jaringan organisasi non-pemerintah dan oerganisasi komunitas yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah HAM, gender, lingkungan hidup, masyarakat adat dan isu-isu keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon untuk mendapatkan informasi publik.
Komisi Informasi berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 ayat (1) Undang Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria).
Kontak media:
Linda Rosalina, Pengkampanye FWI
Email: linda@fwi.or.id; Telepon: +62 857 1088 6024
Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye JATAM
Email: bagus@jatam.org; Telepon: +628 578 198 5822
Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur
Email: iqin.sasak@gmail.com; Telepon: +62 818 268 001
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang