Pulihkan Bumi, Hentikan Perampokan Dengan Dalih Mitigasi Krisis Iklim!
Seruan Aksi
Pulihkan Bumi, Hentikan Perampokan Dengan Dalih Mitigasi Krisis Iklim!
Oleh JATAM
29 Mei 2025
Deklarasi Sikap dan Seruan Warga Kepulauan Indonesia
Kami, perempuan dan laki-laki warga kepulauan, warga masyarakat adat, petani, nelayan, pemuda, mahasiswa, pekerja lintas sektor, rohaniwan, pembela lingkungan hidup, jurnalis, warga organisasi masyarakat sipil dari seluruh penjuru nusantara, bersatu menyatakan sikap:
- Hari ini, tubuh kepulauan Indonesia sedang dijarah tanpa henti, warga negara penghuni pulau disakiti, ditakut-takuti dan diusir dari rumahnya, mirip sebuah negeri di bawah penjajahan. Dari gunung-gunung yang digali, sungai yang tercemar, hutan yang digunduli, hingga laut yang ditimbun—seluruh ruang hidup kami dikapling dan dijual atas nama peningkatan pendapatan negara, pembesaran nilai uang dari perluasan dan kemajuan industri ekstraktif serta industri energi yang berwatak parasit.
- Pengurus Negara, alih-alih berdiri tegak melindungi rakyat dari agresi proyek-proyek kongsi negara-korporasi, justru menjadi agen pelancar kerakusan korporasi tambang. Tak perduli seberapapun daya rusak sosial-ekologisnya, pengurus negara terus mengobral ijin investasi, mengerahkan aparatus militer, polisi dan awak birokrasi negara sebagai mesin penindasan dan pasifikasi warga negara, terutama tapi tidak terbatas pada investasi dengan label "proyek strategis nasional". Sistem, mekanisme, instrumen Hukum yang seharusnya ketat meregulasi perluasan industri dan keuangan, dijungkir-balikkan untuk membungkam suara dan aspirasi warga negara terutama di tapak investasi.
- Kami tidak buta terhadap retorika baru yang membungkus perampokan ini dengan kata-kata indah yang menyesatkan dan sekaligus mengancam yang tidak setuju: “ekonomi dan energi hijau”, “baterai masa depan”, “hilirisasi”, “transisi energi". Rakyat lebih tahu, itu hanya topeng dari ekstraktivisme dan kolonialisme lama yang kini memakai jubah baru—lebih kotor politik bahasanya, membawa-bawa kepentingan nasional, tapi tetap mematikan.
- Kemajuan material apapun yang mengorbankan tanah dan air, menyingkirkan rakyat dari ruang hidupnya, memperburuk krisis iklim, dan menindas, adalah kolonialisme yang sama, tapi lebih brutal.
- Di tengah berlanjutnya pembesaran ekstraksi batubara, minyak dan gas bumi, pengurus Negara telah menjadi perpanjangan tangan industri energi dan keuangan global untuk mendorong percepatan pertambangan panas-bumi dengan segala cara, termasuk pemalsuan status ekstraksi panas-bumi sebagai bukan kegiatan pertambangan lewat legislasi Undang-Undang Panas Bumi, untuk memudahkan akses penambangan di wilayah hutan lindung. Serbuan panas-bumi di kepulauan Indonesia tidak mungkin berlangsung tanpa keterlibatan lembaga-lembaga keuangan internasional beserta pemegang kendali keuangan Indonesia sebagai perpanjangan tangannya, dan kaum terdidik terutama dari ilmu-ilmu kebumian, yang terlibat dalam konspirasi bungkam di hadapan mengemukanya sisi terburuk dari kemajuan rekayasa geologis.
- Logika terbangun dari pertambangan panas-bumi sendiri mengandung potensi eskalasi risiko bencana. Di belasan negara yang bergantung padanya, pembangkitan listrik dari panas bumi masih terus mencatatkan berbagai dampak serius, termasuk gempa-picuan, destabilisasi lahan, kerusakan bentang-air, pencemaran air dan udara lewat pelepasan gas-gas dan unsur-unsur kimia berbahaya. Korban juga terus berjatuhan di Indonesia, termasuk kematian, kerusakan hutan dan nafkah tani.
- Kami marah. Pada tahun 2017, tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan kami, untuk pertama kali dalam sejarah pasca-kolonial Republik, pulau Flores sampai dengan pulau Lembata diduduki dan diklaim sebagai ladang tambang panas bumi. Pendek kata, Flores sebagai kesatuan sosial-ekologis menyejarah hendak direduksi sebagai aset industri energi, sebagai barang atau komoditi raksasa. Hidup mati kami dan ruang hidup kami distempel dengan status "patut dikorbankan". Untuk pertama kalinya dalam sejarah sosial rakyat Flores, seluruh ruang hidup kami berubah status menjadi wilayah pengeboran dan eksploitasi energi. Tanah leluhur, hutan adat, dan mata air kami kini diklaim sebagai “potensi energi” yang harus dieksploitasi demi kepentingan yang bukan milik kami. Ini semua adalah penghinaan terhadap martabat kemanusiaan. Lebih dari mengundang amarah, tindakan semena-mena ini harus digugat dan ditolak.
- Kami melihat bagaimana, di tengah gelombang penolakan dan keresahan warga, pemerintah terus memaksakan perampasan ruang berskala pulau tersebut. Bahkan Gubernur NTT membentuk tim teknis—sebuah manuver yang seolah netral dan prosedural, padahal menyiratkan bahaya besar. Itu bukan upaya mendengar warga, tapi hanya akal-akalan untuk melanjutkan proyek. Sebuah cara licik untuk memanipulasi wacana dan mengelabui rakyat.
- Kami, yang selama ini boleh diusir dan diabaikan kehidupan dan kehendak bersamanya—kami yang rumahnya digusur, sawahnya diganti tambang, lautnya ditimbun, hutannya dibakar, tubuhnya dilukai, dan haknya dirampas—tidak mungkin menerimanya dengan pasrah dan pasif. Ingat, kami adalah penjaga bumi, pembela hidup, pewaris tanah air.
- Pada saat ini, kami—warga korban dari berbagai penjuru Indonesia—sedang berkumpul di Mataloko, Flores, sejak 26 hingga 29 Mei 2025, dalam semangat solidaritas dan perlawanan. Kami hadir di sini untuk menyatukan suara, menguatkan perjuangan, dan mempertegas tuntutan kami.
- Maka pada Hari Anti-Tambang 2025 ini, kami menyatakan tuntutan kami:
1. Hentikan ekspansi industri ekstraktif di seluruh wilayah kepulauan Indonesia!
2. Cabut semua izin tambang, panas bumi, dan proyek energi “hijau” yang merampas tanah dan merusak lingkungan!
3. Cabut Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Flores sebagai "Pulau Panas Bumi".
4. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga, aktivis, jurnalis, dan pendamping hukum yang memperjuangkan hak hidup!
5. Pulihkan hak masyarakat adat dan petani atas tanah, hutan, dan wilayah kelola mereka secara utuh dan tanpa syarat!
6. Audit dan hukum korporasi serta pejabat negara yang terlibat dalam perampasan ruang hidup rakyat!
7. Bangun politik-energi demokratis yang berinduk pada penentuan kebutuhan energi warga sebagai prioritas utama, berasaskan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat, bukan kemakmuran terkonsentrasi dan kepentingan modal!
- Kami tahu, perjuangan ini panjang dan penuh risiko. Tapi kami tidak akan diam. Kami akan terus bersuara, berdiri, dan melawan. Karena bumi ini bukan warisan segelintir elite, melainkan milik seluruh makhluk hidup dan generasi yang akan datang.
Mataloko, 29 Mei 2025
© 2025 Jaringan Advokasi Tambang