Warga Wawonii Menang, Perusahaan GKP Harus Hengkang! Pemerintah Harus Mencabut Semua Izin Tambang di Pulau Kecil Indonesia


Environment Defender

Warga Wawonii Menang, Perusahaan GKP Harus Hengkang! Pemerintah Harus Mencabut Semua Izin Tambang di Pulau Kecil Indonesia


Oleh JATAM

11 Oktober 2024





Mahkamah Agung RI mengabulkan upaya kasasi warga Pulau Kecil Wawonii dalam perkara gugatan pembatalan dan pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), perusahaan nikel milik Harita Group yang dimiliki oleh Lim Hariyanto.  Artinya, dalam perkara kasasi nomor 403 K/TUN/TF/2024 Majelis Hakim MA membatalkan putusan judex facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta nomor 367/B/2023/PT.TUN.JKT dan menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Upaya kasasi yang diajukan oleh Warga Pulau Kecil Wawonii melalui Tim Kuasa Hukumnya bernama “Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (TAPaK)” adalah upaya perlawanan yang ditempuh setelah PTTUN Jakarta mengabulkan upaya banding PT GKP dengan menyatakan batal putusan PTUN Jakarta. Padahal, PTUN Jakarta dalam putusannya mengabulkan gugatan warga dengan menyatakan batal IPPKH PT GKP. Selain itu, Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/Menhut-II/2014, tanggal 18 Juni 2014, tentang IPPKH untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT GKP di Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 707,10 hektare.

Majelis Hakim PTTUN Jakarta dalam mengabulkan banding perusahaan tanpa mempertimbangkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) Jo Pasal 35 Huruf K UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Ketentuan dalam regulasi tersebut secara jelas menyatakan pulau kecil seperti Pulau Wawonii yang hanya memiliki luas 715 km² dilarang untuk ditambang. 

Putusan PTTUN tersebut di atas juga tidak mempertimbangkan bahwa Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 yang tidak lagi terdapat alokasi ruang tambang di Pulau Wawonii. Seluruhnya telah dibatalkan melalui 2 (dua) gugatan uji materi di MA yang dimenangkan warga. Pertama, perkara nomor 57 P/HUM/2022 diputus kabul pada 22 Desember 2022 dan kedua, perkara nomor 14 P/HUM/2023 diputus kabul pada 11 Juli 2023. Akhirnya berimplikasi pada seluruh wilayah Pulau Kecil Wawonii 0 (zero) tambang, karena ketentuan  Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c dan Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (5), Pasal 25 ayat (7) yang mengakomodir ruang tambang di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) maupun di Kawasan Hutan telah dibatalkan. 

Atas putusan PTTUN tersebut, warga kemudian mengajukan upaya kasasi atas putusan banding  PTTUN Jakarta yang diketok pada 25 Januari 2024 itu ke Mahkamah Agung pada Februari 2024 yang akhirnya dimenangkan oleh warga melalui putusan Majelis Hakim MA pada 7 Oktober 2024.

Di luar gugatan warga, PT GKP mengajukan siasat jahat untuk legalisasi tambang pada seluruh Pulau Kecil Indonesia dengan mengajukan Judicial Review (JR) atau Uji Materi  terhadap  UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), yang telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014. Dalam perkara Nomor: 35/PUU-XXI/2023, GKP menyatakan terdapat ambiguitas dalam  Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k dalam  UU PWP3K. Menurut GKP, pasal tersebut tidak dapat dimaknai sebagai larangan mutlak untuk melakukan kegiatan pertambangan, selama memenuhi kondisi yang dipersyaratkan, yakni secara teknis, ekologis, sosial dan budaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Rakyat Wawonii melakukan perlawanan pada sidang MK tersebut dengan mengajukan diri sebagai pihak Terkait. Akhirnya Majelis Hakim MK memutus perkara tersebut dengan amar TOLAK. Artinya Rakya pulau kecil Wawonii serta Pulau Kecil pada seluruh wilayah Republik yang terancam tambang kembali menuai kemenangan pada 21 Maret 2024.

Kuasa Hukum TAPak dari JATAM, Muhammad Jamil mengatakan dengan adanya Putusan MA yang memenangkan warga Wawonii, PT GKP sudah kehilangan seluruh legitimasi untuk terus beroperasi di Pulau Wawonii. “GKP harus berhenti sekarang juga untuk melakukan aktivitas di Pulau Kecil Wawonii karena sudah tidak memiliki legitimasi hukum dan sosial,” kata dia, Jumat, 11 Oktober 2024. Dalam lingkup yang lebih luas, menurut Jamil, putusan ini harus menjadi acuan bagi para penegak hukum dalam melakukan tindakan untuk menyetop segera seluruh aktivitas pertambangan di seluruh pulau kecil di Indonesia. “JATAM menyerukan kepada penegak hukum untuk menindak aktivitas ilegal PT GKP di pulau kecil dengan berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang diperkuat dengan 4 putusan pengadilan, 3 putusan MA dan 1 putusan MK.”

Kuasa Hukum TAPaK Arko Tarigan dari Trend Asia mengatakan, dari keempat putusan ini, sudah seharusnya PT Gema Kreasi Perdana angkat kaki dari Pulau Wawonii. “Putusan MA ini menjadi kabar baik bagi perjuangan warga Pulau Wawonii, serta pulau-pulau kecil lainnya yang sekarang dalam ancaman pertambangan, dan sudah sepantasnya KLHK mematuhi putusan ini. Kami dari Koalisi TAPaK mendesak Kementerian ESDM, KLHK serta Pemerintah Daerah Konkep untuk segera mencabut izin usaha pertambangan serta memerintahkan PT GKP  bertanggung jawab melakukan pemulihan lingkungan yang rusak serta memberikan ganti kerugian kepada masyarakat Pulau Wawonii,” kata Arko.

Menurut Fikerman Saragih dari Kiara, putusan MA ini semakin menguatkan perlindungan atas penyelamatan lingkungan (ekologi) dan masyarakat (sosial) yang hidup dan menjadi satu kesatuan di Pulau Wawonii. Pemerintah seharusnya segera mengeksekusi putusan MA tentang IPPKH ini beserta Putusan MA tentang judicial review Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan serta Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023. “Pemerintah juga harus membuktikan diri dapat menindak tegas perusahaan-perusahaan yang tidak taat hukum dengan menghukum PT GKP yang masih melakukan aktivitas pertambangan ilegal,” kata dia.

Fikerman mengatakan, putusan MA ini juga semakin membuktikan bahwa pulau-pulau kecil dilarang untuk ditambang sebagaimana telah disebutkan dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “PT GKP harus angkat kaki dari Pulau Wawonii. Pulau Wawonii harus bebas dari pertambangan nikel dan pemerintah pusat wajib mematuhi dan tidak mengeluarkan ijin industri ekstraktif apapun di Pulau Wawonii,” tegas Fikerman.

Edy Kurniawan dari YLBHI yang juga merupakan Tim Kuasa Hukum TAPaK, menyatakan bahwa 3 putusan MA plus 1 putusan MK membuktikan bahwa kegiatan pertambangan khususnya mineral kritis merupakan abnormally dangerous activity bagi ekosistem di pesisir, pulau-pulau kecil, dan kehidupan masyarakat pesisir. Putusan MK tersebut berlaku untuk semua wilayah pulau-pulau kecil, tidak hanya Wawonii. Karenanya Pemerintah juga wajib mencabut semua perizinan tambang di pulau-pulau kecil dan putusan MA seharusnya menjadi pedoman untuk itu. 

Selanjutnya, Edy menegaskan bahwa atas nama negara hukum, PT GKP harus tunduk pada putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai dua lembaga peradilan tertinggi. Karena putusan in casu memiliki konsekuensi administratif, pidana maupun keperdataan. Karenanya, sebelum aktivitas GKP menimbulkan kerugian lebih besar, maka Menteri KLHK maupun Menteri ESDM harus menunjukkan itikad baik dengan segera menertibkan kegiatan pertambangan PT GKP di Wawonii tanpa menunggu salinan putusan MA secara resmi. 

Warga Wawonii yang merupakan penggugat, Pani Arpandi, mengatakan putusan MA ini seharusnya menguatkan pemerintah dari level daerah hingga provinsi, dan aparat penegak hukum untuk mengusir GKP dari Pulau Wawonii. “Selama ini ada kesan keberpihakan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan kepolisian kepada perusahaan, dengan tidak mengeksekusi putusan-putusan yang sudah sangat jelas menunjukkan aktivitas penambangan GKP adalah aktivitas ilegal. Kami berharap dengan adanya putusan ini, pemerintah pusat dan seluruh pihak terkait untuk tunduk dan melaksanakan putusan dengan mengusir GKP keluar dari Wawonii,” kata dia. 

Tayci, Rakyat Pejuang Wawonii, mengatakan kemenangan ini bukanlah hadiah dari penegak hukum, namun kekuatan solidaritas. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang bersolidaritas mengawal perjuangan warga Wawonii. Putusan MA ini adalah bentuk pengakuan dan perlindungan bahwa pesisir dan pulau-pulau kecil tidak untuk ditambang. Kami, warga Wawonii, berterima kasih atas putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi dengan membatalkan IPPKH PT GKP di Wawonii,” kata dia. 

Tayci meminta penegak hukum untuk segera menindak tegas GKP berdasarkan seluruh putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Sebab kemenangan-kemenangan warga Wawonii diabaikan oleh GKP yang masih berani melakukan aktivitas penambangan di pulau kami. Karena itu, kami meminta untuk segera mengusir PT GKP keluar dari Pulau Wawonii.”

 

—---------------------

 

Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (TAPaK):

YLBHI, WALHI, Trend Asia, KIARA, JATAM, YLBHI-LBH Makassar, JATAM Sulawesi Tengah

 











© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Environment Defender

Warga Wawonii Menang, Perusahaan GKP Harus Hengkang! Pemerintah Harus Mencabut Semua Izin Tambang di Pulau Kecil Indonesia


Share


Oleh JATAM

11 Oktober 2024



Mahkamah Agung RI mengabulkan upaya kasasi warga Pulau Kecil Wawonii dalam perkara gugatan pembatalan dan pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), perusahaan nikel milik Harita Group yang dimiliki oleh Lim Hariyanto.  Artinya, dalam perkara kasasi nomor 403 K/TUN/TF/2024 Majelis Hakim MA membatalkan putusan judex facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta nomor 367/B/2023/PT.TUN.JKT dan menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Upaya kasasi yang diajukan oleh Warga Pulau Kecil Wawonii melalui Tim Kuasa Hukumnya bernama “Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (TAPaK)” adalah upaya perlawanan yang ditempuh setelah PTTUN Jakarta mengabulkan upaya banding PT GKP dengan menyatakan batal putusan PTUN Jakarta. Padahal, PTUN Jakarta dalam putusannya mengabulkan gugatan warga dengan menyatakan batal IPPKH PT GKP. Selain itu, Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/Menhut-II/2014, tanggal 18 Juni 2014, tentang IPPKH untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT GKP di Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 707,10 hektare.

Majelis Hakim PTTUN Jakarta dalam mengabulkan banding perusahaan tanpa mempertimbangkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) Jo Pasal 35 Huruf K UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Ketentuan dalam regulasi tersebut secara jelas menyatakan pulau kecil seperti Pulau Wawonii yang hanya memiliki luas 715 km² dilarang untuk ditambang. 

Putusan PTTUN tersebut di atas juga tidak mempertimbangkan bahwa Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 yang tidak lagi terdapat alokasi ruang tambang di Pulau Wawonii. Seluruhnya telah dibatalkan melalui 2 (dua) gugatan uji materi di MA yang dimenangkan warga. Pertama, perkara nomor 57 P/HUM/2022 diputus kabul pada 22 Desember 2022 dan kedua, perkara nomor 14 P/HUM/2023 diputus kabul pada 11 Juli 2023. Akhirnya berimplikasi pada seluruh wilayah Pulau Kecil Wawonii 0 (zero) tambang, karena ketentuan  Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c dan Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (5), Pasal 25 ayat (7) yang mengakomodir ruang tambang di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) maupun di Kawasan Hutan telah dibatalkan. 

Atas putusan PTTUN tersebut, warga kemudian mengajukan upaya kasasi atas putusan banding  PTTUN Jakarta yang diketok pada 25 Januari 2024 itu ke Mahkamah Agung pada Februari 2024 yang akhirnya dimenangkan oleh warga melalui putusan Majelis Hakim MA pada 7 Oktober 2024.

Di luar gugatan warga, PT GKP mengajukan siasat jahat untuk legalisasi tambang pada seluruh Pulau Kecil Indonesia dengan mengajukan Judicial Review (JR) atau Uji Materi  terhadap  UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), yang telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014. Dalam perkara Nomor: 35/PUU-XXI/2023, GKP menyatakan terdapat ambiguitas dalam  Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k dalam  UU PWP3K. Menurut GKP, pasal tersebut tidak dapat dimaknai sebagai larangan mutlak untuk melakukan kegiatan pertambangan, selama memenuhi kondisi yang dipersyaratkan, yakni secara teknis, ekologis, sosial dan budaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Rakyat Wawonii melakukan perlawanan pada sidang MK tersebut dengan mengajukan diri sebagai pihak Terkait. Akhirnya Majelis Hakim MK memutus perkara tersebut dengan amar TOLAK. Artinya Rakya pulau kecil Wawonii serta Pulau Kecil pada seluruh wilayah Republik yang terancam tambang kembali menuai kemenangan pada 21 Maret 2024.

Kuasa Hukum TAPak dari JATAM, Muhammad Jamil mengatakan dengan adanya Putusan MA yang memenangkan warga Wawonii, PT GKP sudah kehilangan seluruh legitimasi untuk terus beroperasi di Pulau Wawonii. “GKP harus berhenti sekarang juga untuk melakukan aktivitas di Pulau Kecil Wawonii karena sudah tidak memiliki legitimasi hukum dan sosial,” kata dia, Jumat, 11 Oktober 2024. Dalam lingkup yang lebih luas, menurut Jamil, putusan ini harus menjadi acuan bagi para penegak hukum dalam melakukan tindakan untuk menyetop segera seluruh aktivitas pertambangan di seluruh pulau kecil di Indonesia. “JATAM menyerukan kepada penegak hukum untuk menindak aktivitas ilegal PT GKP di pulau kecil dengan berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang diperkuat dengan 4 putusan pengadilan, 3 putusan MA dan 1 putusan MK.”

Kuasa Hukum TAPaK Arko Tarigan dari Trend Asia mengatakan, dari keempat putusan ini, sudah seharusnya PT Gema Kreasi Perdana angkat kaki dari Pulau Wawonii. “Putusan MA ini menjadi kabar baik bagi perjuangan warga Pulau Wawonii, serta pulau-pulau kecil lainnya yang sekarang dalam ancaman pertambangan, dan sudah sepantasnya KLHK mematuhi putusan ini. Kami dari Koalisi TAPaK mendesak Kementerian ESDM, KLHK serta Pemerintah Daerah Konkep untuk segera mencabut izin usaha pertambangan serta memerintahkan PT GKP  bertanggung jawab melakukan pemulihan lingkungan yang rusak serta memberikan ganti kerugian kepada masyarakat Pulau Wawonii,” kata Arko.

Menurut Fikerman Saragih dari Kiara, putusan MA ini semakin menguatkan perlindungan atas penyelamatan lingkungan (ekologi) dan masyarakat (sosial) yang hidup dan menjadi satu kesatuan di Pulau Wawonii. Pemerintah seharusnya segera mengeksekusi putusan MA tentang IPPKH ini beserta Putusan MA tentang judicial review Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan serta Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023. “Pemerintah juga harus membuktikan diri dapat menindak tegas perusahaan-perusahaan yang tidak taat hukum dengan menghukum PT GKP yang masih melakukan aktivitas pertambangan ilegal,” kata dia.

Fikerman mengatakan, putusan MA ini juga semakin membuktikan bahwa pulau-pulau kecil dilarang untuk ditambang sebagaimana telah disebutkan dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “PT GKP harus angkat kaki dari Pulau Wawonii. Pulau Wawonii harus bebas dari pertambangan nikel dan pemerintah pusat wajib mematuhi dan tidak mengeluarkan ijin industri ekstraktif apapun di Pulau Wawonii,” tegas Fikerman.

Edy Kurniawan dari YLBHI yang juga merupakan Tim Kuasa Hukum TAPaK, menyatakan bahwa 3 putusan MA plus 1 putusan MK membuktikan bahwa kegiatan pertambangan khususnya mineral kritis merupakan abnormally dangerous activity bagi ekosistem di pesisir, pulau-pulau kecil, dan kehidupan masyarakat pesisir. Putusan MK tersebut berlaku untuk semua wilayah pulau-pulau kecil, tidak hanya Wawonii. Karenanya Pemerintah juga wajib mencabut semua perizinan tambang di pulau-pulau kecil dan putusan MA seharusnya menjadi pedoman untuk itu. 

Selanjutnya, Edy menegaskan bahwa atas nama negara hukum, PT GKP harus tunduk pada putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai dua lembaga peradilan tertinggi. Karena putusan in casu memiliki konsekuensi administratif, pidana maupun keperdataan. Karenanya, sebelum aktivitas GKP menimbulkan kerugian lebih besar, maka Menteri KLHK maupun Menteri ESDM harus menunjukkan itikad baik dengan segera menertibkan kegiatan pertambangan PT GKP di Wawonii tanpa menunggu salinan putusan MA secara resmi. 

Warga Wawonii yang merupakan penggugat, Pani Arpandi, mengatakan putusan MA ini seharusnya menguatkan pemerintah dari level daerah hingga provinsi, dan aparat penegak hukum untuk mengusir GKP dari Pulau Wawonii. “Selama ini ada kesan keberpihakan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan kepolisian kepada perusahaan, dengan tidak mengeksekusi putusan-putusan yang sudah sangat jelas menunjukkan aktivitas penambangan GKP adalah aktivitas ilegal. Kami berharap dengan adanya putusan ini, pemerintah pusat dan seluruh pihak terkait untuk tunduk dan melaksanakan putusan dengan mengusir GKP keluar dari Wawonii,” kata dia. 

Tayci, Rakyat Pejuang Wawonii, mengatakan kemenangan ini bukanlah hadiah dari penegak hukum, namun kekuatan solidaritas. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang bersolidaritas mengawal perjuangan warga Wawonii. Putusan MA ini adalah bentuk pengakuan dan perlindungan bahwa pesisir dan pulau-pulau kecil tidak untuk ditambang. Kami, warga Wawonii, berterima kasih atas putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi dengan membatalkan IPPKH PT GKP di Wawonii,” kata dia. 

Tayci meminta penegak hukum untuk segera menindak tegas GKP berdasarkan seluruh putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Sebab kemenangan-kemenangan warga Wawonii diabaikan oleh GKP yang masih berani melakukan aktivitas penambangan di pulau kami. Karena itu, kami meminta untuk segera mengusir PT GKP keluar dari Pulau Wawonii.”

 

—---------------------

 

Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (TAPaK):

YLBHI, WALHI, Trend Asia, KIARA, JATAM, YLBHI-LBH Makassar, JATAM Sulawesi Tengah

 



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Publikasi

→ Kertas Posisi

→ Laporan & Buku

→ Kejahatan Korporasi


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang