JATAM Minta Stop Pembunuhan anak-anak oleh Pembiaran Walikota Samarinda, Gubernur diminta Bertindak
Kampanye
JATAM Minta Stop Pembunuhan anak-anak oleh Pembiaran Walikota Samarinda, Gubernur diminta Bertindak
Oleh JATAM
26 Mei 2015
(Samarinda, 25 Mei 2015), Tewasnya Ardi Bin Hasyim (13 tahun) anak –anak korban ke sepuluh (10) lubang tambang samarinda melengkapi prestasi hitam walikota samarinda yang sejak menjabat wakil walikota hingga walikota samarinda 2010 kemaren tak kunjung mencabut dan mengevaluasi ijin-ijin tambang yang berada di kawasan padat pemukiman, bahkan walikota hanya mengutus sekelas Camat untuk mengunjungi Keluarga Korban malam tadi.
Ardi putra dari pasangan Hasyim dan Nur Aini yang berusia 13 tahun ini sejak sabtu kemarin ia pergi meninggalkan rumah, setelah dua hari dicari oleh orangtuanya akhirnya di temukan telah mengapung dan meninggal di lubang tambang PT.CMS perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang merupakan kontraktor dari PT. CEM (Cahaya Energi Mandiri).
Ardi yang akrab di panggil Dadi ini kesehariannya hanya bermain di sekitar rumah bersama anak-anak tetangga yang lainnya dan terkadang juga suka melihat mobil-mobil pengangkut batubara dan kendaraan tambang lainnya yang lalu-lalang di dekat rumahnya.
“Pagi-pagi ia sudah mulai pergi melihat mobil-mobil pengangkut batubara itu dan biasanya pulang ketika waktu makan siang, setelah itu ia kembali lagi ke pos penjaga di areal pertambangan dan pulang lagi ketika sore hari ketika akan mandi sore. Kadang sore hari ia masih kembali bermain dan pulang paling larut jam 9” ujar Hasbullah ayah tiri Dadi yang setiap hari juga menjemput pulang anaknya dari lokasi pertambangan.Dadi yang terlahir berkebutuhan khusus dan tunarungu ini melengkapi korban-korban lubang tambang yang selama ini membunuh anak-anak (daftar nama anak-anak tewas di lubang tambang terlampir)
Dugaan Sejumlah Pelanggaran
Ardi adalah korban ke sepuluh menyusul 9 anak lain yang tewas serupa di lubang bekas tambang batubara yang beracun dan dibiarkan menganga tanpa direhabilitasi. Sejumlah perusahaan yang patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini adalah PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014), PT. Graha Benua Etam (GBE) (2014) dan Perusahaan Tambang PT Cahaya Energi Mandiri (CEM) yang mencabut nyawa Ardi.
PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM) terdaftar dengan Nomor SK IUP: 545/315/HK-KS/VI/2010 dan beroperasi dengan luas 1680,35 hektar sejak 17 Juni 2010 dan ijinnya akan berakhir pada 30 April 2018. Kunjungan Tim JATAM Kaltim 3 jam setelah evakuasi pada siang hari menemukan kesaksian warga bahwa lubang ini berada dikawasan Tambang yang dekat dengan Pemukiman Penduduk dan fasilitas Publik TPA, Kegiatan Tambang, Houling dan Lubang bekas tambang ini diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 Tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan Pemukiman dan Fasilitas Publik, kenyataanya jarak kegiatan tambang Houling hanya 10 meter dari halaman TPA Sambutan.
Di lapangan juga ditemukan kesaksian warga bahwa perusahaan diduga baru saja memasang Pelang Larangan beraktivitas, memancing dan berenang di kolam tersebut sesaat setelah jatuh korban.Perusahaan Tambang diduga Melanggar keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995, karena Tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan Tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang sejak awal.
Lubang Tambang Milik PT CEM ini Seluas 2 Kali Lapangan Sepakbola dan ditemukan menjadi penampungan air bekas cucian batubara diatasnya. JATAM Kaltim juga berpendapat terhadap Walikota dan Distamben Kota Samarinda dapat diterapkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UUPPLH, sebab unsur “barang siapa”, “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP maupun Pasal 112 UUPPLH “Setiap pejabat berwenang”, “tidak melakukan pengawasan”, “terhadap ketaatan penanggung jawab usaha” atau “kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan”, “mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan”, “ mengakibatkan hilangnya nyawa manusia” telah terpenuhi.
Berkebutuhan Khusus dan Tunarungu tak boleh jadi alasan tak mengusut kasus
Dugaan lain tentang hilangnya nyawa Ardi juga dikemukakan ayah tiri korban, JATAM meminta Pihak Rumah Sakit AW Syahranie untuk Objektif dan Transparan dalam menjalankan Tugas Analisis Visum terhadap kemungkinan lain kematian Ardi.Terlepas dari itu karena memenuhi unsur Pidana, maka Pihak Kepolisian mesti tetap melanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan hukum.
Kondisi korban yang terlahir berkebutuhan khusus dan tunarungu tak boleh dijadikan alasan untuk tidak memberikan hak hukum untuk mendapatkan proses hukum terhadap perusahaan tambang. Ardi punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan.
Pertanggungjawaban Politik pun mestinya digelar DPRD Samarinda dan DPRD Kaltim mesti mendesak walikota Samarinda untuk menghukum Perusahaan dan memanggil Walikota melalui Hak Interpelasi dan Angket.JATAM Kaltim meminta Walikota Mundur dari JABATAN karena telah Gagal dan lalai atas tanggung jawabnya dan mendesak Gubernur untuk Turun Tangan.
Lampiran 1 (Unduh)
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang