Bias Kepentingan Universitas Indonesia dalam Kasus Bahlil, Bukti Iming-Iming Tambang Jatuhkan Kredibilitas Perguruan Tinggi


Siaran Pers

Bias Kepentingan Universitas Indonesia dalam Kasus Bahlil, Bukti Iming-Iming Tambang Jatuhkan Kredibilitas Perguruan Tinggi


Oleh JATAM

08 Maret 2025





Universitas Indonesia mengumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang juga Ketua Umum Golkar telah melakukan pelanggaran etik dalam menyusun disertasi sebagai syarat untuk meraih gelar doktor. Pengumuman ini disampaikan Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah pada Jumat, 7 Maret 2025. Ini selaras dengan temuan Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia yang menyatakan ada empat pelanggaran utama yang dilakukan oleh Bahlil Lahadalia.

Keempat pelanggaran tersebut adalah:

  1. Ketidakjujuran dalam pengambilan data karena data penelitian untuk disertasi diperoleh tanpa izin narasumber, salah satunya JATAM, dan tidak transparan dalam penggunaan data tersebut.
  2. Pelanggaran standar akademik yang salah satu indikatornya adalah lama waktu tempuh studi yang sangat singkat dan tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan.
  3. Adanya perlakuan khusus selama proses akademik berupa keistimewaan dari pembimbingan hingga kelulusan. Keistimewaan tersebut salah satunya terlihat dari pengubahan penguji secara mendadak.
  4. Adanya konflik kepentingan yang dinilai dari keterkaitan profesional antara promotor dan ko-promotor dengan kebijakan yang diatur Bahlil sebagai menteri. 

Atas keempat pelanggaran tersebut, Dewan Guru Besar UI yang diketuai oleh Harkristuti Harkrisnowo mengeluarkan rekomendasi pembatalan tugas akhir atau disertasi Bahlil yang berjudul, "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia". Artinya, Bahlil harus membuat disertasi baru dengan judul yang berbeda dan memulai seluruh proses penelitian dari awal. 

Rekomendasi lainnya ditujukan kepada promotor, ko-promotor, dan para petinggi Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI). Rekomendasi itu berupa pemberlakuan sanksi antara lain: larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama 2-3 tahun; penundaan kenaikan pangkat dan golongan selama 2-3 tahun; serta tuntutan pada promotor serta Direktur SKSG untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Dekan dan Direktur SKSG.
 
Rekomendasi tersebut diserahkan kepada Rektor UI sebagai bahan pertimbangan bagi rektor untuk menjatuhkan sanksi. Tetapi, sikap UI yang diwakili Rektor Heri Hermansyah melunak. Alih-alih mencabut status kemahasiswaan Bahlil atau menyatakan disertasinya batal karena melakukan empat pelanggaran serius, Rektor UI justru mengumumkan pemberian sanksi berupa perbaikan disertasi. 

Dalam keterangan kepada media, Heri Hermansyah menyatakan sanksi ‘pembinaan’ tersebut telah melalui proses musyawarah empat organ UI yaitu Rektor, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, dan Senat Akademik. Sehingga seolah-olah keputusan tersebut telah mempertimbangkan akal sehat dan etika akademik, serta bebas dari bias kepentingan. 

Pandangan dan Tuntutan JATAM

Sanksi pembinaan yang dibuat Rektor UI Heri Hermansyah membuktikan iming-iming tambang yang diberikan oleh Bahlil Lahadalia kepada kampus, berhasil menyandera akademikus dan menjatuhkan kredibilitas kampus. UI kini layak dipandang sebagai institusi pendidikan yang tidak memiliki standar kredibilitas yang tinggi, serta tamak dan berada di barisan pencipta krisis multidimensi akibat operasi tambang. 

Penyematan label tersebut tidak berasal dari ruang hampa. Pada 17 Februari 2025, Heri Hermansyah secara tegas menyatakan mendukung penuh rencana pemerintah untuk melibatkan institusi perguruan tinggi secara langsung dalam skema bisnis tambang. Dukungan tersebut ia sampaikan dalam ‘Apa Kabar Indonesia Malam’ yang ditayangkan stasiun televisi tvOne. Dalam penjelasannya, Heri menyamakan kampus yang berbisnis tambang dengan kampus yang mengelola rumah sakit dan perhotelan. 

Sikap dan dukungan tersebut ia sampaikan di tengah penolakan sebagian besar guru besar, mahasiswa, dan berbagai lembaga riset di bawah naungan fakultas. Ini membawa tanda tanya besar mengenai kepentingan Heri sebagai Rektor UI. Terlebih tidak ada satu pun operasi tambang yang tidak menghasilkan krisis lingkungan dan kemanusiaan. 

Apabila Heri Hermansyah bersedia jujur, operasi tambang menghasilkan daya rusak yang mengancam keselamatan rakyat di lingkar tambang dan krisis yang tak dapat dipulihkan. Ironisnya, UI tengah membangun citra sebagai ‘kampus hijau’ dengan membuat UI GreenMatric, sebuah sistem pemeringkatan yang menilai upaya kampus di seluruh dunia dalam mendorong pengelolaan lingkungan berkelanjutan.

Membaca situasi saling silang kepentingan yang menggelayuti UI akhir-akhir ini, JATAM bersama warga di krisis  sebagai pihak yang paling dirugikan atas pelanggaran etika yang dilakukan Bahlil dalam menyusun disertasi berjudul, “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”, menyampaikan sikap dan pandangan terbuka sebagai berikut:

  1. Iming-iming skema bisnis tambang untuk kampus dan organisasi keagamaan yang didorong oleh Bahlil Lahadalia berhasil menjerat Universitas Indonesia sebagai bagian dari motor pencipta krisis. 

    Dengan masuknya lobi-lobi bisnis tambang dalam kepengurusan dua dari empat organ tertinggi UI, mengakibatkan adanya bias kepentingan dalam pengambilan keputusan penting yang merugikan UI sebagai sebuah institusi. UI dikenal memiliki motto Veritas, Probitas, Iustitia yang dalam bahasa Indonesia berarti Kebenaran, Kejujuran, dan Keadilan. Apa yang ditunjukkan oleh para petinggi UI akhir-akhir ini dengan memberikan keistimewaan bagi Bahlil, sesungguhnya menunjukkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran, dan berupaya lari dari kebenaran. 

    JATAM melihat para pemimpin UI sedang melecehkan nama baik, kredibilitas, dan integritas Universitas Indonesia sebagai sebuah institusi dengan memberikan keistimewaan bagi Bahlil hanya merevisi disertasi, di tengah empat pelanggaran etik serius yang menjatuhkan marwah kampus. Kami meminta para pimpinan untuk merefleksikan pertanyaan ini secara jujur, “Apabila satu dari empat pelanggaran etik tersebut dilakukan mahasiswa biasa, apakah sanksinya hanya sebatas pembinaan atau berupa pemecatan mahasiswa?”

  2. Universitas Indonesia sedang melecehkan kredibilitas dan integritasnya sendiri sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terbaik di Indonesia. Bahkan, Universitas Indonesia sedang melecehkan motto kampus Veritas, Probitas, Iustitia.

    Pepatah, ‘Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga’, tepat untuk menggambarkan situasi ini. Di mata publik, UI merupakan institusi pendidikan yang memiliki reputasi baik. Namun, sikap UI yang mengutamakan kepentingan bisnis tambang dan memberikan keistimewaan kepada Bahlil ketika ia membuat kesalahan fatal, memberikan sinyal dunia pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. UI yang diharapkan mampu mendukung upaya perlawanan warga di tapak krisis akibat operasi bisnis sektor ekstraktif, kini menjelma seteru rakyat. 

  3. Universitas Indonesia sedang merusak integritas dan martabat dunia pendidikan dan keilmuan di Indonesia.

    Pepatah, ‘Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga’, tepat untuk menggambarkan situasi ini. Di mata publik, UI merupakan institusi pendidikan yang memiliki reputasi baik. Namun, sikap UI yang mengutamakan kepentingan bisnis tambang dan memberikan keistimewaan kepada Bahlil ketika ia membuat kesalahan fatal, memberikan sinyal dunia pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. UI yang diharapkan mampu mendukung upaya perlawanan warga di tapak krisis akibat operasi bisnis sektor ekstraktif, kini menjelma seteru rakyat. 

JATAM yang menjadi pelapor atas pelanggaran etik Bahlil Lahadalia, secara tegas menyampaikan tuntutan berikut:

  1. Buka hasil sidang etik Dewan Guru Besar UI yang menyebutkan adanya empat pelanggaran yang dilakukan Bahlil Lahadalia kepada publik seluas-luasnya.
  2. Jalankan rekomendasi Dewan Guru Besar UI atas pencabutan atau pembatalan disertasi Bahlil Lahadalia sekaligus berlakukan sanksi bagi seluruh civitas akademika yang terlibat seperti yang tertuang dalam rekomendasi Dewan Guru Besar UI.
  3. Cabut status kemahasiswaan Bahlil Lahadalia yang tidak hanya telah mencoreng nama baik UI, tetapi juga telah melecehkan integritas dan martabat dunia pendidikan dan keilmuan Indonesia.
  4. Bersihkan UI dari para aktor yang tamak dan menjadi enabler bagi oligarki tambang

 

Narahubung:
Koordinator Nasional JATAM - Melky Nahar (+62 813-1978-9181)

 

 

 







© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Bias Kepentingan Universitas Indonesia dalam Kasus Bahlil, Bukti Iming-Iming Tambang Jatuhkan Kredibilitas Perguruan Tinggi


Share


Oleh JATAM

08 Maret 2025



Universitas Indonesia mengumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang juga Ketua Umum Golkar telah melakukan pelanggaran etik dalam menyusun disertasi sebagai syarat untuk meraih gelar doktor. Pengumuman ini disampaikan Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah pada Jumat, 7 Maret 2025. Ini selaras dengan temuan Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia yang menyatakan ada empat pelanggaran utama yang dilakukan oleh Bahlil Lahadalia.

Keempat pelanggaran tersebut adalah:

  1. Ketidakjujuran dalam pengambilan data karena data penelitian untuk disertasi diperoleh tanpa izin narasumber, salah satunya JATAM, dan tidak transparan dalam penggunaan data tersebut.
  2. Pelanggaran standar akademik yang salah satu indikatornya adalah lama waktu tempuh studi yang sangat singkat dan tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan.
  3. Adanya perlakuan khusus selama proses akademik berupa keistimewaan dari pembimbingan hingga kelulusan. Keistimewaan tersebut salah satunya terlihat dari pengubahan penguji secara mendadak.
  4. Adanya konflik kepentingan yang dinilai dari keterkaitan profesional antara promotor dan ko-promotor dengan kebijakan yang diatur Bahlil sebagai menteri. 

Atas keempat pelanggaran tersebut, Dewan Guru Besar UI yang diketuai oleh Harkristuti Harkrisnowo mengeluarkan rekomendasi pembatalan tugas akhir atau disertasi Bahlil yang berjudul, "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia". Artinya, Bahlil harus membuat disertasi baru dengan judul yang berbeda dan memulai seluruh proses penelitian dari awal. 

Rekomendasi lainnya ditujukan kepada promotor, ko-promotor, dan para petinggi Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI). Rekomendasi itu berupa pemberlakuan sanksi antara lain: larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama 2-3 tahun; penundaan kenaikan pangkat dan golongan selama 2-3 tahun; serta tuntutan pada promotor serta Direktur SKSG untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Dekan dan Direktur SKSG.
 
Rekomendasi tersebut diserahkan kepada Rektor UI sebagai bahan pertimbangan bagi rektor untuk menjatuhkan sanksi. Tetapi, sikap UI yang diwakili Rektor Heri Hermansyah melunak. Alih-alih mencabut status kemahasiswaan Bahlil atau menyatakan disertasinya batal karena melakukan empat pelanggaran serius, Rektor UI justru mengumumkan pemberian sanksi berupa perbaikan disertasi. 

Dalam keterangan kepada media, Heri Hermansyah menyatakan sanksi ‘pembinaan’ tersebut telah melalui proses musyawarah empat organ UI yaitu Rektor, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, dan Senat Akademik. Sehingga seolah-olah keputusan tersebut telah mempertimbangkan akal sehat dan etika akademik, serta bebas dari bias kepentingan. 

Pandangan dan Tuntutan JATAM

Sanksi pembinaan yang dibuat Rektor UI Heri Hermansyah membuktikan iming-iming tambang yang diberikan oleh Bahlil Lahadalia kepada kampus, berhasil menyandera akademikus dan menjatuhkan kredibilitas kampus. UI kini layak dipandang sebagai institusi pendidikan yang tidak memiliki standar kredibilitas yang tinggi, serta tamak dan berada di barisan pencipta krisis multidimensi akibat operasi tambang. 

Penyematan label tersebut tidak berasal dari ruang hampa. Pada 17 Februari 2025, Heri Hermansyah secara tegas menyatakan mendukung penuh rencana pemerintah untuk melibatkan institusi perguruan tinggi secara langsung dalam skema bisnis tambang. Dukungan tersebut ia sampaikan dalam ‘Apa Kabar Indonesia Malam’ yang ditayangkan stasiun televisi tvOne. Dalam penjelasannya, Heri menyamakan kampus yang berbisnis tambang dengan kampus yang mengelola rumah sakit dan perhotelan. 

Sikap dan dukungan tersebut ia sampaikan di tengah penolakan sebagian besar guru besar, mahasiswa, dan berbagai lembaga riset di bawah naungan fakultas. Ini membawa tanda tanya besar mengenai kepentingan Heri sebagai Rektor UI. Terlebih tidak ada satu pun operasi tambang yang tidak menghasilkan krisis lingkungan dan kemanusiaan. 

Apabila Heri Hermansyah bersedia jujur, operasi tambang menghasilkan daya rusak yang mengancam keselamatan rakyat di lingkar tambang dan krisis yang tak dapat dipulihkan. Ironisnya, UI tengah membangun citra sebagai ‘kampus hijau’ dengan membuat UI GreenMatric, sebuah sistem pemeringkatan yang menilai upaya kampus di seluruh dunia dalam mendorong pengelolaan lingkungan berkelanjutan.

Membaca situasi saling silang kepentingan yang menggelayuti UI akhir-akhir ini, JATAM bersama warga di krisis  sebagai pihak yang paling dirugikan atas pelanggaran etika yang dilakukan Bahlil dalam menyusun disertasi berjudul, “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”, menyampaikan sikap dan pandangan terbuka sebagai berikut:

  1. Iming-iming skema bisnis tambang untuk kampus dan organisasi keagamaan yang didorong oleh Bahlil Lahadalia berhasil menjerat Universitas Indonesia sebagai bagian dari motor pencipta krisis. 

    Dengan masuknya lobi-lobi bisnis tambang dalam kepengurusan dua dari empat organ tertinggi UI, mengakibatkan adanya bias kepentingan dalam pengambilan keputusan penting yang merugikan UI sebagai sebuah institusi. UI dikenal memiliki motto Veritas, Probitas, Iustitia yang dalam bahasa Indonesia berarti Kebenaran, Kejujuran, dan Keadilan. Apa yang ditunjukkan oleh para petinggi UI akhir-akhir ini dengan memberikan keistimewaan bagi Bahlil, sesungguhnya menunjukkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran, dan berupaya lari dari kebenaran. 

    JATAM melihat para pemimpin UI sedang melecehkan nama baik, kredibilitas, dan integritas Universitas Indonesia sebagai sebuah institusi dengan memberikan keistimewaan bagi Bahlil hanya merevisi disertasi, di tengah empat pelanggaran etik serius yang menjatuhkan marwah kampus. Kami meminta para pimpinan untuk merefleksikan pertanyaan ini secara jujur, “Apabila satu dari empat pelanggaran etik tersebut dilakukan mahasiswa biasa, apakah sanksinya hanya sebatas pembinaan atau berupa pemecatan mahasiswa?”

  2. Universitas Indonesia sedang melecehkan kredibilitas dan integritasnya sendiri sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terbaik di Indonesia. Bahkan, Universitas Indonesia sedang melecehkan motto kampus Veritas, Probitas, Iustitia.

    Pepatah, ‘Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga’, tepat untuk menggambarkan situasi ini. Di mata publik, UI merupakan institusi pendidikan yang memiliki reputasi baik. Namun, sikap UI yang mengutamakan kepentingan bisnis tambang dan memberikan keistimewaan kepada Bahlil ketika ia membuat kesalahan fatal, memberikan sinyal dunia pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. UI yang diharapkan mampu mendukung upaya perlawanan warga di tapak krisis akibat operasi bisnis sektor ekstraktif, kini menjelma seteru rakyat. 

  3. Universitas Indonesia sedang merusak integritas dan martabat dunia pendidikan dan keilmuan di Indonesia.

    Pepatah, ‘Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga’, tepat untuk menggambarkan situasi ini. Di mata publik, UI merupakan institusi pendidikan yang memiliki reputasi baik. Namun, sikap UI yang mengutamakan kepentingan bisnis tambang dan memberikan keistimewaan kepada Bahlil ketika ia membuat kesalahan fatal, memberikan sinyal dunia pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. UI yang diharapkan mampu mendukung upaya perlawanan warga di tapak krisis akibat operasi bisnis sektor ekstraktif, kini menjelma seteru rakyat. 

JATAM yang menjadi pelapor atas pelanggaran etik Bahlil Lahadalia, secara tegas menyampaikan tuntutan berikut:

  1. Buka hasil sidang etik Dewan Guru Besar UI yang menyebutkan adanya empat pelanggaran yang dilakukan Bahlil Lahadalia kepada publik seluas-luasnya.
  2. Jalankan rekomendasi Dewan Guru Besar UI atas pencabutan atau pembatalan disertasi Bahlil Lahadalia sekaligus berlakukan sanksi bagi seluruh civitas akademika yang terlibat seperti yang tertuang dalam rekomendasi Dewan Guru Besar UI.
  3. Cabut status kemahasiswaan Bahlil Lahadalia yang tidak hanya telah mencoreng nama baik UI, tetapi juga telah melecehkan integritas dan martabat dunia pendidikan dan keilmuan Indonesia.
  4. Bersihkan UI dari para aktor yang tamak dan menjadi enabler bagi oligarki tambang

 

Narahubung:
Koordinator Nasional JATAM - Melky Nahar (+62 813-1978-9181)

 

 

 



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Kunjungi

→ Pemilu Memilukan

→ Save Small Islands

→ Potret Krisis Indonesia

→ Tambang gerogoti Indonesia


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang