Istigosah Akbar Penyelematan Pegunungan Kendeng dan SDA Indonesia
Kampanye
Istigosah Akbar Penyelematan Pegunungan Kendeng dan SDA Indonesia
Oleh JATAM
02 April 2015
Sekitar 300-an orang memenuhi Pondok Pesantren Roudlatul Thalibin Desa Leteh Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, 27 Maret 2015, guna mengikuti istigosah akbar yan dimulai pukul 14.00 WIB. Istigosah ini dilaksanakan diatas keprihatinan pemerintah yang memaksa dan tak peduli dengan keselamatan rakyat, demi berdirinya pabrik PT. Semen Indonesia. Warga, khususnya para ibu sudah berkemah 285 hari disekitar lokasi yang rencana penambangan batu kapur demi mempertahankan ruang hidup dan kelolanya.
Lokasi yang akan ditambang PT. Semen Indonesia untuk kebutuhan semen di Tegal Dowo dan Timbrangan adalah bagian kawasan Pegunungan Kendeng. Kawasan yang merupakan pegunungan kapur sebagai daerah resapan air, menopang kebutuhan masyarakat sekitar yang bertumpu pada pertanian.
Usai pembacaan ayat suci Al-quran, Gus Yahya, salah satu pimpinan pondok pesantren mengatakan problematika eksploitasi sumber daya alam (SDA) memiliki pengaruh jangka panjang yang tidak sedikit terhadap ekosistem jika penambangan di Tegal Dowo dan Timbrangan dilanjutkan. Paling merasakan akibatnya adalah masyarakat disekitarnya dengan terjadinya kerusakan ekosistem. Itu sebabnya masyarakat dengan teguh tidak menginginkan perusakan kawasan pegunungan Kendeng, terutama para kaum ibu, yang rela berhari-hari berkemah untuk menghalangi rencana PT. Semen Indonesia menambang.
Istigosah ini juga dihadiri oleh sejumlah kalangan dari penggiat lingkungan hidup dan HAM seperti Kontras, Sayogya Institute dan JATAM, serta angggota DPRD Jawa Tengah. Secara bergantian menyampaikan pernyataan. Asip Kholbihi, anggota komisi D DPRD Jawa Tengah, menyatakan akan ikut masyarakat semua yang dilakukan masyarakat termasuk menolak pabrik semen. Dia juga mengkhawatirkan rencana pembangunan pabrik semen lainnya di Pati, Kebumen dan Grobogan.
Penambangan batu kapur PT. Semen Indonesia, jelas sekali mengabaikan keberadaan masyarakat yang tinggal. Kehidupan mereka selama ini telah seirama dengan keberlangsungan alam dan saling jaga, dan telah mencukupi kebutuhan masyarakat. Perwakilan warga setempat yang turut berbicara di istigosah, mengatakan “Kami menghimbau dengan jelas apa yang dibutuhkan, karena di area IUP tambang ada tempat pertanian.
Sumber air yang akan digunakan pabrik semen digunakan masyarakat untuk irigasi dan PDAM. Jadi yang suloyo itu warga atau pemerintah, masyarakat sudah krisis kepercayaan terhadap pemerintah”.
Kebijakan ekonomi selama ini yang mengandalkan eksploitasi SDA, telah meminggirkan masyarakat yang memiliki harmoni dengan alam. Dan membuat masyarakat justru jauh dari kesejahteraan, sebaliknya kelompok tertentu yang mengeruk keuntungan. “Ketimpangan ekonomi yang ada di Indonesia telah demikian lebarnya, hanya 0,4% kekayaan alam dikuasai pemilik modal”, sebut Haris Azhar dari Kontras.
Dengan dilakukannya istigosah ini, pemerintah seharusnya tak bisa lagi mengabaikan keberadaan warga hanya untuk kepentingan ekonomi bagi segilintir orang. Kawasan pegunungan Kendeng harus tetap melayani sesuai fungsi-fungsinya. Istigosah diakhiri dengan memberikan tanda tangan sebagai bentuk dukungan untuk warga rembang yang menolak pembanguna pabrik.(UN/SJ)
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang