GN-PSDA: (Bukan) Alat Legalisasi Kejahatan Pertambangan
Kampanye
GN-PSDA: (Bukan) Alat Legalisasi Kejahatan Pertambangan
Oleh JATAM
25 November 2016
(Jakarta, 25 November 2016) Koalisi Anti Mafia Sumberdaya Alam menegaskan bahwa Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GN-PSDA) yang diinisasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan 34 Kementerian/Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota BUKAN merupakan alat legalisasi kejahatan pertambangan. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk menindaklanjuti seluruh temuan yang dihasilkan oleh GN-PSDA, khususnya sektor pertambangan, harus dijalankan dengan segera untuk seluruh aspek yang menjadi sasaran GN-PSDA.
Selama ini koalisi memandang bahwa GN-PSDA, khususnya sektor pertambangan, lebih menitikberatkan pada aspek penataan izin yang bersifat administratif, tidak banyak menyentuh persoalan substantif lainnya, seperti aspek penegakan hukum terhadap korporasi pemegang izin yang melakukan kejahatan pertambangan.
Koalisi menemukan masih terdapat 1440 IUP Non Clean and Clear (CnC) di Kalimantan, Sulteng dan Sultra yang setara dengan 40% dari total IUP Non CNC se-Indonesia. Status CnC juga tidak menjamin IUP bebas dari permasalahan. Di Kalimantan Barat, 95% IUP CnC yang tumpang tindih dengan kawasan hutan tidak memiliki IPPKH. 26 nyawa anak terenggut di lubang tambang Kaltim nyatanya dimiliki oleh 17 IUP CnC. Sementara di Sulteng, dari 14 IUP CnC yang diinvestigasi masyarakat sipil, 4 diantaranya tidak tempatkan jaminan reklamasi, 10 sisanya tempatkan jaminan tapi tak lakukan reklamasi.
Koalisi juga menemukan 32 IUP di Samarinda yang meninggalkan 232 lubang tambang yang tidak direklamasi. 14 IUP CnC yang diinvestigasi di Sulteng tidak satupun melakukan reklamasi. Sementara 25 dari 201 IUP CnC di Kalbar telah lakukan pembukaan lahan sebesar 1602 Ha dan tidak lakukan reklamasi, yang mana 9 diantaranya berada di hutan lindung.
Tidak hanya itu, pertambangan juga makin menyaplok kawasan hutan. Koalisi menemukan bahwa 67% luasan area pertambangan di Indonesia berada di kawasan hutan, yakni 26 dari 39 juta hektar. 6,3 juta ha diantaranya ada di hutan lindung & konservasi; 90% area pertambangan di Indonesia berada di hutan produksi tidak memiliki IPPKH, yakni 17,6 dari 19,6 juta hektar; 10.425 Ha (20 IUP) terindikasi berada dalam kawasan Tahura Bukit Soeharto yang merupakan Hutan Lindung (JATAM Kaltim, 2016); PT Gemah Ripah Pratama terindikasi beroperasi di cagar alam Morowali (JATAM Sulteng, 2016).
Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa ada potensi kerugian negara sebesar 26 triliun dari piutang PNBP Pertambangan dimana 21,8 triliun hanya dari 6 perusahaan PKP2B Generasi 1; 296,7 miliar dari 57 perusahaan PKP2B; 280,15 miliar dari 28 perusahaan KK; 3,8 T dari 3003 perusahan pemegang IUP. Di Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara terdapat 3419 IUP minerba yang memiliki tunggakan PNBP dari pembayaran iuran tetap (2013-2015) hingga 943 miliar rupiah.
Belum lagi dengan persoalan lubang tambang di Kaltim yang telah merenggut nyawa 26 korban. Padahal segala upaya yang dilakukan telah dilakukan mulai dari laporan kepada aparat penegak hukum, pemeritah daerah maupun pemerintah pusat, pembentukan “task force lubang tambang” oleh Kantor Staff Presiden, Penandatanganan Pakta Integritas sampai dengan Rekomendasi dari Komnas HAM. Akan tetapi, sampai hari ini belum ada tindak lanjut dari pihak-pihak tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang bahwa tidak ada progress yang signifikan dari pelaksanaan GNPSDA, sektor minerba dan cenderung menjadi alat oleh pemegang IUP yang bermasalah untuk “memutihkan” kejahatan pertambangan. Oleh karena itu Koalisi Masyarakat Sipil merekomendasikan beberapa hal:
1. Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan kejahatan pertambangan.
2. Gubenur dan Kementerian ESDM segera mencabut IUP yang berstatus Non CnC sasesuai dengan tenggat waktu 2 Januari 2016 dan segera. melakukan evaluasi kembali terhadap seluruh IUP yang berstatus CnC.
3. KLHK dan KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap IUP CnC maupun Non CnC yang tidak memiliki IPPKH.
4. KLHK dan Kementerian ESDM segera melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang pemegang IUP yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang signifikan dan menyebabkan hilangnya nyawa.
5. KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap korporasi pemegang IUP berdasarkan temuan Korsup Minerba yang tidak ditindaklanjuti baik aspek kewilayahan, lingkungan dan keuangan.
6. Kapolri dan Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan dan memastikan penyelesaian kasus-kasus lubang tambang dan korupsi sektor pertambangan.
7. Terkait Kasus Lubang Tambang di Kaltim, Gubernur, Bupati/Walikota dan Kapolda Kaltim segera menindaklanjuti hasil Rekomendasi dari Komnas HAM.
Balikpapan, 23 November 2016
Koalisi Anti Mafia Sumberdaya Alam
1. JATAM Kaltim : Pradharma Rupang / 085250509899
2. WALHI Kaltim : Syaifudin / 082251365918
3. Pokja 30 : Carolus Tuah / 08164518969
4. Yayasan Bumi : Erma Wulandari / 085246146119
5. STABIL : Jufriansyah /08125801198
6. Prakarsa Borneo : Muhammad Muhdar / 081346620900
7. SAMPAN Kalimantan : Dede Purwansyah / 08115629686
8. Swandiri Institute : Arif Munandar / 082181497585
9. WALHI Kalbar : Andreas S. Illu / 085393532775
10. WALHI Kalteng : Lutfi Bachtiar / 082245481879
11. JARI Kalteng : Sepiani / 085252897897
12. WALHI Kalsel : Kisworo Dwi Cahyono / 081348551100
13. JATAM Sulteng : Syahrudin Etal / 085241199222
14. Yayasan Tanah Merdeka : Moh Amirudin Alala/ 085396696946
15. WALHI Sultra : Sufri / 082187877847
16. PWYP Indonesia : Rizky Ananda Wulan / 085730454578
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang