Warga Penolak Tambang Pulau Sangihe Dikriminalisasi


Environment Defender

Warga Penolak Tambang Pulau Sangihe Dikriminalisasi


Oleh JATAM

02 Juli 2022





Sangihe/Jakarta, 2 Juli 2022


 

Setelah mengkawal mobilisasi alat berat PT Tambang Mas Sangihe (TMS) pada 13 Juni 2022 lalu, kini aparat Kepolisian dari Polres Kepulauan Sangihe melakukan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang.

Robison Saul, salah satu warga Pulau Sangihe yang menolak keras kehadiran tambang di Pulau Sangihe mendapat Surat Panggilan dari Polres Kepulauan Sangihe dengan status sebagai tersangka pada 27 Juni 2022. Pada 30 Juni Robison menghadiri panggilan seorang diri, diperiksa dan langsung ditahan di Polres Sangihe.

Aparat kepolisian menuduh Robison membawa senjata tajam di saat aksi penghadangan alat berat PT TMS pada 13 Juni 2022. Polisi menuduh Robison telah melanggar UU N0 12 Tahun 1951, Pasal 2 ayat 1 tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menerima, Menguasai, Membawa, Mempunyai Persediaan Padanya atau Mempunyai dalam Miliknya, Menyimpan, Mengangkut, Menyembunyikan, dan Mempergunakan Senjata Pemukul, Senjata Penikam atau Senjata Penusuk.

Langkah aparat Kepolisian yang secara cepat menetapkan Robison sebagai tersangka itu, mengandung sejumlah kejanggalan. Bahkan, penetapan Robison sebagai tersangka tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu.

Tuduhan Polisi itu jelas mengada-ada, tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Bahwa Robison memiliki Pisau Putih, benar, namun tidak untuk melakukan kejahatan, sebagaimana tuduhan polisi. Pisau besi putih milik Robison yang tahan karat itu, merupakan benda pusaka yang diwariskan dari mertua laki-laki Robison. Pisau itu digunakan sehari-hari untuk melaut (memotong umpan, memotong tali jangkar, membersihkan tiram).

Keterlibatan Robison dalam aksi sejak 13-16 Juni kemarin, pun berlangsung secara spontan (setelah mendengar kabar alat berat PT TMS masuk secara ilegal), setelah keluar dari kapal saat melaut. Pisau itu tidak pernah digunakan untuk mengancam siapapun namun jatuh saat aksi berlangsung. Polisi mendapatkan pisau itu dari seorang tentara yang ikut mengkawal alat berat PT TMS.

Penetapan Robison sebagai tersangka jelas bukan tindak pidana. Sebab, yang dibawa Robison itu bukan senjata tajam, melainkan alat yang digunakan sehari-hari untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Sehingga, langkah Polisi yang menetapkan Robison sebagai tersangka itu merupakan pidana yang dipaksakan.

Kami juga menilai, langkah Polisi yang dengan cepat menetapkan Robison sebagai tersangka, berikut menahannya di Polres Kepulauan Sangihe, sebagai upaya menekan resistensi warga yang menolak keras kehadiran tambang PT TMS di Pulau Sangihe.

Polisi juga tampak secara terbuka membela kepentingan perusahaan tambang. Indikasi ini tercermin dari langkah Polisi yang mengkawal mobilisasi alat berat PT TMS secara ilegal, berlangsung di saat izin lingkungan telah dibatalkan PTUN Manado. Selain itu, Polisi juga tidak melakukan penegakan hukum apapun atas tindak pidana PT TMS yang telah menggunakan fasilitas publik seperti jalan umum.

Untuk itu, kami mendesak:

  1. Mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera bebaskan Robison Saul dan hentikan seluruh upaya kriminalisasi terhadap warga penolak tambang di Pulau Sangihe.
  2. Mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera proses hukum PT TMS yang melakukan mobilisasi alat berat secara ilegal, juga menggunakan fasiltas publik jalan raya.
  3. Mendesak Kapolri untuk segera memeriksa Kapolres Kepulauan Sangihe yang diduga telah bersekongkol dengan PT TMS, dengan membiarkan tetap beraktivitas secara ilegal, berikut berupaya mengkriminalisasi warga penolak tambang.

Narahubung:

  • Alfred Pontolondo – Save Sangihe Island – +62 813-4023-2525
  • Jull Takaliuang – Save Sangihe Island – ​​+62 811-4357-722
  • Muh Jamil – JATAM – +62 821-5647-0477










© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Environment Defender

Warga Penolak Tambang Pulau Sangihe Dikriminalisasi


Share


Oleh JATAM

02 Juli 2022



Sangihe/Jakarta, 2 Juli 2022


 

Setelah mengkawal mobilisasi alat berat PT Tambang Mas Sangihe (TMS) pada 13 Juni 2022 lalu, kini aparat Kepolisian dari Polres Kepulauan Sangihe melakukan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang.

Robison Saul, salah satu warga Pulau Sangihe yang menolak keras kehadiran tambang di Pulau Sangihe mendapat Surat Panggilan dari Polres Kepulauan Sangihe dengan status sebagai tersangka pada 27 Juni 2022. Pada 30 Juni Robison menghadiri panggilan seorang diri, diperiksa dan langsung ditahan di Polres Sangihe.

Aparat kepolisian menuduh Robison membawa senjata tajam di saat aksi penghadangan alat berat PT TMS pada 13 Juni 2022. Polisi menuduh Robison telah melanggar UU N0 12 Tahun 1951, Pasal 2 ayat 1 tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menerima, Menguasai, Membawa, Mempunyai Persediaan Padanya atau Mempunyai dalam Miliknya, Menyimpan, Mengangkut, Menyembunyikan, dan Mempergunakan Senjata Pemukul, Senjata Penikam atau Senjata Penusuk.

Langkah aparat Kepolisian yang secara cepat menetapkan Robison sebagai tersangka itu, mengandung sejumlah kejanggalan. Bahkan, penetapan Robison sebagai tersangka tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu.

Tuduhan Polisi itu jelas mengada-ada, tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Bahwa Robison memiliki Pisau Putih, benar, namun tidak untuk melakukan kejahatan, sebagaimana tuduhan polisi. Pisau besi putih milik Robison yang tahan karat itu, merupakan benda pusaka yang diwariskan dari mertua laki-laki Robison. Pisau itu digunakan sehari-hari untuk melaut (memotong umpan, memotong tali jangkar, membersihkan tiram).

Keterlibatan Robison dalam aksi sejak 13-16 Juni kemarin, pun berlangsung secara spontan (setelah mendengar kabar alat berat PT TMS masuk secara ilegal), setelah keluar dari kapal saat melaut. Pisau itu tidak pernah digunakan untuk mengancam siapapun namun jatuh saat aksi berlangsung. Polisi mendapatkan pisau itu dari seorang tentara yang ikut mengkawal alat berat PT TMS.

Penetapan Robison sebagai tersangka jelas bukan tindak pidana. Sebab, yang dibawa Robison itu bukan senjata tajam, melainkan alat yang digunakan sehari-hari untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Sehingga, langkah Polisi yang menetapkan Robison sebagai tersangka itu merupakan pidana yang dipaksakan.

Kami juga menilai, langkah Polisi yang dengan cepat menetapkan Robison sebagai tersangka, berikut menahannya di Polres Kepulauan Sangihe, sebagai upaya menekan resistensi warga yang menolak keras kehadiran tambang PT TMS di Pulau Sangihe.

Polisi juga tampak secara terbuka membela kepentingan perusahaan tambang. Indikasi ini tercermin dari langkah Polisi yang mengkawal mobilisasi alat berat PT TMS secara ilegal, berlangsung di saat izin lingkungan telah dibatalkan PTUN Manado. Selain itu, Polisi juga tidak melakukan penegakan hukum apapun atas tindak pidana PT TMS yang telah menggunakan fasilitas publik seperti jalan umum.

Untuk itu, kami mendesak:

  1. Mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera bebaskan Robison Saul dan hentikan seluruh upaya kriminalisasi terhadap warga penolak tambang di Pulau Sangihe.
  2. Mendesak Kapolres Kepulauan Sangihe untuk segera proses hukum PT TMS yang melakukan mobilisasi alat berat secara ilegal, juga menggunakan fasiltas publik jalan raya.
  3. Mendesak Kapolri untuk segera memeriksa Kapolres Kepulauan Sangihe yang diduga telah bersekongkol dengan PT TMS, dengan membiarkan tetap beraktivitas secara ilegal, berikut berupaya mengkriminalisasi warga penolak tambang.

Narahubung:

  • Alfred Pontolondo – Save Sangihe Island – +62 813-4023-2525
  • Jull Takaliuang – Save Sangihe Island – ​​+62 811-4357-722
  • Muh Jamil – JATAM – +62 821-5647-0477


Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Publikasi

→ Kertas Posisi

→ Laporan & Buku

→ Kejahatan Korporasi


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang