Kembalikan Tanah Warga yang Dirampas PT. PKU I


Kejahatan Korporasi

Kembalikan Tanah Warga yang Dirampas PT. PKU I


Oleh JATAM

31 Januari 2017





Kehadiran perusahaan PT. Perkebunan Kaltim Utama (PT. PKU 1) dimulai sekitar tahun 2005 di tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan, dan Sanga-Sanga. Perusahaan hadir dengan menggusur lahan-lahan produktif kelompok tani dan sebagian berada di areal perkampungan Sungai Nangka Teluk Dalam. Dengan menggunakan Izin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara Nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004, perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani atau pemilik lahan.

Perusahaan PT. PKU 1, anak perusahaan Toba Bara Grup, milik Luhut Binsar Pandjaitan, ini menggusur 6 kelompok tani di 3 Kecamatan. Luas lahan 6 kelompok tani tersebut adalah 1.300,59 ha.  Praktek perampasan lahan yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara melakukan pengrusakan terhadap tanaman tumbuh kelompok tani. Cara lain perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit adalah “menanam dulu”, apabila pemilik lahan melakukan protes baru kemudian dilakukan negosiasi. Dilarang siang hari oleh masyarakat, perusahaan melakukan penanaman pada malam hari.

Kelompok tani yang memperjuangkan hak atas tanah dan air yang dirampas oleh perusahaan memiliki legalitas yang sah. Kelompok tani secara struktur berbadan hukum dan terdaftar di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Lahan garapan yang mulai dirintis pada tahun 1970 ini juga memiliki legalitas SPPT dan sertifikat kepemilikan atas tanah. Kelompok tani juga sebagian masih memiliki bukti fisik di lapangan, pohon buah-buahan, merica, pohon sengon, dan pondok-pondok kelompok tani.

Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. PKU 1 yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat adalah senjata andalan perusahaan yang selalu digunakan, ketika masyarakat mempertanyakan lahan garapan mereka, namun tidak juga kunjung pernah dihadirkan pihak perusahaan maupun BPN Kanwil Kaltim.

Putusan Komisi Informasi Publik (KIP) Kaltim Nomor 008/Reg-PSI/II/2015 akhirnya dinyatakan bahwa dokumen HGU perusahaan PT. PKU I adalah dokumen terbuka untuk umum, setelah sebelumnya selalu disembunyikan BPN. Kini HGU diputus dapat diakses oleh para anggota kelompok tani yang lahannya telah dirampas perusahaan.

Fakta lain menunjukkan, bahwa HGU perusahaan bermasalah adalah sebelum menerbitkan HGU harus diketahui dasar atau alas hak, apakah lahan tersebut sudah dibebaskan, dan lahan tidak tumpang tindih. Masyarakat merasa tidak pernah menjual atau melepaskan tanahnya, dan surat-surat masih dimiliki masyarakat, namun anehnya HGU tetap diterbitkan BPN.

Fakta lain berdasar putusan PTUN Jakarta Nomor: 18/G/2011/PTUN/-JKT dan putusan Nomor: 23/G/2011/PTUN-JKT yang membatalkan SHGU dan HGU Perusahaan PT. PKU I dengan HGU Nomor 75/HGU/BPN RI/ 2009.

Selain PT. PKU I juga terdapat perusahaan pertambangan batu bara yaitu PT. Kutai Energi yang juga dibawah bendera Toba Bara Group yang telah mencemari, merampas dan menggusur kelompok tani.

Pencemaran sumber-sumber air milik warga kampung Sungai Nangka yang dilakukan oleh perusahaan batu bara  PT. Kutai Energi yang berada di bagian hulu sungai. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh JATAM Kaltim bersama warga dengan membawa sampel ke laboratorium Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) UPTD laboratorium kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Sampel berasal dari beberapa titik di Kampung Sungai Nangka pada 19 Mei 2015 dengan tanggal pengujian, 20 Mei 2015 sampai dengan 1 Juni 2015.

Hal ini dilakukan untuk menepis klaim pihak perusahaan dan BLHD Kukar yang menyebutkan tidak ada pencemaran lingkungan melalui berita acara verifikasi dan pengawasan bahan keterangan pada tanggal 11 Mei 2015, yang diadakan dan ditanda tangani oleh BLH Kukar. Dinyatakan bahwa tidak terdapat aktivitas pencemaran lingkungan di lahan tambang PT. Kutai Energi, dengan dalil perusahaan belum menambang di lahan yang dimaksud. Kepala Disbunhut Kukar Marli juga menyebutkan, bahwa PT. PKU 1 tidak bermasalah.

Namun hasil uji laboratorium menunjukan bahwa dalam lokasi sampling yang dilakukan di Sungai Nangka yang sudah dilaporkan warga mengenai dugaan pencemaran ini membenarkan parameter pH 5,4 dengan standar baku mutu adalah 6-9, total Suspended Solid (TSS) 92,4 standar baku mutunya adalah 50 atau 92 kali melebihi baku mutu. Untuk kandungan logam beratnya yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 354 standarnya adalah 0,1 atau 3 kali melebihi baku mutu.

Besi (Fe) 2,676 jauh melebihi standar baku mutu yang ditetapkan adalah 0,5 atau 8 kali lipat dari batas baku mutu. Sungai Pelupu temuannya adalah parameter pH 5,9 dengan standar baku mutu adalah 6-9, untuk kandungan logam beratnya yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 1746 mg/L standarnya adalah 0,1 atau 1 kali lipat melebihi dari baku mutu.

Untuk sumur-sumur milik warga yang juga digunakan keperluan sehari-hari yaitu sumur yang berada di kebun sahang atau merica nilai pH adalah 2,8 atau 2 kali lipat melebihi dari baku mutu. Mangan 9, 018 mg/L atau 18 kali lipat melebihi dari baku mutu, dan Besi 30,178 mg/L atau 30 kali lipat melebihi dari baku mutu.

Sumur Pak Tajang untuk logam beratnya melebihi baku mutu yaitu Besi 5, 351 mg/L baku mutunya adalah 1,0 atau lima kali lipat dari baku mutu yang dianjurkan. Sampel di sumur Pak Gondrong nilai pH adalah 2,8 atau 2 kali lipat melebihi dari baku mutu dan Mangan (Mn) 1,012 dari baku mutu 0,5 mg/L atau 2 kali lipat.

Masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah dan air mereka ini menolak kehadiran perusahaan PT. PKU I dan PT. Kutai Energi yang telah merampas dan mencemari ruang hidup. Enam kelompok tani memilih ekonomi pertanian, bukan tipu-tipu perusahaan dengan iming-iming kesejahteraan palsu.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, kami menyatakan Sikap, sebagai berikut:

  1. Menuntut pemerintah untuk memberikan kepastian tenurial bagi masyarakat yang tanahnya berada dalam konflik agraria berdasarkan Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017. Dalam RKP tersebut Reforma Agraria menjadi salah satu prioritas nasional yang dijalankan oleh pemerintah pusat hingga daerah. Salah satu cakupannya adalah penyediaan kepastian tenurial bagi masyarakat yang tanahnya berada dalam konflik agraria.
  2. PKU 1 harus mengembalikan tanah petani yang sebelumnya telah dirampas.
  3. Memulihkan kampung yang telah dirusak oleh perusahaan.
  4. Menghentikan kriminalisasi terhadap petani yang saat ini sedang menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri di Tenggarong;

30 Januari 2017

 

Narahubung:

Akmal Rabbany – Perwakilan Kelompok Tani – 082135012 345







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Kejahatan Korporasi

Kembalikan Tanah Warga yang Dirampas PT. PKU I


Share


Oleh JATAM

31 Januari 2017



Kehadiran perusahaan PT. Perkebunan Kaltim Utama (PT. PKU 1) dimulai sekitar tahun 2005 di tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan, dan Sanga-Sanga. Perusahaan hadir dengan menggusur lahan-lahan produktif kelompok tani dan sebagian berada di areal perkampungan Sungai Nangka Teluk Dalam. Dengan menggunakan Izin lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara Nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004, perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani atau pemilik lahan.

Perusahaan PT. PKU 1, anak perusahaan Toba Bara Grup, milik Luhut Binsar Pandjaitan, ini menggusur 6 kelompok tani di 3 Kecamatan. Luas lahan 6 kelompok tani tersebut adalah 1.300,59 ha.  Praktek perampasan lahan yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara melakukan pengrusakan terhadap tanaman tumbuh kelompok tani. Cara lain perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit adalah “menanam dulu”, apabila pemilik lahan melakukan protes baru kemudian dilakukan negosiasi. Dilarang siang hari oleh masyarakat, perusahaan melakukan penanaman pada malam hari.

Kelompok tani yang memperjuangkan hak atas tanah dan air yang dirampas oleh perusahaan memiliki legalitas yang sah. Kelompok tani secara struktur berbadan hukum dan terdaftar di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Lahan garapan yang mulai dirintis pada tahun 1970 ini juga memiliki legalitas SPPT dan sertifikat kepemilikan atas tanah. Kelompok tani juga sebagian masih memiliki bukti fisik di lapangan, pohon buah-buahan, merica, pohon sengon, dan pondok-pondok kelompok tani.

Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. PKU 1 yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat adalah senjata andalan perusahaan yang selalu digunakan, ketika masyarakat mempertanyakan lahan garapan mereka, namun tidak juga kunjung pernah dihadirkan pihak perusahaan maupun BPN Kanwil Kaltim.

Putusan Komisi Informasi Publik (KIP) Kaltim Nomor 008/Reg-PSI/II/2015 akhirnya dinyatakan bahwa dokumen HGU perusahaan PT. PKU I adalah dokumen terbuka untuk umum, setelah sebelumnya selalu disembunyikan BPN. Kini HGU diputus dapat diakses oleh para anggota kelompok tani yang lahannya telah dirampas perusahaan.

Fakta lain menunjukkan, bahwa HGU perusahaan bermasalah adalah sebelum menerbitkan HGU harus diketahui dasar atau alas hak, apakah lahan tersebut sudah dibebaskan, dan lahan tidak tumpang tindih. Masyarakat merasa tidak pernah menjual atau melepaskan tanahnya, dan surat-surat masih dimiliki masyarakat, namun anehnya HGU tetap diterbitkan BPN.

Fakta lain berdasar putusan PTUN Jakarta Nomor: 18/G/2011/PTUN/-JKT dan putusan Nomor: 23/G/2011/PTUN-JKT yang membatalkan SHGU dan HGU Perusahaan PT. PKU I dengan HGU Nomor 75/HGU/BPN RI/ 2009.

Selain PT. PKU I juga terdapat perusahaan pertambangan batu bara yaitu PT. Kutai Energi yang juga dibawah bendera Toba Bara Group yang telah mencemari, merampas dan menggusur kelompok tani.

Pencemaran sumber-sumber air milik warga kampung Sungai Nangka yang dilakukan oleh perusahaan batu bara  PT. Kutai Energi yang berada di bagian hulu sungai. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh JATAM Kaltim bersama warga dengan membawa sampel ke laboratorium Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) UPTD laboratorium kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Sampel berasal dari beberapa titik di Kampung Sungai Nangka pada 19 Mei 2015 dengan tanggal pengujian, 20 Mei 2015 sampai dengan 1 Juni 2015.

Hal ini dilakukan untuk menepis klaim pihak perusahaan dan BLHD Kukar yang menyebutkan tidak ada pencemaran lingkungan melalui berita acara verifikasi dan pengawasan bahan keterangan pada tanggal 11 Mei 2015, yang diadakan dan ditanda tangani oleh BLH Kukar. Dinyatakan bahwa tidak terdapat aktivitas pencemaran lingkungan di lahan tambang PT. Kutai Energi, dengan dalil perusahaan belum menambang di lahan yang dimaksud. Kepala Disbunhut Kukar Marli juga menyebutkan, bahwa PT. PKU 1 tidak bermasalah.

Namun hasil uji laboratorium menunjukan bahwa dalam lokasi sampling yang dilakukan di Sungai Nangka yang sudah dilaporkan warga mengenai dugaan pencemaran ini membenarkan parameter pH 5,4 dengan standar baku mutu adalah 6-9, total Suspended Solid (TSS) 92,4 standar baku mutunya adalah 50 atau 92 kali melebihi baku mutu. Untuk kandungan logam beratnya yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 354 standarnya adalah 0,1 atau 3 kali melebihi baku mutu.

Besi (Fe) 2,676 jauh melebihi standar baku mutu yang ditetapkan adalah 0,5 atau 8 kali lipat dari batas baku mutu. Sungai Pelupu temuannya adalah parameter pH 5,9 dengan standar baku mutu adalah 6-9, untuk kandungan logam beratnya yaitu Mangan (Mn) angka melebihi baku mutu 0, 1746 mg/L standarnya adalah 0,1 atau 1 kali lipat melebihi dari baku mutu.

Untuk sumur-sumur milik warga yang juga digunakan keperluan sehari-hari yaitu sumur yang berada di kebun sahang atau merica nilai pH adalah 2,8 atau 2 kali lipat melebihi dari baku mutu. Mangan 9, 018 mg/L atau 18 kali lipat melebihi dari baku mutu, dan Besi 30,178 mg/L atau 30 kali lipat melebihi dari baku mutu.

Sumur Pak Tajang untuk logam beratnya melebihi baku mutu yaitu Besi 5, 351 mg/L baku mutunya adalah 1,0 atau lima kali lipat dari baku mutu yang dianjurkan. Sampel di sumur Pak Gondrong nilai pH adalah 2,8 atau 2 kali lipat melebihi dari baku mutu dan Mangan (Mn) 1,012 dari baku mutu 0,5 mg/L atau 2 kali lipat.

Masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah dan air mereka ini menolak kehadiran perusahaan PT. PKU I dan PT. Kutai Energi yang telah merampas dan mencemari ruang hidup. Enam kelompok tani memilih ekonomi pertanian, bukan tipu-tipu perusahaan dengan iming-iming kesejahteraan palsu.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, kami menyatakan Sikap, sebagai berikut:

  1. Menuntut pemerintah untuk memberikan kepastian tenurial bagi masyarakat yang tanahnya berada dalam konflik agraria berdasarkan Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017. Dalam RKP tersebut Reforma Agraria menjadi salah satu prioritas nasional yang dijalankan oleh pemerintah pusat hingga daerah. Salah satu cakupannya adalah penyediaan kepastian tenurial bagi masyarakat yang tanahnya berada dalam konflik agraria.
  2. PKU 1 harus mengembalikan tanah petani yang sebelumnya telah dirampas.
  3. Memulihkan kampung yang telah dirusak oleh perusahaan.
  4. Menghentikan kriminalisasi terhadap petani yang saat ini sedang menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri di Tenggarong;

30 Januari 2017

 

Narahubung:

Akmal Rabbany – Perwakilan Kelompok Tani – 082135012 345



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang