Bumi Suksesindo Sukses Hancurkan Gunung Tumpang Pitu


Siaran Pers

Bumi Suksesindo Sukses Hancurkan Gunung Tumpang Pitu


Oleh JATAM

23 Agustus 2016





Tumpang pituJakarta, 23/8/16 – Banjir lumpur yang melanda kawasan wisata Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi, dalam dua pekan terakhir tidak lepas dari aktivitas pertambangan emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) milik pengusaha Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya.

Banjir lumpur yang berasal dari Gunung Tumpang Pitu ini paling dirasakan dampaknya di Dusun Pancer, kampung nelayan yang terletak di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Banjir lumpur mencemari kawasan pesisir di Kecamatan Pesanggaran hingga empat kilometer dari lepas pantai.

Tambang emas yang diklaim sebagai tambang terbesar kedua di Indonesia ini, melakukan peledakan pertama pada 27 April 2016. Peledakan di kawasan Gunung Tumpang Pitu ini yang menjadi penyebab utama banjir lumpur di Pantai Pulau Merah, yang letaknya tepat di bawah kaki Gunung Tumpang Pitu.

Merespon banjir lumpur tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberikan surat teguran kepada PT. BSI. Surat teguran yang diantarkan langsung oleh Bupati Azwar Anas ini meminta kepada PT. BSI untuk segera membangun enam dam penampungan sebagaimana yang tercantum dalam Amdal.

“Jika Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang mau bersikap tegas, seharusnya bisa memberikan peringatan lebih keras lagi bagi PT. BSI. Harus disertai ancaman pencabutan izin, bukannya diberi kehormatan dengan pengantaran surat teguran langsung oleh Bupati,” ujar Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Kawasan yang sebelumnya berstatus Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini, mulai resmi dikapling oleh PT. BSI sejak diberikannya izin usaha pertambangan oleh Bupati Azwar Anas melalui SK Bupati No. 188/555/KEP/429.011/2012 dan No. 188/547/KEP/429.011/2012 dengan luas konsesi 4.998 hektar. Dari luas tersebut, PT. BSI mencaplok Gunung Tumpang Pitu seluas 1.942 hektar.

Berdasar UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan lindung terlarang untuk kegiatan pertambangan terbuka. Namun untuk menguatkan SK IUP tersebut dan memuluskan eksploitasi emas, Menteri Kehutanan yg saat itu dijabat Zulkifli Hasan menurunkan status Gunung Tumpang Pitu dari Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi melalui SK Menteri Kehutanan No. 826/MENHUT-II/2013 seluas 1.942 hektar.

Penurunan status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini berdasarkan usul Bupati Banyuwangi Azwar Anas melalui surat No. 522/635/429/108/2012 yang mengusulkan penurunan fungsi kawasan hutan Gunung Tumpang Pitu seluas 9.743,28 hektar.

Penurunan status kawasan hutan demi melancarkan eksploitasi penambangan jelas merupakan bentuk fasilitasi negara atas perusakan lingkungan. Demi mengeruk keuntungan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengabaikan keselamatan lingkungan dan warganya. Konsesi PT. BSI berada di Kecamatan Pesanggaran dan hanya berjarak tiga kilometer dari permukiman warga. Tentu ekploitasi emas ini berdampak negatif bagi penghidupan warga Pesanggaran yang sangat bergantung pada sektor perikanan, pertanian dan pariwisata.

Dari sektor perikanan, selain Dusun Pancer, terdapat empat kampung nelayan yang akan terdampak langsung atas pertambangan PT. BSI. Yakni kampung nelayan Muncar, Grajagan, Lampon dan Rajegwesi. Di kampung nelayan Pancer terdapat tempat pelelangan ikan (TPI) yang menjadi pusat perdagangan bagi nelayan di pesisir Banyuwangi. Sayangnya, TPI ini hanya berjarak 6,7 kilometer dari bakal kolam penampungan limbah PT. BSI.

Dari sektor pariwisata, pesisir Banyuwangi, khususnya Kecamatan Pesanggaran, menyimpan potensi wisata pantai dan laut yang luar biasa. Sebut saja Pantai Pulau Merah, Pantai Plengkung, Pulau Tabuhan, Teluk Hijau, Pantai Rajegwesi, Pantai Pancer, Pantai Lampon, hingga wisata konservasi di Taman Nasional Meru Betiri yang melindungi habitat Penyu Hijau dan Banteng Jawa.

Gunung Tumpang Pitu dan Pesisir Selatan Banyuwangi masuk dalam kategori Kawasan Rawan Bencan (KRB). Sejarah mencatat pada 3 Juni 1994 kawasan Tumpang Pitu dan pesisir selatan Banyuwangi pernah diterjang Tsunami. Kawasan Gunung Tumpang Pitu lah yang menjadi benteng alami dari terjangan Tsunami dan angin badai saat musim Angin Barat.

Dengan rusaknya Kawasan Tumpang Pitu, secara langsung juga akan menghilangkan benteng alami warga dari terjangan Tsunami. Maka dengan memberikan izin penambangan di Gunung Tumpamg Pitu, Pemerintah telah menggadaikan keselamatan warga Banyuwangi, khususnya Kecamatan Pesanggaran.

“Oleh karena itu, penting untuk mengembalikan fungsi kawasan Gunung Tumpang Pitu sebagai Hutan lindung dan membatalkan izin pertambangan di kawasan tersebut. Salah satunya adalah PT. BSI milik Merdeka Copper Gold,” punkas Ki Bagus.

Rosdi Bahtiar Martadi, warga Banyuwangi yang tergabung dalam Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL), menggagas petisi melalui Change.org untuk mendesak Presiden Jokowi mengembalikan fungsi Gunung Tumpang Pitu menjadi kawasan Hutan Lindung dan mencabut izin tambang yang ada di kawasan tersebut.

Banjir lumpur yang melanda Gunung Tumpang Pitu dan Pantai Pulau Merah merupakan bencana ekologis yang timbul akibat perusakan kawasan hutan. Banjir lumpur ini adalah tanda dini dari serentetan bencana ekologis yang akan terus timbul akibat pengerukan di Kawasan Gunung Tumpang Pitu.

Kontak Person:
Ki Bagus (Pengkampanye JATAM): 085781985822
Rosdi Bahtiar Martadi (Humas BaFFEL): 085294489407







© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Bumi Suksesindo Sukses Hancurkan Gunung Tumpang Pitu


Share


Oleh JATAM

23 Agustus 2016



Tumpang pituJakarta, 23/8/16 – Banjir lumpur yang melanda kawasan wisata Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi, dalam dua pekan terakhir tidak lepas dari aktivitas pertambangan emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) milik pengusaha Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya.

Banjir lumpur yang berasal dari Gunung Tumpang Pitu ini paling dirasakan dampaknya di Dusun Pancer, kampung nelayan yang terletak di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Banjir lumpur mencemari kawasan pesisir di Kecamatan Pesanggaran hingga empat kilometer dari lepas pantai.

Tambang emas yang diklaim sebagai tambang terbesar kedua di Indonesia ini, melakukan peledakan pertama pada 27 April 2016. Peledakan di kawasan Gunung Tumpang Pitu ini yang menjadi penyebab utama banjir lumpur di Pantai Pulau Merah, yang letaknya tepat di bawah kaki Gunung Tumpang Pitu.

Merespon banjir lumpur tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberikan surat teguran kepada PT. BSI. Surat teguran yang diantarkan langsung oleh Bupati Azwar Anas ini meminta kepada PT. BSI untuk segera membangun enam dam penampungan sebagaimana yang tercantum dalam Amdal.

“Jika Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang mau bersikap tegas, seharusnya bisa memberikan peringatan lebih keras lagi bagi PT. BSI. Harus disertai ancaman pencabutan izin, bukannya diberi kehormatan dengan pengantaran surat teguran langsung oleh Bupati,” ujar Ki Bagus Hadi Kusuma, Pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Kawasan yang sebelumnya berstatus Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini, mulai resmi dikapling oleh PT. BSI sejak diberikannya izin usaha pertambangan oleh Bupati Azwar Anas melalui SK Bupati No. 188/555/KEP/429.011/2012 dan No. 188/547/KEP/429.011/2012 dengan luas konsesi 4.998 hektar. Dari luas tersebut, PT. BSI mencaplok Gunung Tumpang Pitu seluas 1.942 hektar.

Berdasar UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan lindung terlarang untuk kegiatan pertambangan terbuka. Namun untuk menguatkan SK IUP tersebut dan memuluskan eksploitasi emas, Menteri Kehutanan yg saat itu dijabat Zulkifli Hasan menurunkan status Gunung Tumpang Pitu dari Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi melalui SK Menteri Kehutanan No. 826/MENHUT-II/2013 seluas 1.942 hektar.

Penurunan status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini berdasarkan usul Bupati Banyuwangi Azwar Anas melalui surat No. 522/635/429/108/2012 yang mengusulkan penurunan fungsi kawasan hutan Gunung Tumpang Pitu seluas 9.743,28 hektar.

Penurunan status kawasan hutan demi melancarkan eksploitasi penambangan jelas merupakan bentuk fasilitasi negara atas perusakan lingkungan. Demi mengeruk keuntungan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengabaikan keselamatan lingkungan dan warganya. Konsesi PT. BSI berada di Kecamatan Pesanggaran dan hanya berjarak tiga kilometer dari permukiman warga. Tentu ekploitasi emas ini berdampak negatif bagi penghidupan warga Pesanggaran yang sangat bergantung pada sektor perikanan, pertanian dan pariwisata.

Dari sektor perikanan, selain Dusun Pancer, terdapat empat kampung nelayan yang akan terdampak langsung atas pertambangan PT. BSI. Yakni kampung nelayan Muncar, Grajagan, Lampon dan Rajegwesi. Di kampung nelayan Pancer terdapat tempat pelelangan ikan (TPI) yang menjadi pusat perdagangan bagi nelayan di pesisir Banyuwangi. Sayangnya, TPI ini hanya berjarak 6,7 kilometer dari bakal kolam penampungan limbah PT. BSI.

Dari sektor pariwisata, pesisir Banyuwangi, khususnya Kecamatan Pesanggaran, menyimpan potensi wisata pantai dan laut yang luar biasa. Sebut saja Pantai Pulau Merah, Pantai Plengkung, Pulau Tabuhan, Teluk Hijau, Pantai Rajegwesi, Pantai Pancer, Pantai Lampon, hingga wisata konservasi di Taman Nasional Meru Betiri yang melindungi habitat Penyu Hijau dan Banteng Jawa.

Gunung Tumpang Pitu dan Pesisir Selatan Banyuwangi masuk dalam kategori Kawasan Rawan Bencan (KRB). Sejarah mencatat pada 3 Juni 1994 kawasan Tumpang Pitu dan pesisir selatan Banyuwangi pernah diterjang Tsunami. Kawasan Gunung Tumpang Pitu lah yang menjadi benteng alami dari terjangan Tsunami dan angin badai saat musim Angin Barat.

Dengan rusaknya Kawasan Tumpang Pitu, secara langsung juga akan menghilangkan benteng alami warga dari terjangan Tsunami. Maka dengan memberikan izin penambangan di Gunung Tumpamg Pitu, Pemerintah telah menggadaikan keselamatan warga Banyuwangi, khususnya Kecamatan Pesanggaran.

“Oleh karena itu, penting untuk mengembalikan fungsi kawasan Gunung Tumpang Pitu sebagai Hutan lindung dan membatalkan izin pertambangan di kawasan tersebut. Salah satunya adalah PT. BSI milik Merdeka Copper Gold,” punkas Ki Bagus.

Rosdi Bahtiar Martadi, warga Banyuwangi yang tergabung dalam Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL), menggagas petisi melalui Change.org untuk mendesak Presiden Jokowi mengembalikan fungsi Gunung Tumpang Pitu menjadi kawasan Hutan Lindung dan mencabut izin tambang yang ada di kawasan tersebut.

Banjir lumpur yang melanda Gunung Tumpang Pitu dan Pantai Pulau Merah merupakan bencana ekologis yang timbul akibat perusakan kawasan hutan. Banjir lumpur ini adalah tanda dini dari serentetan bencana ekologis yang akan terus timbul akibat pengerukan di Kawasan Gunung Tumpang Pitu.

Kontak Person:
Ki Bagus (Pengkampanye JATAM): 085781985822
Rosdi Bahtiar Martadi (Humas BaFFEL): 085294489407



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang