Empat Cagub Kaltim Tersandera Catatan Hitam


Berita

Empat Cagub Kaltim Tersandera Catatan Hitam


Oleh JATAM

26 Maret 2018





Pengalihfungsian kebun dan sawah sebagai areal tambang jadi pemandangan biasa di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim). Sementara pemimpin daerah setempat, dari masa ke masa cenderung menganggap ini sebagai kewajaran. Tak heran jika praktik eksploitasi lingkungan kerap menunggangi agenda pilkada di sana. Sebab wilayah ini pun dikenal dengan kekayaan sumber daya tambangnya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Pradarma Rupang menjelaskan, wajah lama yang berlaga kembali dalam hajatan pilkada Kaltim, memiliki sejumlah catatan kelam di bidang lingkungan. Mereka yang telah lama duduk dalam kekuasaan politik, saat menjabat tak memberikan manfaat bagi keselamatan rakyat dan lingkungan hidup di Kaltim. Komitmen para kandindat untuk merampungkan persoalan krisis sosial dan ekologi pun nihil.

Bahkan, para kandidat yang akan bertarung di pemilihan gvubernur (pilgub) mendatang, lanjutnya, menggantungkan industri ekstraktif untuk mengeruk sumber pendanaan utama.

Lebih rinci, Darma menyebutkan dari empat pasangan calon (paslon) yang bertarung, tak ditemukan sikap kritis mereka atas krisis lingkungan setempat. Pasangan nomor urut ke-1, Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi yang disokong Partai Golkar tak punya rekam jejak dalam upaya konservasi lingkungan, terutama pasca penambangan batubara yang membabi buta di sana.

Partai Golkar sendiri di mata Darma, memang selalu mendukung calon pemimpin yang kerap berselingkuh dengan korporasi untuk mengeksploitasi alam Kaltim. Sebelumnya partai berlambang beringin itu juga menjadi kendaraan politik Rita Widyasari, kandidat Gubernur Kaltim yang terciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia diduga terjerat korupsi izin perkebunan kelapa sawit hingga tindak pidana pencucian uang senilai Rp448 milliar. Menurut catatan JATAM, Rita diduga juga mengobral serta memperpanjang 250 izin tambang.

Lebih lanjut, Jatam menemukan fakta dan peliputan media yang mengeskpos kehadiran Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi dalam kasus Rita Widyasari dan Khoirudin di PN Tipikor, Jakarta Pusat, dalam persidangan Rabu, (21/3). Nampak paslon tersebut melakukan foto bersama dengan menunjukan pesan pilih nomor 1 sebagai pesan politik untuk mobilisasi dukungan.

“Sehingga jelas bahwa pasangan nomor urut satu terkait dengan dukungan tersangka korupsi,” tegas Rupang.

Sebelas dua belas dengan paslon nomor usut satu, paslon urutan ke-2 yang merupakan petahana Samarinda selama empat periode, Syaharie Ja’ang, telah menerbitkan 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Ia juga telah mengkapling 71% luas Kota Samarinda yang berdampak pada banjir di 35 titik dan hingga kini kian meluas.

Catatan kelamnya juga tampak dari ketidaktegasannya saat menindak kasus tewasnya 17 anak Samarinda dalam lubang tambang semenjak 2011 hingga 2017. Salah satu korban ditemukan di lokasi PT Transisi Energi Satunama, perusahaan yang sahamnya diduga kuat dimiliki Syaharie Ja’ang. Selain itu, dia juga tercatat sebagai direktur Anugerah Bumi Etam sebuah perusahaan tambang batu bara yang aktif di Kaltim.

Tidak jauh berbeda dengan pasangan duetnya, Awang Ferdian Hidayat yang merupakan putra Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tak punya catatan baik dalam konservasi lingkungan. Anggota DPR RI itu disebut JATAM tak tegas menyikapi pertambangan di bumi Borneo.

“Publik hanya membaca kepentingannya tidak lebih dari sekadar memastikan langgengnya Dinasti Awang Faroek di kekuasaan politik,” tegas Darma.

Berikutnya, Rusmadi Wongso yang dikenal sebagai koordinator penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kaltim 2016-2035 tidak kunjung mengumumkan Izin IUP yang bermasalah, dan sudah sepantasnya dicabut.

Terlebih lagi, tidak adanya transparansi dalam penataan izin, mengindikasikan data pemerintah Kaltim hanya sekadar data siluman. Hasilnya, lanjut JATAM dibiarkan dinikmati sebagai bancakan bersama. Sebaliknya aspek lingkungan dipinggirkan, sehingga semakin mengukuhkan posisi Kaltim sebagai provinsi rawan bencana.

RTRW Kaltim tidak mengakomodir keselamatan rakyat serta kelestarian lingkungan. “Nyaris tidak ada ruang hidup yang diberikan untuk rakyat baik sebagai wilayah kelola, hunian, maupun ruang-ruang publik,” ujarnya lagi.

Lebih rinci dia menyebutkan, dari 12,7 juta ha daratan Kaltim, 43% diperuntukkan buat konsesi tambang, 29% izin perkebunan sawit, 34% HPH, dan 36% HTI ini menunjukkan kaltim defisit ruang hidup.

Sama saja dengan pasangannya, yang selama dua tahun menjabat sebagai Kapolda Kaltim yang dinilai minim prestasi penegakan hukum di bidang lingkungan. Dari 16 kasus ilegal mining hanya datu yang ditetapkan sebagai tersangka dan itu pun masih terhenti tanpa kejelasan perkembangan, apakah sudah ada vonis pengadilan atau belum. Tidak hanya itu, meninggalnya 28 anak di lubang dan lokasi tambang menjadikan Polda Kaltim sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap mangkraknya sejumlah kasus itu.

Setali tiga uang, kandidat gubernur lainnya, Isran Noor yang juga mantan Bupati Kutai Timur memiliki sejumlah kasus yang kontroversial.

Pada 2014 ia diduga terlibat dalam ijon tambang PT Arina Kota Jaya senilai Rp5 milliar, yang diduga merupakan aliran pencucian uang korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin. Namanya juga disebut bersama Awang Faroek Ishak, Mahyudin, dan sejumlah nama lainnya dalam kasus korupsi divestasi PT KPC yang penyelidikannya pernah digelar oleh Kejagung namun kemudian terhenti.

Rupang melanjutkan, selama masa jabatannya sebagai seorang bupati, tercatat dia telah mengobral 161 Izin Usaha Pertambangan mineral dan batubara.

Lebih jauh, fasilitas Partai Gerinda yang menjadi “perahu politik” Isran Noor, juga diduga terkait dengan kepentingan mengamankan aset Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Ia diketahui memiliki sejumlah usaha tambang di bawah kendali perusahaannya, di antaranya Nusantara Energy Group yang berada di Kutai Timur, daerah asal karier politik Isran Noor saat ini.

Menghancurkan alam dengan kewenangan

JATAM telah merilis temuan legal review sebagai tindak lanjut dari perjuangan mereka, melakukan advokasi keterbukaan informasi di bidang pertambangan batubara sepanjang 2014-2017. Beberapa temuan penting yang muncul adalah:

  1. 415 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara di Kutai Kartanegara tersebut setelah dianalisis, luasnya mencapai 2,7 Juta hektar atau setara 34% dari luas Kabupaten Kutai Kartanegara.
  2. Legal review menemukan IUP yang melebihi batasan luas dalam Undang-undang Minerba, yaitu IUP yang diberikan oleh Rita Widyasari kepada PT Muller Kalteng, luasnya mencapai 300.362 hektar atau empat kali lipat luas Kota Samarinda.
  3. Terdapat IUP -IUP yang keluar di luar masa jabatan pejabat Bupati Kutai Kartanegara.
  4. Sepanjang 2009-2017 terdapat 415 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Minerba yang dikeluarkan oleh tiga pejabat Bupati Rita widyasari. Ia mengobral 259 IUP selama ia berkuasa, diikuti oleh Sulaiman Gafur sebanyak 105 IUP, hanya dalam setahun berkuasa. Sementara ejabat Bupati Sjachruddin sebanyak 48 IUP.
  5. Jika diprosentasikan, luas IUP yang dikeluarkan Rita Widyasari semasa menjadi bupati yaitu mencapai 25,6% dari luas Kukar.
  6. Ditemukan juga 66 Izin usaha pertambangan minerba yang berada di kawasan hutan tanpa kejelasan izin pendukung.
  7. Review juga menemukan indikasi menutup-nutupi, karena banyak Informasi sensitif tentang data perusahaan dan profil pemilik serta pemegang saham perusahaan tambang di Kukar. Komisi Informasi provinsi Kaltim kala itu juga tidak membuka data tersebut.
  8. Dalam review juga dipaparkan, IUP natubara yang dikeluarkan Rita Widyasari juga melalui kolusi, demi melanggengkan penguasaan dinasti politiknya. IUP PT Alam Jaya Bara Pratama (AJBP) diberikan kepada Silvi Agustina dan Endri Erawan, Endri adalah kakak ipar Rita dan Silvi adalah kakak kandungnya. Selain itu IUP ini juga diberikan kepada ibunya Hj. Dayang Kartini. Terdapat tiga IUP yang mencatat nama ibu dari Rita Widyasari di perusahaan tambang PT Beringin Jaya Abadi (BJA), PT Sinar Kumala Naga (SKN), dan PT Lembuswana Perkasa (LP). Tak berhenti di situ IUP lain diberikan Rita kepada Roni Fauzan, sepupunya yang menjadi Komisaris PT Sinar Kumala Naga (SKN) begitu juga Aziz Syamsudin, politisi elit Partai Golkar di Jakarta, diduga terkait dengan dukungan imbal balik dalam penguasaan puncak Partai Golkar Kaltim, agar memuluskan pencalonan di Pilgub Kaltim.

Laporan temuan JATAM ini diharapkan dapat memperkuat temuan KPK terutama terkait dengan penemuan 27 izin lingkungan dan AMDAL pertambangan batubara yang dijadikan sumber korupsi Rita Widyasari, KPK menyebut kerugian negara mencapai Rp 448 miliar dari berbagai aliran uang termasuk dari penerbitan izin lingkungan tersebut.

Sumber: alinea.id







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Berita

Empat Cagub Kaltim Tersandera Catatan Hitam


Share


Oleh JATAM

26 Maret 2018



Pengalihfungsian kebun dan sawah sebagai areal tambang jadi pemandangan biasa di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim). Sementara pemimpin daerah setempat, dari masa ke masa cenderung menganggap ini sebagai kewajaran. Tak heran jika praktik eksploitasi lingkungan kerap menunggangi agenda pilkada di sana. Sebab wilayah ini pun dikenal dengan kekayaan sumber daya tambangnya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Pradarma Rupang menjelaskan, wajah lama yang berlaga kembali dalam hajatan pilkada Kaltim, memiliki sejumlah catatan kelam di bidang lingkungan. Mereka yang telah lama duduk dalam kekuasaan politik, saat menjabat tak memberikan manfaat bagi keselamatan rakyat dan lingkungan hidup di Kaltim. Komitmen para kandindat untuk merampungkan persoalan krisis sosial dan ekologi pun nihil.

Bahkan, para kandidat yang akan bertarung di pemilihan gvubernur (pilgub) mendatang, lanjutnya, menggantungkan industri ekstraktif untuk mengeruk sumber pendanaan utama.

Lebih rinci, Darma menyebutkan dari empat pasangan calon (paslon) yang bertarung, tak ditemukan sikap kritis mereka atas krisis lingkungan setempat. Pasangan nomor urut ke-1, Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi yang disokong Partai Golkar tak punya rekam jejak dalam upaya konservasi lingkungan, terutama pasca penambangan batubara yang membabi buta di sana.

Partai Golkar sendiri di mata Darma, memang selalu mendukung calon pemimpin yang kerap berselingkuh dengan korporasi untuk mengeksploitasi alam Kaltim. Sebelumnya partai berlambang beringin itu juga menjadi kendaraan politik Rita Widyasari, kandidat Gubernur Kaltim yang terciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia diduga terjerat korupsi izin perkebunan kelapa sawit hingga tindak pidana pencucian uang senilai Rp448 milliar. Menurut catatan JATAM, Rita diduga juga mengobral serta memperpanjang 250 izin tambang.

Lebih lanjut, Jatam menemukan fakta dan peliputan media yang mengeskpos kehadiran Andi Sofyan Hasdam-Rizal Effendi dalam kasus Rita Widyasari dan Khoirudin di PN Tipikor, Jakarta Pusat, dalam persidangan Rabu, (21/3). Nampak paslon tersebut melakukan foto bersama dengan menunjukan pesan pilih nomor 1 sebagai pesan politik untuk mobilisasi dukungan.

“Sehingga jelas bahwa pasangan nomor urut satu terkait dengan dukungan tersangka korupsi,” tegas Rupang.

Sebelas dua belas dengan paslon nomor usut satu, paslon urutan ke-2 yang merupakan petahana Samarinda selama empat periode, Syaharie Ja’ang, telah menerbitkan 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Ia juga telah mengkapling 71% luas Kota Samarinda yang berdampak pada banjir di 35 titik dan hingga kini kian meluas.

Catatan kelamnya juga tampak dari ketidaktegasannya saat menindak kasus tewasnya 17 anak Samarinda dalam lubang tambang semenjak 2011 hingga 2017. Salah satu korban ditemukan di lokasi PT Transisi Energi Satunama, perusahaan yang sahamnya diduga kuat dimiliki Syaharie Ja’ang. Selain itu, dia juga tercatat sebagai direktur Anugerah Bumi Etam sebuah perusahaan tambang batu bara yang aktif di Kaltim.

Tidak jauh berbeda dengan pasangan duetnya, Awang Ferdian Hidayat yang merupakan putra Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tak punya catatan baik dalam konservasi lingkungan. Anggota DPR RI itu disebut JATAM tak tegas menyikapi pertambangan di bumi Borneo.

“Publik hanya membaca kepentingannya tidak lebih dari sekadar memastikan langgengnya Dinasti Awang Faroek di kekuasaan politik,” tegas Darma.

Berikutnya, Rusmadi Wongso yang dikenal sebagai koordinator penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kaltim 2016-2035 tidak kunjung mengumumkan Izin IUP yang bermasalah, dan sudah sepantasnya dicabut.

Terlebih lagi, tidak adanya transparansi dalam penataan izin, mengindikasikan data pemerintah Kaltim hanya sekadar data siluman. Hasilnya, lanjut JATAM dibiarkan dinikmati sebagai bancakan bersama. Sebaliknya aspek lingkungan dipinggirkan, sehingga semakin mengukuhkan posisi Kaltim sebagai provinsi rawan bencana.

RTRW Kaltim tidak mengakomodir keselamatan rakyat serta kelestarian lingkungan. “Nyaris tidak ada ruang hidup yang diberikan untuk rakyat baik sebagai wilayah kelola, hunian, maupun ruang-ruang publik,” ujarnya lagi.

Lebih rinci dia menyebutkan, dari 12,7 juta ha daratan Kaltim, 43% diperuntukkan buat konsesi tambang, 29% izin perkebunan sawit, 34% HPH, dan 36% HTI ini menunjukkan kaltim defisit ruang hidup.

Sama saja dengan pasangannya, yang selama dua tahun menjabat sebagai Kapolda Kaltim yang dinilai minim prestasi penegakan hukum di bidang lingkungan. Dari 16 kasus ilegal mining hanya datu yang ditetapkan sebagai tersangka dan itu pun masih terhenti tanpa kejelasan perkembangan, apakah sudah ada vonis pengadilan atau belum. Tidak hanya itu, meninggalnya 28 anak di lubang dan lokasi tambang menjadikan Polda Kaltim sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap mangkraknya sejumlah kasus itu.

Setali tiga uang, kandidat gubernur lainnya, Isran Noor yang juga mantan Bupati Kutai Timur memiliki sejumlah kasus yang kontroversial.

Pada 2014 ia diduga terlibat dalam ijon tambang PT Arina Kota Jaya senilai Rp5 milliar, yang diduga merupakan aliran pencucian uang korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin. Namanya juga disebut bersama Awang Faroek Ishak, Mahyudin, dan sejumlah nama lainnya dalam kasus korupsi divestasi PT KPC yang penyelidikannya pernah digelar oleh Kejagung namun kemudian terhenti.

Rupang melanjutkan, selama masa jabatannya sebagai seorang bupati, tercatat dia telah mengobral 161 Izin Usaha Pertambangan mineral dan batubara.

Lebih jauh, fasilitas Partai Gerinda yang menjadi “perahu politik” Isran Noor, juga diduga terkait dengan kepentingan mengamankan aset Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Ia diketahui memiliki sejumlah usaha tambang di bawah kendali perusahaannya, di antaranya Nusantara Energy Group yang berada di Kutai Timur, daerah asal karier politik Isran Noor saat ini.

Menghancurkan alam dengan kewenangan

JATAM telah merilis temuan legal review sebagai tindak lanjut dari perjuangan mereka, melakukan advokasi keterbukaan informasi di bidang pertambangan batubara sepanjang 2014-2017. Beberapa temuan penting yang muncul adalah:

  1. 415 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara di Kutai Kartanegara tersebut setelah dianalisis, luasnya mencapai 2,7 Juta hektar atau setara 34% dari luas Kabupaten Kutai Kartanegara.
  2. Legal review menemukan IUP yang melebihi batasan luas dalam Undang-undang Minerba, yaitu IUP yang diberikan oleh Rita Widyasari kepada PT Muller Kalteng, luasnya mencapai 300.362 hektar atau empat kali lipat luas Kota Samarinda.
  3. Terdapat IUP -IUP yang keluar di luar masa jabatan pejabat Bupati Kutai Kartanegara.
  4. Sepanjang 2009-2017 terdapat 415 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Minerba yang dikeluarkan oleh tiga pejabat Bupati Rita widyasari. Ia mengobral 259 IUP selama ia berkuasa, diikuti oleh Sulaiman Gafur sebanyak 105 IUP, hanya dalam setahun berkuasa. Sementara ejabat Bupati Sjachruddin sebanyak 48 IUP.
  5. Jika diprosentasikan, luas IUP yang dikeluarkan Rita Widyasari semasa menjadi bupati yaitu mencapai 25,6% dari luas Kukar.
  6. Ditemukan juga 66 Izin usaha pertambangan minerba yang berada di kawasan hutan tanpa kejelasan izin pendukung.
  7. Review juga menemukan indikasi menutup-nutupi, karena banyak Informasi sensitif tentang data perusahaan dan profil pemilik serta pemegang saham perusahaan tambang di Kukar. Komisi Informasi provinsi Kaltim kala itu juga tidak membuka data tersebut.
  8. Dalam review juga dipaparkan, IUP natubara yang dikeluarkan Rita Widyasari juga melalui kolusi, demi melanggengkan penguasaan dinasti politiknya. IUP PT Alam Jaya Bara Pratama (AJBP) diberikan kepada Silvi Agustina dan Endri Erawan, Endri adalah kakak ipar Rita dan Silvi adalah kakak kandungnya. Selain itu IUP ini juga diberikan kepada ibunya Hj. Dayang Kartini. Terdapat tiga IUP yang mencatat nama ibu dari Rita Widyasari di perusahaan tambang PT Beringin Jaya Abadi (BJA), PT Sinar Kumala Naga (SKN), dan PT Lembuswana Perkasa (LP). Tak berhenti di situ IUP lain diberikan Rita kepada Roni Fauzan, sepupunya yang menjadi Komisaris PT Sinar Kumala Naga (SKN) begitu juga Aziz Syamsudin, politisi elit Partai Golkar di Jakarta, diduga terkait dengan dukungan imbal balik dalam penguasaan puncak Partai Golkar Kaltim, agar memuluskan pencalonan di Pilgub Kaltim.

Laporan temuan JATAM ini diharapkan dapat memperkuat temuan KPK terutama terkait dengan penemuan 27 izin lingkungan dan AMDAL pertambangan batubara yang dijadikan sumber korupsi Rita Widyasari, KPK menyebut kerugian negara mencapai Rp 448 miliar dari berbagai aliran uang termasuk dari penerbitan izin lingkungan tersebut.

Sumber: alinea.id



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang