Picu Bencana: Hentikan Pendanaan Tiongkok untuk Tambang PT DPM


Siaran Pers

Picu Bencana: Hentikan Pendanaan Tiongkok untuk Tambang PT DPM


Oleh JATAM

11 Juli 2024





Pendanaan Tiongkok atas tambang Sumatra Utara yang berisiko dan meragukan secara hukum memicu kemarahan masyarakat lokal

Poin Penting:

  • Tambang Dairi Prima Mineral (DPM) yang direncanakan di Sumatra Utara menimbulkan risiko berat bagi desa-desa dan lingkungan sekitar.
  • Masyarakat yang terancam mempertanyakan persetujuan lingkungan yang diberikan kepada tambang tersebut dan kasusnya sekarang ada di MA.
  • Meskipun ada kasus hukum yang tengah berlangsung dan risiko yang diketahui bisa ditimbulkan oleh tambang tersebut, sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok berencana memberi pinjaman senilai 245 juta USD ke DPM untuk menggerakkan proyek.
  • Anggota masyarakat berdemo di kedutaan Tiongkok di Jakarta menanggapi pengumuman pendanaan tersebut, menuntut otoritas Tiongkok menghentikan dukungan mereka terhadap proyek tersebut. Mereka juga berkumpul di MA untuk mendesak mahkamah agar mempercepat prosesnya.

Pada 11 Juni 2024, masyarakat yang terancam oleh rencana tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Sumatra Utara berkumpul di depan Kedutaan Tiongkok dan MA di Jakarta untuk mengekspresikan kemarahan karena pemerintah Indonesia, pengembang tambang, dan pemodal baru yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok tetap mendorong proyek agar berlanjut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan tambang tersebut dapat menimbulkan risiko yang berat dan mematikan bagi desa-desa sekelilingnya. Kelompok lingkungan dan HAM, juga pakar tambang internasional, menekankan bahwa situasi ini seperti tes litmus bagi masa depan keselamatan tambang di Indonesia, dengan implikasi luas terhadap reputasinya sebagai pusat kegiatan tambang yang bertanggung jawab, termasuk juga terhadap mineral “transisi” yang digunakan dalam teknologi energi hijau.
 
Demonstrasi di luar kedutaan Tiongkok merupakan tanggapan atas berita terbaru yang mengatakan bahwa sebuah perusahaan yang dikendalikan pemerintah Tiongkok telah mengumumkan akan memberikan dana ratusan juta dolar untuk membantu agar proyek bisa berlanjut. Mereka menuntut pemerintah Tiongkok, sebagai pemegang saham dari investor terbesar dan pengembang proyek, beserta regulator perusahaan-perusahaan ini, agar segera menghentikan pembangunan dan pendanaan proyek DPM.
 
Pada 27 April 2024, China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co., Ltd. (NFC), perusahaan induk Dairi Prima Minerals (DPM), mengungkapkan bahwa Carren Holdings Corporation Limited akan meminjamkan 245 juta USD kepada DPM untuk pembangunan proyek seng dan timbal di dekat Parongil, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara.
 
Carren Holdings Corporation Limited terdaftar di Hong Kong dan sepenuhnya dimiliki oleh CNIC Corporation Limited, juga terdaftar di Hong Kong. CNIC Corporation dikuasai utamanya oleh China’s State Administration of Foreign Exchange (SAFE).
 
Pinjaman tersebut muncul setelah pakar keselamatan tambang internasional mengonfirmasi bahwa proyek DPM menimbulkan risiko berat bagi masyarakat dan lingkungan, termasuk juga karena risikonya yang sangat tinggi ini bendungan tailing yang direncanakan ini akan runtuh. Jika ini terjadi, banjir yang membawa jutaan ton limbah tambang yang beracun pasti akan merenggut nyawa banyak penduduk desa yang tinggal di hilir. Proyek ini sebagaimana sudah dirancang tidak akan mendapatkan izin jika dibangun di Tiongkok karena tidak memenuhi standar keselamatan di Tiongkok, dengan jarak bendungan tailing kurang dari 1000 meter ke hulu dari banyak perumahan penduduk.

Ilustrasi Warga Dairi Demo di Kedubes Tiongkok

Warga Dairi Geruduk Kedutaan Besar China di Jakarta (11/06/24). Massa aksi desak hentikan pendanaan untuk PT Dairi Prima Mineral Pada Agustus 2022, meskipun mengetahui bahayanya tambang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memberikan proyek ini Persetujuan Lingkungan. Masyarakat mempertanyakan hal ini di PTUN Jakarta. Pengadilan berpihak kepada pengaduan masyarakat dan memutuskan agar Persetujuan Lingkungan tersebut dibatalkan. Pengadilan mengakui bahwa area tambang DPM rawan bencana dan karenanya tidak cocok untuk tambang. DPM dan Kementerian mengajukan banding ke PT TUN. Keputusan banding dimenangkan oleh DPM dan Kementerian. Masyarakat pengadu telah meminta peninjauan oleh MA, yang saat ini tengah berjalan.
 
Rainim Purba, pihak pengadu dalam kasus menentang Persetujuan Lingkungan, dari Desa Pandiangan mengatakan: “kami heran bahwa sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok akan setuju mendanai proyek yang membawa bencana, sementara kasus hukumnya masih berjalan. Mungkin selama ini mereka tidak pernah diberi tahu mengenai risiko-risikonya.”
 
Mangatur Lumbantoruan, warga masyarakat yang tinggal di Desa Sumbari mengatakan: “dunia tahu apa yang bisa terjadi pada bendungan tailing di atas tanah yang tidak stabil. Ia bisa merenggut nyawa manusia. Menghancurkan lingkungan. Ia menambahkan: “Seluruh permukaan tanah di area itu tidak stabil. Mengapa lembaga negara Tiongkok ini mendanai sesuatu yang akan membunuh kita? Yang bahkan tak akan diizinkan di Tiongkok sendiri!”
 
Rainim Purba menambahkan: “Saya mengutuk pendanaan tambang DPM. Saya mengutuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena memberikan Persetujuan Lingkungan DPM. Seolah kedua pemerintah, Indonesia dan Tiongkok, tidak peduli dengan rakyat ataupun lingkungan.”
 
Tongam Panggabean, direktur BAKUMSU, LSM yang membantu komunitas untuk masalah hukum mengatakan: “Kebocoran bendungan tailing di Brasil pada tahun 2015 telah mengakibatkan BHP, perusahaan penambangan terbesar dunia, menawarkan kompensasi sebesar $25,7 miliar dolar karena runtuhnya bendungan tailing”.
 
Ia menambahkan: “Runtuhnya bendungan tailing di Brasil mengakibatkan hilangnya 272 jiwa, hancurnya desa- desa, dan teracuninya sistem sungai. Para pakar sudah mengatakan kepada kami bahwa bendungan yang diusulkan DPM dapat mengakibatkan kerusakan yang sama. Jujur, saya terkejut lembaga pemerintah Tiongkok bisa ada di balik proyek DPM, terlebih dengan risiko-risiko ini. Sungguh tidak ada manfaatnya.”
 
Muhammad Jamil dari JATAM, sebuah jaringan masyarakat yang terdampak penambangan di seluruh Indonesia mengatakan, “Ada ribuan orang di Dairi dan Aceh yang dapat terkena dampak negatif dari tambang DPM ini. Pembiayaan dan persetujuan yang diberikan kepada tambang yang terkait dengan bencana terjadi di seluruh Indonesia. Masyarakat tidak seharusnya menjadi korban dari keputusan finansialyang dilakukan secara gegabah.”
 
Perwakilan masyarakat, Mangatur Lumbantoruan, mengatakan “Belum terlambat. Pemodal dari Tiongkok ini mungkin hanya kurang diberi informasi. Jika memang demikian, mereka seharusnya menarik dukungan mereka.”
 
Rainim Purba mengatakan: “Jika mereka tetap dengan rencana mereka yang membahayakan itu, kita akan terus melawan. Tidak ada pilihan. Hidup kami, mata pencaharian kami, dan budaya adat kami terancam bahaya. Kami ingin para pemodal berhenti mendanai tambang yang berbahaya ini.”
 
Dalam aksi yang berbeda di depan MA Jakarta, perwakilan masyarakat mendesak mahkamah/pengadilan agar mempercepat proses kasasi menentang penerbitan persetujuan lingkungan oleh pemerintah Indonesia untuk DPM, menyerukan mereka ingin mahkamah/pengadilan memberikan pesan yang jelas bahwa persetujuan tersebut merupakan kesalahan dan dibatalkan.
 
Rainim Purba mengatakan: “Adalah konyol kalau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan persetujuan lingkungan kepada DPM. Mandat kementerian adalah untuk melindungi rakyat dan lingkungan. Sebaliknya, mereka justru mendukung tambang yang berbahaya yang berpeluang membunuh kami dan meracuni lingkungan. Kami butuh MA untuk mengakhiri ini, dan melakukannya segera.
 
Panggabean, dari BAKUMSU, menjelaskan: “Dunia tengah mencari mineral dan logam dalam rangka transisi energi global. Orang mengatakan menginginkan transisi energi yang ‘bersih’. Pemerintah Indonesia mengatakan negara
kita akan menjadi pusat dunia (penambangan) mineral untuk transisi energi yang diambil secara bertanggung jawab. Ini tidak akan terjadi jika perusahaan seperti DPM terus mendapatkan persetujuan, dan pengadilan tidak melakukan apa pun.
 
Dr. Steve Emerman, konsultan lingkungan untuk tambang dengan pengalaman 40 tahun, dan yang telah meninjau rencana DPM sepakat: “Kasus DPM harus dilihat seperti pepatah ‘kenari di tambang batu bara’. (prediksi akan terjadinya malapetaka). Di seluruh dunia kita melihat bencana tambang terjadi, khususnya ketika berhadapan dengan tata kelola yang buruk. Dalam hal ini, penting agar pengadilan berperan memastikan pemerintah melindungi rakyat dan lingkungan.”
 
“Sebelumnya telah saya sampaikan, tambang DPM yang diusulkan adalah kasus paling parah yang pernah saya temui. Gamblangnya ketidakpedulian mereka akan nyawa manusia dan lingkungan sangat mengejutkan. Jika DPM diperbolehkan untuk melanjutkan, semua perusahaan manufaktur yang mencari mineral untuk transisi energi bersih akan angkat kaki dari Indonesia,” kata Emerman, yang menambahkan: “Jika persetujuan lingkungan DPM tidak ditarik, maka akan menunjukkan di mata dunia bahwa Indonesia tidak memiliki mekanisme yang dibutuhkan untuk memastikan adanya perlindungan lingkungan dan HAM terkait penambangan.”
 
“Kasus DPM adalah penguji akan signifikansinya kasus ini pada skala internasional. Jika sebuah tambang jelas akan mengakibatkan bencana jika diizinkan untuk dilanjutkan, maka tidak ada gunanya klaim bahwa Indonesia dapat membantu dunia dalam transisi energi bersih,” Panggabean, yang menambahkan, “Kita perlu MA mendukung PTUN Jakarta yang menemukan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan gagal menjalankan tanggung jawab mereka menerapkan tata kelola yang baik.”
 
 
Narahubung:
 
Perwakilan masyarakat dapat dihubungi melalui Monica Siregar Telp: +62 0823 6216 2928; alamat surel: monicasiregar53@gmail.com | Bahasa: Bahasa Indonesia

Tongam Panggabean. Direktur BAKUMSU | Bahasa: Batak Toba, Indonesia, Inggris (Tongam dapat menerjemahkan untuk perwakilan masyarakat dari Indonesia ke Inggris), Telp: +62 82168865578: alamat surel: tongam.bakumsu@gmail.com

Muhammad Jamil. Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang, JATAM. Bahasa: Indonesia. Telp: +62 821-5647-0477; e-mail: adv.muhjamil@gmail

Dr. Steven Emerman, ahli hidrologi tambang dan pemilik Malach Consulting, Telp: 1-801-921-1228, Surel: SHEmerman@gmail.com. Bahasa: Inggris. Zona Waktu: AS, Waktu Musim Panas Pegunungan (GMT-6)











© 2024 Jaringan Advokasi Tambang





Siaran Pers

Picu Bencana: Hentikan Pendanaan Tiongkok untuk Tambang PT DPM


Share


Oleh JATAM

11 Juli 2024



Pendanaan Tiongkok atas tambang Sumatra Utara yang berisiko dan meragukan secara hukum memicu kemarahan masyarakat lokal

Poin Penting:

  • Tambang Dairi Prima Mineral (DPM) yang direncanakan di Sumatra Utara menimbulkan risiko berat bagi desa-desa dan lingkungan sekitar.
  • Masyarakat yang terancam mempertanyakan persetujuan lingkungan yang diberikan kepada tambang tersebut dan kasusnya sekarang ada di MA.
  • Meskipun ada kasus hukum yang tengah berlangsung dan risiko yang diketahui bisa ditimbulkan oleh tambang tersebut, sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok berencana memberi pinjaman senilai 245 juta USD ke DPM untuk menggerakkan proyek.
  • Anggota masyarakat berdemo di kedutaan Tiongkok di Jakarta menanggapi pengumuman pendanaan tersebut, menuntut otoritas Tiongkok menghentikan dukungan mereka terhadap proyek tersebut. Mereka juga berkumpul di MA untuk mendesak mahkamah agar mempercepat prosesnya.

Pada 11 Juni 2024, masyarakat yang terancam oleh rencana tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Sumatra Utara berkumpul di depan Kedutaan Tiongkok dan MA di Jakarta untuk mengekspresikan kemarahan karena pemerintah Indonesia, pengembang tambang, dan pemodal baru yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok tetap mendorong proyek agar berlanjut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan tambang tersebut dapat menimbulkan risiko yang berat dan mematikan bagi desa-desa sekelilingnya. Kelompok lingkungan dan HAM, juga pakar tambang internasional, menekankan bahwa situasi ini seperti tes litmus bagi masa depan keselamatan tambang di Indonesia, dengan implikasi luas terhadap reputasinya sebagai pusat kegiatan tambang yang bertanggung jawab, termasuk juga terhadap mineral “transisi” yang digunakan dalam teknologi energi hijau.
 
Demonstrasi di luar kedutaan Tiongkok merupakan tanggapan atas berita terbaru yang mengatakan bahwa sebuah perusahaan yang dikendalikan pemerintah Tiongkok telah mengumumkan akan memberikan dana ratusan juta dolar untuk membantu agar proyek bisa berlanjut. Mereka menuntut pemerintah Tiongkok, sebagai pemegang saham dari investor terbesar dan pengembang proyek, beserta regulator perusahaan-perusahaan ini, agar segera menghentikan pembangunan dan pendanaan proyek DPM.
 
Pada 27 April 2024, China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co., Ltd. (NFC), perusahaan induk Dairi Prima Minerals (DPM), mengungkapkan bahwa Carren Holdings Corporation Limited akan meminjamkan 245 juta USD kepada DPM untuk pembangunan proyek seng dan timbal di dekat Parongil, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara.
 
Carren Holdings Corporation Limited terdaftar di Hong Kong dan sepenuhnya dimiliki oleh CNIC Corporation Limited, juga terdaftar di Hong Kong. CNIC Corporation dikuasai utamanya oleh China’s State Administration of Foreign Exchange (SAFE).
 
Pinjaman tersebut muncul setelah pakar keselamatan tambang internasional mengonfirmasi bahwa proyek DPM menimbulkan risiko berat bagi masyarakat dan lingkungan, termasuk juga karena risikonya yang sangat tinggi ini bendungan tailing yang direncanakan ini akan runtuh. Jika ini terjadi, banjir yang membawa jutaan ton limbah tambang yang beracun pasti akan merenggut nyawa banyak penduduk desa yang tinggal di hilir. Proyek ini sebagaimana sudah dirancang tidak akan mendapatkan izin jika dibangun di Tiongkok karena tidak memenuhi standar keselamatan di Tiongkok, dengan jarak bendungan tailing kurang dari 1000 meter ke hulu dari banyak perumahan penduduk.

Ilustrasi Warga Dairi Demo di Kedubes Tiongkok

Warga Dairi Geruduk Kedutaan Besar China di Jakarta (11/06/24). Massa aksi desak hentikan pendanaan untuk PT Dairi Prima Mineral Pada Agustus 2022, meskipun mengetahui bahayanya tambang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memberikan proyek ini Persetujuan Lingkungan. Masyarakat mempertanyakan hal ini di PTUN Jakarta. Pengadilan berpihak kepada pengaduan masyarakat dan memutuskan agar Persetujuan Lingkungan tersebut dibatalkan. Pengadilan mengakui bahwa area tambang DPM rawan bencana dan karenanya tidak cocok untuk tambang. DPM dan Kementerian mengajukan banding ke PT TUN. Keputusan banding dimenangkan oleh DPM dan Kementerian. Masyarakat pengadu telah meminta peninjauan oleh MA, yang saat ini tengah berjalan.
 
Rainim Purba, pihak pengadu dalam kasus menentang Persetujuan Lingkungan, dari Desa Pandiangan mengatakan: “kami heran bahwa sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok akan setuju mendanai proyek yang membawa bencana, sementara kasus hukumnya masih berjalan. Mungkin selama ini mereka tidak pernah diberi tahu mengenai risiko-risikonya.”
 
Mangatur Lumbantoruan, warga masyarakat yang tinggal di Desa Sumbari mengatakan: “dunia tahu apa yang bisa terjadi pada bendungan tailing di atas tanah yang tidak stabil. Ia bisa merenggut nyawa manusia. Menghancurkan lingkungan. Ia menambahkan: “Seluruh permukaan tanah di area itu tidak stabil. Mengapa lembaga negara Tiongkok ini mendanai sesuatu yang akan membunuh kita? Yang bahkan tak akan diizinkan di Tiongkok sendiri!”
 
Rainim Purba menambahkan: “Saya mengutuk pendanaan tambang DPM. Saya mengutuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena memberikan Persetujuan Lingkungan DPM. Seolah kedua pemerintah, Indonesia dan Tiongkok, tidak peduli dengan rakyat ataupun lingkungan.”
 
Tongam Panggabean, direktur BAKUMSU, LSM yang membantu komunitas untuk masalah hukum mengatakan: “Kebocoran bendungan tailing di Brasil pada tahun 2015 telah mengakibatkan BHP, perusahaan penambangan terbesar dunia, menawarkan kompensasi sebesar $25,7 miliar dolar karena runtuhnya bendungan tailing”.
 
Ia menambahkan: “Runtuhnya bendungan tailing di Brasil mengakibatkan hilangnya 272 jiwa, hancurnya desa- desa, dan teracuninya sistem sungai. Para pakar sudah mengatakan kepada kami bahwa bendungan yang diusulkan DPM dapat mengakibatkan kerusakan yang sama. Jujur, saya terkejut lembaga pemerintah Tiongkok bisa ada di balik proyek DPM, terlebih dengan risiko-risiko ini. Sungguh tidak ada manfaatnya.”
 
Muhammad Jamil dari JATAM, sebuah jaringan masyarakat yang terdampak penambangan di seluruh Indonesia mengatakan, “Ada ribuan orang di Dairi dan Aceh yang dapat terkena dampak negatif dari tambang DPM ini. Pembiayaan dan persetujuan yang diberikan kepada tambang yang terkait dengan bencana terjadi di seluruh Indonesia. Masyarakat tidak seharusnya menjadi korban dari keputusan finansialyang dilakukan secara gegabah.”
 
Perwakilan masyarakat, Mangatur Lumbantoruan, mengatakan “Belum terlambat. Pemodal dari Tiongkok ini mungkin hanya kurang diberi informasi. Jika memang demikian, mereka seharusnya menarik dukungan mereka.”
 
Rainim Purba mengatakan: “Jika mereka tetap dengan rencana mereka yang membahayakan itu, kita akan terus melawan. Tidak ada pilihan. Hidup kami, mata pencaharian kami, dan budaya adat kami terancam bahaya. Kami ingin para pemodal berhenti mendanai tambang yang berbahaya ini.”
 
Dalam aksi yang berbeda di depan MA Jakarta, perwakilan masyarakat mendesak mahkamah/pengadilan agar mempercepat proses kasasi menentang penerbitan persetujuan lingkungan oleh pemerintah Indonesia untuk DPM, menyerukan mereka ingin mahkamah/pengadilan memberikan pesan yang jelas bahwa persetujuan tersebut merupakan kesalahan dan dibatalkan.
 
Rainim Purba mengatakan: “Adalah konyol kalau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan persetujuan lingkungan kepada DPM. Mandat kementerian adalah untuk melindungi rakyat dan lingkungan. Sebaliknya, mereka justru mendukung tambang yang berbahaya yang berpeluang membunuh kami dan meracuni lingkungan. Kami butuh MA untuk mengakhiri ini, dan melakukannya segera.
 
Panggabean, dari BAKUMSU, menjelaskan: “Dunia tengah mencari mineral dan logam dalam rangka transisi energi global. Orang mengatakan menginginkan transisi energi yang ‘bersih’. Pemerintah Indonesia mengatakan negara
kita akan menjadi pusat dunia (penambangan) mineral untuk transisi energi yang diambil secara bertanggung jawab. Ini tidak akan terjadi jika perusahaan seperti DPM terus mendapatkan persetujuan, dan pengadilan tidak melakukan apa pun.
 
Dr. Steve Emerman, konsultan lingkungan untuk tambang dengan pengalaman 40 tahun, dan yang telah meninjau rencana DPM sepakat: “Kasus DPM harus dilihat seperti pepatah ‘kenari di tambang batu bara’. (prediksi akan terjadinya malapetaka). Di seluruh dunia kita melihat bencana tambang terjadi, khususnya ketika berhadapan dengan tata kelola yang buruk. Dalam hal ini, penting agar pengadilan berperan memastikan pemerintah melindungi rakyat dan lingkungan.”
 
“Sebelumnya telah saya sampaikan, tambang DPM yang diusulkan adalah kasus paling parah yang pernah saya temui. Gamblangnya ketidakpedulian mereka akan nyawa manusia dan lingkungan sangat mengejutkan. Jika DPM diperbolehkan untuk melanjutkan, semua perusahaan manufaktur yang mencari mineral untuk transisi energi bersih akan angkat kaki dari Indonesia,” kata Emerman, yang menambahkan: “Jika persetujuan lingkungan DPM tidak ditarik, maka akan menunjukkan di mata dunia bahwa Indonesia tidak memiliki mekanisme yang dibutuhkan untuk memastikan adanya perlindungan lingkungan dan HAM terkait penambangan.”
 
“Kasus DPM adalah penguji akan signifikansinya kasus ini pada skala internasional. Jika sebuah tambang jelas akan mengakibatkan bencana jika diizinkan untuk dilanjutkan, maka tidak ada gunanya klaim bahwa Indonesia dapat membantu dunia dalam transisi energi bersih,” Panggabean, yang menambahkan, “Kita perlu MA mendukung PTUN Jakarta yang menemukan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan gagal menjalankan tanggung jawab mereka menerapkan tata kelola yang baik.”
 
 
Narahubung:
 
Perwakilan masyarakat dapat dihubungi melalui Monica Siregar Telp: +62 0823 6216 2928; alamat surel: monicasiregar53@gmail.com | Bahasa: Bahasa Indonesia

Tongam Panggabean. Direktur BAKUMSU | Bahasa: Batak Toba, Indonesia, Inggris (Tongam dapat menerjemahkan untuk perwakilan masyarakat dari Indonesia ke Inggris), Telp: +62 82168865578: alamat surel: tongam.bakumsu@gmail.com

Muhammad Jamil. Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang, JATAM. Bahasa: Indonesia. Telp: +62 821-5647-0477; e-mail: adv.muhjamil@gmail

Dr. Steven Emerman, ahli hidrologi tambang dan pemilik Malach Consulting, Telp: 1-801-921-1228, Surel: SHEmerman@gmail.com. Bahasa: Inggris. Zona Waktu: AS, Waktu Musim Panas Pegunungan (GMT-6)



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Publikasi

→ Kertas Posisi

→ Laporan & Buku

→ Kejahatan Korporasi


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2024 Jaringan Advokasi Tambang