Janji Gubernur Awang Faroek Cabut Izin Tambang itu Hoax
Kampanye
Janji Gubernur Awang Faroek Cabut Izin Tambang itu Hoax
Oleh JATAM
22 April 2017
[Samarinda, 22 April 2017] – Memperingati Hari Bumi pada 22 Mei 2017, hari ini, masyarakat, organisasi lingkungan, serta mahasiswa kembali melakukan aksi, menuntut pertanggungjawaban pemerintah Kalimantan Timur yang terus membiarkan pengerukan batubara dari hulu hingga hilir dan berakibat pada kerusakan lingkungan yang massif serta menghancurkan keselamatan rakyat.
Sebagaimana diketahui, sebanyak 71% kawasan Kota Samarinda saat ini dikepung 63 Izin Usaha Pertambangan. Alokasi untuk hotan kota pun hanya 0,9%, itu pun nyaris habis digerus tambang. Belum lagi kawasan resapan air, lahan-lahan pangan, dan sumber-sumber air ikut tercemar, lenyap. Akibatnya, sejak tahun 2008 hingga tahun 2017, banjir terus terjadi di 35 titik banjir di Kota Samarinda, rumah dan usaha warga ikut terendam, kendaraan roda dua maupun roda empat rusak terendam banjir, bahkan ada 232 lubang tambang masih dibiarkan menganga yang menyebabkan 16 bocah meninggal dunia dari sepanjang tahun 2011 hingga 2016.
Selain itu, waduk Benanga yang merupakan jantung utama sungai Karang Mumus, daerah aliran sungai (DAS) terbesar di Kota Samarinda, saat ini statusnya siaga 1, darurat banjir. Di DAS ini, sebanyak 25 izin tambang terus mengepung. Berdasarkan analisa peta, setidaknya ada 12 aktifitas pertambangan yang menghilangkan anak-anak sungai DAS Karang Mumus, kondisi ini menyebabkan sedimentasi menjadi besar tak terkendali akibat pengupasan lahan dibagian hulu sungai Karang Mumus yang lajunya mencapai 5.000 meter per kubik.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terus bergeming dibalik logika kesejahteraan semu, yang sebenarnya hanya utopis, mengingat jumlah Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) dari pertambangan batubara nilainya jauh lebih rendah dibanding biaya untuk mengurangi daya rusak tambang, khususnya banjir di pusat kota. Pada tahun 2008 sampai 2010, misalnya, biaya penanggulangan dampak banjir mencapai Rp 107,9 Milyar, meningkat hingga Rp 602 Milyar sepanjang tahun 2011 hingga 2013. Ini belum termasuk biaya rehabilitasi akibat kerusakan jalan umum akibat pengangkutan batubara yang mencapai Rp 37,6 Milyar, serta biaya yang ditanggung warga sekitar areal pertambangan, akibat dihantam banjir di musim hujan dan krisis air saat musim kemarau.
Na’asnya lagi, penyusunan APBD kota Samarinda periode 2017 untuk pengendalian banjir hanya memprioritaskan pada 2 lokasi saja yang berada di utara kota, yakni jalan KH. Wahid Hasyim dan jalan D.I Panjaitan dengan total anggaran mencapai Rp. 600 miliyar, dan akan ada dana tak terduga untuk penanggulangan bencana senilai Rp. 5 milyar setiap tahunnya yang diusulkan oleh BPKAD (Badan Pengelolaan Keungan Aset dan Daerah). Inilah kenyataan pahit dan menggelikan dimana uang pajak rakyat digunakan setiap tahunnya untuk membiayai segala kehancuran yang di sebabkan oleh industri keruk batubara ini.
Janji Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, untuk mencabut IUP sudah dia umbar secara terbuka dalam forum resmi, pada saat pertemuan dengan petani Muara Jawa 16 April 2017, lalu. Tidak hanya pada forum itu, Gubernur Awang Faroek Ishak juga tercatat beberapa kali mengumbar janji serupa, seperti pada Musrembang RKPD 3 April 2017, dan agenda coffee morning pada 10 April 2017.
Padahal, secara regulasi, mandat peraturan menteri ESDM No 43 Tahun 2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan mineral dan batubara, yang lahir dari proses panjang Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK semenjak 2013 sudah sangat jelas, yakni memerintahkan para Kepala Daerah (Gubernur) untuk mencabut IUP bermasalah, termasuk di Kalimantan Timur.
Apa daya, watak dan perilaku Gubernur Kalimantan Timur yang tampak masa bodoh dengan penderitaan rakyat dan kerusakan lingkungan disatu sisi, dan membiarkan korporasi tambang membongkar perut bumi Kalimantan Timur disisi yang lain, menjadi bukti nyata bahwasannya Gubernur yang dipilh langsung warga ini tidak bekerja untuk keselamatan rakyat dan pemulihan lingkungan.
Dengan demikian, dalam rangka hari Bumi 22 April 2017 ini, kami secara tegas mendesak dan menuntut Gubernur Kalimantan Timur, sebagai berikut:
1. Mendesak dan menuntut gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, untuk mencabut seluruh izin tambang di Kota Samarinda.
2. Mendesak dan menuntut gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, untuk mencabut izin-izin tambang bagi perusahaan yang terbukti menjadi akar soal tewasnya 27 anak-anak di Lubang Tambang Kalimantan Timur.
3. Mendesak dan menuntut gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, untuk mentaati perintah dan mandat Peraturan Menteri ESDM No 43 Tahun 2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan mineral dan batubara guna mencabut seluruh izin tambang yang bermasalah di Kalimantan Timur.
4. Mendesak dan menuntut gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, untuk segera lakukan pemulihan ruang hidup rakyat Kalimantan Timur yang sudah rusak akibat aktifitas perusahaan tambang.
Nara hubung:
Jamil Muh (0821 5647 0477))
Romiyansyah (0822 2645 7729)
© 2024 Jaringan Advokasi Tambang