Ancaman Bahaya Air Tambang Batubara
Kampanye
Ancaman Bahaya Air Tambang Batubara
Oleh JATAM
10 November 2015
Press Release. Provinsi Jambi adalah sebuah Provinsi yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera dengan luas Provinsi 4,8 juta, terbagi dalam 11 Kabupaten Kota yang dipenuhi dengan izin konsesi perkebunan, HTI, migas dan Pertambangan.
Di tanggal 05 – 08 November 2015, WALHI Jambi bersama dengan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) melakukan pelatihan “Riset Air Paska Tambang Batubara” se Sumatera. Peserta berasal dari Riau, Sumbar, Bengkulu, Jambi, Sumsel dan Lampung dengan total peserta berjumlah 22 orang.
Setelah dua hari materi ruangan, materi praktek dilakukan dengan pengecekan bersama di wilayah konsesi perusahaan batu bara PT. Sarolangun Prima Coal (SPC) di Kabupaten Sarolangun tepatnya di Desa Pulau Pinang, Kecamatan Sarolangun.
PT. SPC telah melakukan penambangan batubara namun meninggalkan lubang yang menganga tanpa reklamasi. Bekas lubang galian kemudian telah berisi air seperti danau. Masyarakat biasa menyebutnya dengan “Danau Hijau”. Secara sekilas, airnya bersih dan bisa digunakan untuk aktivitas masyarakat seperti untuk mandi dan air minum. Namun air bekas galian tersebut nyatanya berbahaya bagi tubuh manusia.
Praktek pemantauan kualitas air di konsesi PT. SPC dilakukan pada tanggal 8 November 2015 pukul 13.30 dengan titik koordinat S.02º18.379 E.102º47.066.
Dari hasil uji petik di lima titik lokasi dalam konsesi PT. SPC, didapatkan hasil dengan Suhu 32,2 derajat, pH 3,4, Electric Conductivity (Daya Hantar Listrik) 320, TDS (Total Padatan Terlarut) 150. Dilihat dari indikator PH yang rendah dapat dikatakan bahwa tingkat keasaman air tinggi yang mengindikasikan tingginya logam berat yang terlarut di dalamnya. Kandungan logam berat terlarut tersebut antara lain Fe (besi), Mn (Mangan), Pb (timbal), As (arsenik), Hg (Merkuri), Se (Selenium), Cd (karnium) dan B (boron). Kesemuanya logam berat sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Tanpa disadari akibat batubara akan terakumulasi dalam tubuh dan dirasakan dalam waktu yang panjang.
Padahal standar pH air layak di konsumsi adalah 6.5 – 8,5. Secara kasatmata (visual), airnya jernih, namun tidak terdapat mikroorganisme ataupun ikan yang dapat hidup di sana. Ironisnya, dengan kondisi air yang jernih tersebut, banyak masyarakat yang memanfaatkan air dalam bekas galian tambang tersebut untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Dari hasil pemantauan di lapangan, PT. SPC tidak pernah melakukan reklamasi lahan, hanya dibiarkan menganga begitu saja tanpa ada tanggungjawab dari perusahaan. Padahal, selain bekas galian mengancam keselamatan warga, air yang terdapat di dalamnya juga membayahakan bagi tubuh manusia. Terbukti dari hasil temuan, air dalam bekas lubang tambang-tambang tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Untuk itu, hasil temuan lapangan ini akan diuji lebih lanjut lagi di laboratorium untuk memastikan bahaya yang mengancam kesehatan masyarakat.
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa perusahaan batu bara PT.SPC sama sekali tidak melakukan reklamasi lahan. Aliansi Anti Tambang Nasional (WALHI – JATAM – Greenpeace) menyebutkan bahwa ini adalah suatu pelanggaran bagi perusahaan karena mengabaikan aspek lingkungan. Salah satu aspek lingkungan adalah Jaminan Reklamasi lahan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 pasal 2, ayat 2 dan PERMEN No.07 Tahun 2014 harus ada jaminan reklamasi pasca tambang bagi pemegang IUP Pertambangan.
Contac person :
• Musri Nauli (WALHI Jambi) 0812807513
• Arif Fiyanto (Greenpeace) 08111805373
• Ki Bagus Hadi Kusuma (JATAM) 085781985822
• Pius Ginting (WALHI) 08127457498
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang