Empat Orang Warga Banyuwangi Kritis Akibat Tolak Tambang Emas PT BSI


Kampanye

Empat Orang Warga Banyuwangi Kritis Akibat Tolak Tambang Emas PT BSI


Oleh JATAM

22 Maret 2016





Empat orang yang melakukan aksi mogok makan menolak tambang emas dari Desa Sumberagung, Pesanggaran Banyuwangi, dibawa ke RSI Fatimah. Mereka dibawa dengan angkutan kota (Angkot), lantaran kondisinya sudah kritis, Senin (21/3/2016). Aksi mogok makan mulai dilakukan warga Desa Sumberagung, 16 Maret 2016 di Depan kantor Pemkab Banyuwangi.

Budiawan, salah satu petani yang ikut aksi, menjelaskan, aksi tersebut dilakukan agar pemerintah Kabupaten Banyuwangi memperhatikan kondisi masyarakat yang dia di sekitar Tumpang Pitu yang terdampak dengan pembangunan perusahaan tambang emas.

“Kami menolak tambang emas dan meminta agar pemerintah kabupaten Banyuwangi segera menutup PT BSI karena merugikan kami,” ucapnya.

Menurut dia, salah satu dampak yang terasa adalah ditimbunnya Sungai katak, salah satu sungai alam yang menampung air hujan dan menjadi sumber mata air petani.

“Jadi sejak sungai katak di timbun air hujan langsung mengalir ke perkampungan. Memang dijanjikan sungai buatan tapi dekat dengam pemukiman warga,” ucapnya.
Sebelumnya, mereka mengajukan gugatan class action terkait perizinan tambang emas ke Pengadilan Negeri Banyuwangi. Warga mengaku tak pernah dilibatkan dalam proses keluarnya izin tambang emas. Tambang emas di Gunung Tumpangpitu Banyuwangi dikelola oleh PT Bumi Suksesindo (BSI).

Tambang ini menggunakan pinjam pakai lahan Perhutani seluas 194 hektar dan alih fungsi lahan seluas 1952 hektar. Kapasitas produksi pertambangan ditargetkan mencapai 36 juta ton per tahun. Kini, masih dalam tahap eksplorasi. Rencananya, tahun depan akan dimulai proses eksploitasi.
Baca juga PENOLAKAN TAMBANG BANYUWANGI Klik Disini







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Kampanye

Empat Orang Warga Banyuwangi Kritis Akibat Tolak Tambang Emas PT BSI


Share


Oleh JATAM

22 Maret 2016



Empat orang yang melakukan aksi mogok makan menolak tambang emas dari Desa Sumberagung, Pesanggaran Banyuwangi, dibawa ke RSI Fatimah. Mereka dibawa dengan angkutan kota (Angkot), lantaran kondisinya sudah kritis, Senin (21/3/2016). Aksi mogok makan mulai dilakukan warga Desa Sumberagung, 16 Maret 2016 di Depan kantor Pemkab Banyuwangi.

Budiawan, salah satu petani yang ikut aksi, menjelaskan, aksi tersebut dilakukan agar pemerintah Kabupaten Banyuwangi memperhatikan kondisi masyarakat yang dia di sekitar Tumpang Pitu yang terdampak dengan pembangunan perusahaan tambang emas.

“Kami menolak tambang emas dan meminta agar pemerintah kabupaten Banyuwangi segera menutup PT BSI karena merugikan kami,” ucapnya.

Menurut dia, salah satu dampak yang terasa adalah ditimbunnya Sungai katak, salah satu sungai alam yang menampung air hujan dan menjadi sumber mata air petani.

“Jadi sejak sungai katak di timbun air hujan langsung mengalir ke perkampungan. Memang dijanjikan sungai buatan tapi dekat dengam pemukiman warga,” ucapnya.
Sebelumnya, mereka mengajukan gugatan class action terkait perizinan tambang emas ke Pengadilan Negeri Banyuwangi. Warga mengaku tak pernah dilibatkan dalam proses keluarnya izin tambang emas. Tambang emas di Gunung Tumpangpitu Banyuwangi dikelola oleh PT Bumi Suksesindo (BSI).

Tambang ini menggunakan pinjam pakai lahan Perhutani seluas 194 hektar dan alih fungsi lahan seluas 1952 hektar. Kapasitas produksi pertambangan ditargetkan mencapai 36 juta ton per tahun. Kini, masih dalam tahap eksplorasi. Rencananya, tahun depan akan dimulai proses eksploitasi.
Baca juga PENOLAKAN TAMBANG BANYUWANGI Klik Disini



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang