Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Mega Proyek Makassar New Port


Siaran Pers

Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Mega Proyek Makassar New Port


Oleh JATAM

03 Maret 2021





[Pernyataan Sikap] Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan

Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Mega Proyek Makassar New Port

Sabtu, 27 Februari 2021 dini hari, Gubernur Non Aktif Sulawesi Selatan ditangkap KPK di rumah jabatannya. 24 jam kemudian, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, menetapkan 3 orang tersangka yang salah satunya ialah NA.

Pada dasarnya kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sedang disangkakan oleh KPK ke NA berawal dari dugaan suap dan gratifikasi untuk proyek infrastruktur jalan dan pariwisata di Kabupapten Bulukumba dan Sinjai. Berdasarkan pernyataan KPK, uang yang diduga diterima NA sebesar 5,4 Miliar.

Namun, koalisi masyarakat sipil di Sulsel yang tergabung dalam MARSS (Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan) menyebut bahwa dugaan praktek korupsi di sector lain masih ada dan harus segera diungkap oleh penyediki KPK. Salah satu dugaan praktek korupsi terdapat pada pembangunan mega proyek Makassar New Port milik Pelindo 4.

Menurut Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan, pembangunan mega proyek Makassar New Port milik perusahaan BUMN (Pelindo) juga tidak luput dari perhatiannya. Ia menemukan ada dugaan praktek korupsi dalam pembangunan proyek trilyunan ini.

Dalam keterangan persnya, Amin menjelaskan peta dugaan korupsi SDA yang terdapat pada mega proyek Makassar New Port:

  • Tahun 2019, Pelindo berencana melanjutkan pembangunan dan perluasan pelabuhan baru di Makassar seluas 45 Ha. Lalu Pelindo berkontrak dengan PT Pembanguan Perumahan untuk mengerjakan proyek tersebut.
  • Kemudian, PT Pembangunan Perumahan berkontrak dengan PT Boskalis Internasional Indonesia untuk join operasional dalam mengerjakan pengerukan pasir laut dan melakukan aktivitas penimbunan laut (reklamasi) untuk proyek MNP. Nilai kontrak yang ditandatangani oleh PT BII sebesar 75 Juta Euro atau setara dengan 1,2 triliun.
  • Lalu, PT Pelindo juga bekerja sama dengan perusahaan local untuk penyedia pasir laut sebagai material reklamasi. Adapun dua perusahaan penyedia pasir laut adalah PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Disini, Direktur Pelindo IV dan panitia tender perlu dimintai keterangan terkait pemilihan PT AKM dan PT BLI sebagai rekanan dalam penyedia pasir laut untuk proyek MNP
  • Pada Februari hingga Oktober 2020, kegiatan penambangan pasir laut mulai dikerjakan oleh PT Boskalis di wilayah tangkap nelayan yang juga merupakan wilayah konsesi PT AKM dan PT BLI. Dari dua perusahaan ini, PT BLI merupakan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Gubernur Sulawesi Selatan non aktif, Nurdin Abdullah.
  • Dari proyek inilah konflik dan pemiskinan nelayan – perempuan terjadi di Pulau Kodingareng

Kemudian, yang perlu diketahui public dan KPK adalah bagaimana peran Gubernur Sulsel dalam menerbitkan izin-izin perusahaan terutama perusahaan yang berafiliasi dengan Gubernur Sulsel sehingga dapat memperoleh proyek pengadaan pasir laut untuk pembangunan mega proyek MNP:

  • Pertengahan tahun 2019, Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diparipurnakan oleh DPRD Sulsel dan disetujui oleh Gubernur Sulawesi Selatan.
  • Tidak lama setelah itu, 14 perusahaan mengajukan wilayah izin usaha pertambangan. Dari 14 nama perusahaan, perhatian kami mengarah ke 5 perusahaan: (1) PT Alefu Karya Makmur, (2) PT Banteng Laut Indonesia, (3) PT Nugraha Indonesia Timur, (4) PT Berkah Bumi Utama, (5) Perusda Sulsel.
  • Dari 5 perusahaan tersebut, kami menemukan ada 3 perusahaan yang direktur dan komisarisnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gubernur Sulawesi Selatan. (1) PT Banteng Laut Indonesia, Direkturnya bernama Akbar Nugraha. Dia merupakan Tim Lebah (Tim Pemenangan) pasangan Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman saat pilgub 2018. Selain itu, Akbar Nugraha juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulsel. Komisarisnya Abil Ikhsan, Fahmi Islami dan Sunny Tanuwijaya. Mereka juga merupakan kolega dekat Nurdin Abdullah. (2) PT Nugraha Indonesia Timur, Direkturnya Abil Ikhsan, Komisarisnya Akbar Nugraha. (3) PT Perusda. Direkturnya bernama Taufik Fakhrudin (Ipar Gubernur Sulsel)
  • PT BLI dan dan PT NIT telah mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi. Sementara PT Perusda baru memperoleh wilayah izin usaha pertambangan. Izin-izin tersebut diberikan oleh Gubernur Sulsel melalui Dinas PTSP.
  • Setelah membaca dokumen lingkungan PT BLI dan PT Nugraha Indonesia Timur, kedua perusahaan ini merupakan perusahaan baru yang tidak memiliki track record dalam bisnis tambang, terkhusus tambang pasir laut. Namun kedua perusahaan ini dengan mudah memperoleh WIUP hingga IUP Opersi Produksi.
  • Pendirian PT BLI dan PT NIT disahkan oleh KemenkumHAM pada tanggal 28 Mei 2019. Lalu pada Desember 2019 kedua perusahaan ini mendpatkan izin usaha pertambangan operasi produksi. Lalu pada Februari 2020, salah satu perusahaan ini yakni PT BLI mendapat proyek pengadaan pasir laut untuk menyuplai material reklamasi untuk mega proyek Makassar New Port.
  • Dari proses perizinan yang cepat, kami menduga kuat bahwa perusahaan ini dibuat dan diberi izin oleh Gubernur Sulsel agar mendapatkan tender pengadaan pasir laut pada mega proyek MNP milik PT Pelindo IV.

Sementara Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi menjelaskan:

Trading In Influence (Perdagangan Pengaruh)

  • Proses permohonan penerbitan izin WIUP yang di ajukan oleh kedua perusahaan yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur kepada Dinas PMPTSP propinsi Sulsel dan di hari yang sama pula oleh Dinas DPMPTSP Propinsi Sulsel, menindaklanjuti  surat permohonan kedua Perusahaan  tersebut kepada dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan dengan surat Nomor: 01/BLI/05/2019, Perihal: Permohonan persetujuan penetapan wilayah usaha pertambangan (WIUP) tanggal 29 Mei 2019. Sangat cepat penerbitannya.
  • Cepatnya proses permohonan dari dinas DPMPTSP Sulsel ke Dinas Perikanan kelautan Sulawesi Selatan jelas menimbulkan kejanggalan pada konteks hukum administrasi pemerintahan.  Oleh karena Surat permohonan kedua perusahaan tersebut merupakan persyaratan demi untuk mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Spermonde untuk kebutuhan proyek makassar New Port, seharusnya tetap di proses dengan memegang teguh prinsip-prinsip Asas pemerintahan Umum yang  serta prinsip pemerintahan yang bebas KKN, yang salah satunya yakni aspek kehati-hatian pejabat administrasi Pemerintahan.

Mana mungkin suatu permohonan izin yang melibatkan banyak pihak,  aspek prosedural, Aspek Substansi dan bahkan ada ancaman kerusakan ekologi, hanya di proses dengan satu hari?

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di kerjakan hanya dalam waktu sekitar tujuh pekan, Dokumen tersebut diajukan pada 29 Oktober 2019 dan kemudian  pada 16 Desember 2019 oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel menyetujui dokumen tersebut.

  • Proses terbitnya AMDAL yang terkesan sangat cepat dan terburu-buru. ini menegskan bahwa ada privelege perlakuan khusus yang diberikan oleh Nurdin Abdullah kepada Perusahaan tersebut

 Conflict Of Interest (Konflik kepentingan) dibalik Proyek MNP

Bahwa dibalik keluarnya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hingga Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diberikan oleh Pemprov Sulsel kepada PT. Banteng Laut Indonesia dan  PT. Nugraha Indonesia Timur terdapat konflik Kepentingan hal mana perusahaan tersebut direktur dan komisarisnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gubernur Sulawesi Selatan, karena semua pihak yang disebut di atas merupakan kolega dekat Gubernur Sulawesi  Selatan.

Kongkalikong Tender Barang dan Jasa

  • Bahwa terdapat empat perusahaan (PT. AKM, PT. BBN, PT. BLI dan PT. NIT) sebagai peserta tender Pengerukan Pasir Laut pada proyek MNP. Dan pememang tender pada proyek tesebut yakni PT. BLI.
  • Bahwa di ketahui Abil Iksan dan Akbar Nugraha selaku pemiliki saham pada PT. BLI. Dan pada saat yang sama juga Abil Iksan dan Akbar Nugraha memiliki saham pada Nugraha Indonesia Timur yang notabene PT. Nugrah Indonesia Timur tesebut selaku peserta tender  pengerukkan Pasir Laut pada proyek MNP bersama dengan PT. BLI.
  • Bahwa di temukan juga fakta PT BLI dan NIT baru di sahkan oleh kementrian Hukum, dan HAM pada  Desember 2019 28 Mei 2019. Lalu pada Desember 2019 kedua perusahaan ini mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi dan pada Februari 2020, PT BLI memenangkan tender proyek pengadaan pasir laut, hal mana kalau dilihat pada waktu berdirinya PT BLI maka perusahaan tersebut belum punya pengalaman untuk pengadaan pengerukan pasir laut, Bahwa patut di duga ada kongkalikong antara Pelindo IV, Panitia lelang dengan peserta maupun pemenang lelang.

Kemudian Direktur LBH Makassar mengatakan bahwa:

  • Dampak dari tambang pasir laut untuk kepentingan pembangunan MNP tidak hanya berdampak pada lingkungan hidup, aktivitas tambang pasir laut tersebut telah pula berdampak pada kehidupan Nelayan pulau Kodingareng, akibat tambang pasir laut tersebut mengakibatkan air menjadi keruh dan gelombang air menjadi tinggi yang berdampak pada menurunnya hasil tangkap ikan nelayan pulau Kodingareng;
  • Nelayan kemudian melakukan berbagai upaya untuk melawan tambang pasir laut, mulai dari demonstrasi di laut dengan mencegat kapal penambang yang berujung kriminalisasi terhadap Nelayan, hingga melakukan demonstrasi di depan kantor Gubernur. Tapi tidak ada hasil yang mereka dapat, Gubernur Sulawesi Selatan waktu itu, Nurdin Abdullah bahkan menolak menemui warganya yang telah bersusah payah menginap di depan kantor Gubernur;
  • Tindakan Gubernur yang tidak ingin menemui Rakyatnya, sebenarnya adalah tindakan yang tidak demokratis, sehingga bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai Negara Hukum. Kita tahu bahwa pemilik sah Negeri ini adalah Rakyat, merekalah yang memberikan kewenangan kepada seluruh pejabat negeri ini, termasuk Gubernur untuk bertindak atas nama Rakyat.
  • Upaya kriminalisasi terhadap perjuangan Nelayan tidak berhenti, di mulai dari kasus Manre, kasus pertama di Indonesia yang menerapkan Pasal penghinaan terhadap uang, Manre harus di tahan oleh kepolisian akibat merobek uang dalam amplop. Hingga saat ini Nelayan Kodingareng masih terus mendapat teror kriminalisasi;
  • Tidak hanya upaya kriminalisasi, Warga Kodingareng juga mendapat teror dari oknum kepolisian yang melakukan penyisiran di Pulau Kodingareng, bahkan terdapat dari polisi yang melakukan penyisiran masuk ke rumah salah seorang warga tanpa izin dan tanpa surat perintah, tindakan tersebut adalah tindakan yang melawa hukum dan menyalahi KUHAP;

 

Makassar 3 Maret 2021

Contact Person:

Abdul Kadir Wokanubun, SH (Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi):

Muhammad Al Amin (Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan);

Muhammad Haidir, SH (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar)







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Mega Proyek Makassar New Port


Share


Oleh JATAM

03 Maret 2021



[Pernyataan Sikap] Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan

Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Mega Proyek Makassar New Port

Sabtu, 27 Februari 2021 dini hari, Gubernur Non Aktif Sulawesi Selatan ditangkap KPK di rumah jabatannya. 24 jam kemudian, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, menetapkan 3 orang tersangka yang salah satunya ialah NA.

Pada dasarnya kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sedang disangkakan oleh KPK ke NA berawal dari dugaan suap dan gratifikasi untuk proyek infrastruktur jalan dan pariwisata di Kabupapten Bulukumba dan Sinjai. Berdasarkan pernyataan KPK, uang yang diduga diterima NA sebesar 5,4 Miliar.

Namun, koalisi masyarakat sipil di Sulsel yang tergabung dalam MARSS (Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan) menyebut bahwa dugaan praktek korupsi di sector lain masih ada dan harus segera diungkap oleh penyediki KPK. Salah satu dugaan praktek korupsi terdapat pada pembangunan mega proyek Makassar New Port milik Pelindo 4.

Menurut Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan, pembangunan mega proyek Makassar New Port milik perusahaan BUMN (Pelindo) juga tidak luput dari perhatiannya. Ia menemukan ada dugaan praktek korupsi dalam pembangunan proyek trilyunan ini.

Dalam keterangan persnya, Amin menjelaskan peta dugaan korupsi SDA yang terdapat pada mega proyek Makassar New Port:

  • Tahun 2019, Pelindo berencana melanjutkan pembangunan dan perluasan pelabuhan baru di Makassar seluas 45 Ha. Lalu Pelindo berkontrak dengan PT Pembanguan Perumahan untuk mengerjakan proyek tersebut.
  • Kemudian, PT Pembangunan Perumahan berkontrak dengan PT Boskalis Internasional Indonesia untuk join operasional dalam mengerjakan pengerukan pasir laut dan melakukan aktivitas penimbunan laut (reklamasi) untuk proyek MNP. Nilai kontrak yang ditandatangani oleh PT BII sebesar 75 Juta Euro atau setara dengan 1,2 triliun.
  • Lalu, PT Pelindo juga bekerja sama dengan perusahaan local untuk penyedia pasir laut sebagai material reklamasi. Adapun dua perusahaan penyedia pasir laut adalah PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Disini, Direktur Pelindo IV dan panitia tender perlu dimintai keterangan terkait pemilihan PT AKM dan PT BLI sebagai rekanan dalam penyedia pasir laut untuk proyek MNP
  • Pada Februari hingga Oktober 2020, kegiatan penambangan pasir laut mulai dikerjakan oleh PT Boskalis di wilayah tangkap nelayan yang juga merupakan wilayah konsesi PT AKM dan PT BLI. Dari dua perusahaan ini, PT BLI merupakan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Gubernur Sulawesi Selatan non aktif, Nurdin Abdullah.
  • Dari proyek inilah konflik dan pemiskinan nelayan – perempuan terjadi di Pulau Kodingareng

Kemudian, yang perlu diketahui public dan KPK adalah bagaimana peran Gubernur Sulsel dalam menerbitkan izin-izin perusahaan terutama perusahaan yang berafiliasi dengan Gubernur Sulsel sehingga dapat memperoleh proyek pengadaan pasir laut untuk pembangunan mega proyek MNP:

  • Pertengahan tahun 2019, Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diparipurnakan oleh DPRD Sulsel dan disetujui oleh Gubernur Sulawesi Selatan.
  • Tidak lama setelah itu, 14 perusahaan mengajukan wilayah izin usaha pertambangan. Dari 14 nama perusahaan, perhatian kami mengarah ke 5 perusahaan: (1) PT Alefu Karya Makmur, (2) PT Banteng Laut Indonesia, (3) PT Nugraha Indonesia Timur, (4) PT Berkah Bumi Utama, (5) Perusda Sulsel.
  • Dari 5 perusahaan tersebut, kami menemukan ada 3 perusahaan yang direktur dan komisarisnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gubernur Sulawesi Selatan. (1) PT Banteng Laut Indonesia, Direkturnya bernama Akbar Nugraha. Dia merupakan Tim Lebah (Tim Pemenangan) pasangan Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman saat pilgub 2018. Selain itu, Akbar Nugraha juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulsel. Komisarisnya Abil Ikhsan, Fahmi Islami dan Sunny Tanuwijaya. Mereka juga merupakan kolega dekat Nurdin Abdullah. (2) PT Nugraha Indonesia Timur, Direkturnya Abil Ikhsan, Komisarisnya Akbar Nugraha. (3) PT Perusda. Direkturnya bernama Taufik Fakhrudin (Ipar Gubernur Sulsel)
  • PT BLI dan dan PT NIT telah mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi. Sementara PT Perusda baru memperoleh wilayah izin usaha pertambangan. Izin-izin tersebut diberikan oleh Gubernur Sulsel melalui Dinas PTSP.
  • Setelah membaca dokumen lingkungan PT BLI dan PT Nugraha Indonesia Timur, kedua perusahaan ini merupakan perusahaan baru yang tidak memiliki track record dalam bisnis tambang, terkhusus tambang pasir laut. Namun kedua perusahaan ini dengan mudah memperoleh WIUP hingga IUP Opersi Produksi.
  • Pendirian PT BLI dan PT NIT disahkan oleh KemenkumHAM pada tanggal 28 Mei 2019. Lalu pada Desember 2019 kedua perusahaan ini mendpatkan izin usaha pertambangan operasi produksi. Lalu pada Februari 2020, salah satu perusahaan ini yakni PT BLI mendapat proyek pengadaan pasir laut untuk menyuplai material reklamasi untuk mega proyek Makassar New Port.
  • Dari proses perizinan yang cepat, kami menduga kuat bahwa perusahaan ini dibuat dan diberi izin oleh Gubernur Sulsel agar mendapatkan tender pengadaan pasir laut pada mega proyek MNP milik PT Pelindo IV.

Sementara Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi menjelaskan:

Trading In Influence (Perdagangan Pengaruh)

  • Proses permohonan penerbitan izin WIUP yang di ajukan oleh kedua perusahaan yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur kepada Dinas PMPTSP propinsi Sulsel dan di hari yang sama pula oleh Dinas DPMPTSP Propinsi Sulsel, menindaklanjuti  surat permohonan kedua Perusahaan  tersebut kepada dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan dengan surat Nomor: 01/BLI/05/2019, Perihal: Permohonan persetujuan penetapan wilayah usaha pertambangan (WIUP) tanggal 29 Mei 2019. Sangat cepat penerbitannya.
  • Cepatnya proses permohonan dari dinas DPMPTSP Sulsel ke Dinas Perikanan kelautan Sulawesi Selatan jelas menimbulkan kejanggalan pada konteks hukum administrasi pemerintahan.  Oleh karena Surat permohonan kedua perusahaan tersebut merupakan persyaratan demi untuk mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Spermonde untuk kebutuhan proyek makassar New Port, seharusnya tetap di proses dengan memegang teguh prinsip-prinsip Asas pemerintahan Umum yang  serta prinsip pemerintahan yang bebas KKN, yang salah satunya yakni aspek kehati-hatian pejabat administrasi Pemerintahan.

Mana mungkin suatu permohonan izin yang melibatkan banyak pihak,  aspek prosedural, Aspek Substansi dan bahkan ada ancaman kerusakan ekologi, hanya di proses dengan satu hari?

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di kerjakan hanya dalam waktu sekitar tujuh pekan, Dokumen tersebut diajukan pada 29 Oktober 2019 dan kemudian  pada 16 Desember 2019 oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel menyetujui dokumen tersebut.

  • Proses terbitnya AMDAL yang terkesan sangat cepat dan terburu-buru. ini menegskan bahwa ada privelege perlakuan khusus yang diberikan oleh Nurdin Abdullah kepada Perusahaan tersebut

 Conflict Of Interest (Konflik kepentingan) dibalik Proyek MNP

Bahwa dibalik keluarnya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hingga Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diberikan oleh Pemprov Sulsel kepada PT. Banteng Laut Indonesia dan  PT. Nugraha Indonesia Timur terdapat konflik Kepentingan hal mana perusahaan tersebut direktur dan komisarisnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gubernur Sulawesi Selatan, karena semua pihak yang disebut di atas merupakan kolega dekat Gubernur Sulawesi  Selatan.

Kongkalikong Tender Barang dan Jasa

  • Bahwa terdapat empat perusahaan (PT. AKM, PT. BBN, PT. BLI dan PT. NIT) sebagai peserta tender Pengerukan Pasir Laut pada proyek MNP. Dan pememang tender pada proyek tesebut yakni PT. BLI.
  • Bahwa di ketahui Abil Iksan dan Akbar Nugraha selaku pemiliki saham pada PT. BLI. Dan pada saat yang sama juga Abil Iksan dan Akbar Nugraha memiliki saham pada Nugraha Indonesia Timur yang notabene PT. Nugrah Indonesia Timur tesebut selaku peserta tender  pengerukkan Pasir Laut pada proyek MNP bersama dengan PT. BLI.
  • Bahwa di temukan juga fakta PT BLI dan NIT baru di sahkan oleh kementrian Hukum, dan HAM pada  Desember 2019 28 Mei 2019. Lalu pada Desember 2019 kedua perusahaan ini mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi dan pada Februari 2020, PT BLI memenangkan tender proyek pengadaan pasir laut, hal mana kalau dilihat pada waktu berdirinya PT BLI maka perusahaan tersebut belum punya pengalaman untuk pengadaan pengerukan pasir laut, Bahwa patut di duga ada kongkalikong antara Pelindo IV, Panitia lelang dengan peserta maupun pemenang lelang.

Kemudian Direktur LBH Makassar mengatakan bahwa:

  • Dampak dari tambang pasir laut untuk kepentingan pembangunan MNP tidak hanya berdampak pada lingkungan hidup, aktivitas tambang pasir laut tersebut telah pula berdampak pada kehidupan Nelayan pulau Kodingareng, akibat tambang pasir laut tersebut mengakibatkan air menjadi keruh dan gelombang air menjadi tinggi yang berdampak pada menurunnya hasil tangkap ikan nelayan pulau Kodingareng;
  • Nelayan kemudian melakukan berbagai upaya untuk melawan tambang pasir laut, mulai dari demonstrasi di laut dengan mencegat kapal penambang yang berujung kriminalisasi terhadap Nelayan, hingga melakukan demonstrasi di depan kantor Gubernur. Tapi tidak ada hasil yang mereka dapat, Gubernur Sulawesi Selatan waktu itu, Nurdin Abdullah bahkan menolak menemui warganya yang telah bersusah payah menginap di depan kantor Gubernur;
  • Tindakan Gubernur yang tidak ingin menemui Rakyatnya, sebenarnya adalah tindakan yang tidak demokratis, sehingga bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai Negara Hukum. Kita tahu bahwa pemilik sah Negeri ini adalah Rakyat, merekalah yang memberikan kewenangan kepada seluruh pejabat negeri ini, termasuk Gubernur untuk bertindak atas nama Rakyat.
  • Upaya kriminalisasi terhadap perjuangan Nelayan tidak berhenti, di mulai dari kasus Manre, kasus pertama di Indonesia yang menerapkan Pasal penghinaan terhadap uang, Manre harus di tahan oleh kepolisian akibat merobek uang dalam amplop. Hingga saat ini Nelayan Kodingareng masih terus mendapat teror kriminalisasi;
  • Tidak hanya upaya kriminalisasi, Warga Kodingareng juga mendapat teror dari oknum kepolisian yang melakukan penyisiran di Pulau Kodingareng, bahkan terdapat dari polisi yang melakukan penyisiran masuk ke rumah salah seorang warga tanpa izin dan tanpa surat perintah, tindakan tersebut adalah tindakan yang melawa hukum dan menyalahi KUHAP;

 

Makassar 3 Maret 2021

Contact Person:

Abdul Kadir Wokanubun, SH (Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi):

Muhammad Al Amin (Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan);

Muhammad Haidir, SH (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar)



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang