Desakan kepada Kejaksaan Agung untuk Menyelidiki Dugaan Korupsi dalam Kasus Pertambangan Ilegal PT Gema Kreasi Perdana


Save Small Island

Desakan kepada Kejaksaan Agung untuk Menyelidiki Dugaan Korupsi dalam Kasus Pertambangan Ilegal PT Gema Kreasi Perdana


Oleh JATAM

16 Mei 2025





Jakarta, 15 Mei 2025 – JATAM yang tergabung dalam Tim Advokasi  Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK) mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera menyelidiki dugaan korupsi dalam kasus pertambangan ilegal PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), anak usaha Harita Group. Perusahaan ini tetap beroperasi di Pulau Wawonii meskipun telah dinyatakan ilegal berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Sebab itu, pada 14 Mei 2025, Advokat JATAM yang tergabung dalam TAPaK mendatangi Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk secara resmi melaporkan dugaan praktik pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT GKP. Pelaporan tersebut berupaya mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah lembaga negara dalam memberikan perlindungan terhadap operasi PT GKP, termasuk Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta aparat kepolisian. 


Berbagai Perkara dan Gugatan Hukum yang Dimenangkan Warga

Serangkaian gugatan hukum telah diajukan oleh warga dan berhasil dimenangkan, yang semakin menegaskan bahwa aktivitas PT GKP tidak memiliki dasar hukum. Salah satu putusan paling penting adalah Putusan Mahkamah Agung No. 403 K/TUN/TF/2024, yang membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT GKP, sehingga perusahaan tidak lagi memiliki hak legal untuk beroperasi di wilayah tersebut. 

Selain itu, warga juga berhasil memenangkan dua gugatan uji materiil terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, yaitu melalui Putusan Mahkamah Agung No. 57 P/HUM/2022 dan No. 14 P/HUM/2023, yang membatalkan semua alokasi ruang untuk pertambangan di wilayah tersebut. Dengan adanya putusan ini, Kabupaten Konawe Kepulauan secara resmi menjadi daerah dengan nol (0) alokasi tambang, yang berarti setiap aktivitas pertambangan di sana adalah ilegal. 

Kemenangan warga semakin diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas menolak upaya PT GKP untuk mengubah undang-undang agar bisa melanjutkan operasinya. Putusan ini menegaskan bahwa pulau kecil memang harus dilindungi dari eksploitasi pertambangan demi kelestarian ekosistem dan kesejahteraan masyarakat. Namun, meskipun telah ada berbagai putusan hukum yang jelas, PT GKP tetap beroperasi tanpa dasar hukum, menunjukkan adanya dugaan pembangkangan hukum yang didukung oleh pihakpihak tertentu
dalam pemerintahan.

Dugaan Kerugian Negara dan Indikasi Korupsi yang Disponsori Negara Berdasarkan data yang diperoleh dari warga dan analisis singkat koalisi, hingga Mei 2025, tercatat terdapat 116 kapal tongkang berkapasitas 8.000 ton yang telah mengangkut nikel dari area pertambangan ilegal PT GKP, dengan total produksi mencapai 928.000 ton nikel. Jika dikalkulasikan berdasarkan standar harga acuan Bank Dunia, kerugian negara akibat ekspor ilegal ini diperkirakan mencapai Rp 261276 triliun, jumlah yang sangat besar dan seharusnya masuk dalam pendapatan negara jika perusahaan beroperasi secara sah. 

Selain kerugian ekonomi, aktivitas pertambangan ilegal PT GKP juga menyebabkan deforestasi besar-besaran. Data satelit menunjukkan bahwa pada tahun 2024 dan 2025, deforestasi di wilayah operasi PT GKP meningkat drastis, dengan luas masing masing 62,66 hektare dan 188,94 hektare. Hal ini mengancam keseimbangan ekosistem dan sumber daya air yang menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat Wawonii. 

Ironisnya, meskipun berasal dari aktivitas ilegal, PNBP dari PT GKP tetap diterima oleh negara. PT GKP juga diduga menyembunyikan informasi terkait operasinya dalam laporan keuangan Harita Group, sehingga menghindari transparansi publik tentang jumlah produksi dan pendapatan dari aktivitas pertambangan ilegal. Fakta ini menunjukkan adanya kemungkinan besar praktik korupsi dan manipulasi data untuk mempertahankan operasional perusahaan, yang berkontribusi pada perusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal. 

Yulianto Behar Nggali Mara, Tim Kuasa Hukum TAPaK Pulau Wawonii merupakan identitas dan ruang hidup bagi 42.683 jiwa manusia dan juga merupakan ekosistem penting bagi makhluk lainnya. selain itu, pulau kecil sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, jelas menyatakan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak boleh ditambang. Kami menyerukan kepada Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah tegas untuk menindak, menghentikan, menangkap dan memproses hukum para pihak yang terkait praktik korupsi sumber daya pertambangan di Pulau wawonii. 

Fikerman Saragih, Tim Kuasa Hukum TAPaK menegaskan bahwa Kejaksaan Agung wajib mengusut dugaan keterlibatan pihak-pihak yang membiarkan atau bahkan mendukung pelanggaran hukum ini. Penyelidikan yang transparan dan independen diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada kepentingan tertentu yang sengaja mempertahankan aktivitas ilegal PT GKP dan demi keselamatan rakyat dan keberlanjutan ekosistem Pulau kecil Indonesia. Kejaksaan Agung tidak boleh tunduk kepada PT GKP yang jelas telah melakukan pelanggaran hukum perusakan lingkungan. 

 

Tuntutan

Kami mendesak Kejaksaan Agung harus segera bertindak untuk menghentikan  aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT GKP dan menyelidiki dugaan korupsi yang memungkinkan eksploitasi ini terus berlangsung. Kami mendesak:

1. Kejaksaan Agung segera melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait operasi ilegal PT GKP.

2. Seluruh lembaga negara yang diduga melindungi PT GKP harus diusut, termasuk kementerian terkait dan aparat kepolisian.

3. Harita Group harus bertanggung jawab atas aktivitas ilegal yang dilakukan oleh anak usahanya dan membuka transparansi penuh terhadap operasinya. 

4. Segera hentikan semua aktivitas tambang ilegal di Pulau Wawonii dan pulihkan kembali lingkungan yang telah dirusak.

Kami mengajak seluruh masyarakat, akademisi, aktivis, dan media untuk turut mengawal kasus ini agar hukum ditegakkan secara adil dan transparan.


Narahubung
Muh. Jamil - JATAM (+6282156470477)
Edy Kurniawan - YLBHI (+6285395122233)
FIkerman Saragih - KIARA (+6282365967999)
Yulianto Behar Nggali Mara - TAPak (+6285239245552)

 

 

 











© 2025 Jaringan Advokasi Tambang





Save Small Island

Desakan kepada Kejaksaan Agung untuk Menyelidiki Dugaan Korupsi dalam Kasus Pertambangan Ilegal PT Gema Kreasi Perdana


Share


Oleh JATAM

16 Mei 2025



Jakarta, 15 Mei 2025 – JATAM yang tergabung dalam Tim Advokasi  Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK) mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera menyelidiki dugaan korupsi dalam kasus pertambangan ilegal PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), anak usaha Harita Group. Perusahaan ini tetap beroperasi di Pulau Wawonii meskipun telah dinyatakan ilegal berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Sebab itu, pada 14 Mei 2025, Advokat JATAM yang tergabung dalam TAPaK mendatangi Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk secara resmi melaporkan dugaan praktik pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT GKP. Pelaporan tersebut berupaya mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah lembaga negara dalam memberikan perlindungan terhadap operasi PT GKP, termasuk Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta aparat kepolisian. 


Berbagai Perkara dan Gugatan Hukum yang Dimenangkan Warga

Serangkaian gugatan hukum telah diajukan oleh warga dan berhasil dimenangkan, yang semakin menegaskan bahwa aktivitas PT GKP tidak memiliki dasar hukum. Salah satu putusan paling penting adalah Putusan Mahkamah Agung No. 403 K/TUN/TF/2024, yang membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT GKP, sehingga perusahaan tidak lagi memiliki hak legal untuk beroperasi di wilayah tersebut. 

Selain itu, warga juga berhasil memenangkan dua gugatan uji materiil terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, yaitu melalui Putusan Mahkamah Agung No. 57 P/HUM/2022 dan No. 14 P/HUM/2023, yang membatalkan semua alokasi ruang untuk pertambangan di wilayah tersebut. Dengan adanya putusan ini, Kabupaten Konawe Kepulauan secara resmi menjadi daerah dengan nol (0) alokasi tambang, yang berarti setiap aktivitas pertambangan di sana adalah ilegal. 

Kemenangan warga semakin diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas menolak upaya PT GKP untuk mengubah undang-undang agar bisa melanjutkan operasinya. Putusan ini menegaskan bahwa pulau kecil memang harus dilindungi dari eksploitasi pertambangan demi kelestarian ekosistem dan kesejahteraan masyarakat. Namun, meskipun telah ada berbagai putusan hukum yang jelas, PT GKP tetap beroperasi tanpa dasar hukum, menunjukkan adanya dugaan pembangkangan hukum yang didukung oleh pihakpihak tertentu
dalam pemerintahan.

Dugaan Kerugian Negara dan Indikasi Korupsi yang Disponsori Negara Berdasarkan data yang diperoleh dari warga dan analisis singkat koalisi, hingga Mei 2025, tercatat terdapat 116 kapal tongkang berkapasitas 8.000 ton yang telah mengangkut nikel dari area pertambangan ilegal PT GKP, dengan total produksi mencapai 928.000 ton nikel. Jika dikalkulasikan berdasarkan standar harga acuan Bank Dunia, kerugian negara akibat ekspor ilegal ini diperkirakan mencapai Rp 261276 triliun, jumlah yang sangat besar dan seharusnya masuk dalam pendapatan negara jika perusahaan beroperasi secara sah. 

Selain kerugian ekonomi, aktivitas pertambangan ilegal PT GKP juga menyebabkan deforestasi besar-besaran. Data satelit menunjukkan bahwa pada tahun 2024 dan 2025, deforestasi di wilayah operasi PT GKP meningkat drastis, dengan luas masing masing 62,66 hektare dan 188,94 hektare. Hal ini mengancam keseimbangan ekosistem dan sumber daya air yang menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat Wawonii. 

Ironisnya, meskipun berasal dari aktivitas ilegal, PNBP dari PT GKP tetap diterima oleh negara. PT GKP juga diduga menyembunyikan informasi terkait operasinya dalam laporan keuangan Harita Group, sehingga menghindari transparansi publik tentang jumlah produksi dan pendapatan dari aktivitas pertambangan ilegal. Fakta ini menunjukkan adanya kemungkinan besar praktik korupsi dan manipulasi data untuk mempertahankan operasional perusahaan, yang berkontribusi pada perusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal. 

Yulianto Behar Nggali Mara, Tim Kuasa Hukum TAPaK Pulau Wawonii merupakan identitas dan ruang hidup bagi 42.683 jiwa manusia dan juga merupakan ekosistem penting bagi makhluk lainnya. selain itu, pulau kecil sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, jelas menyatakan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak boleh ditambang. Kami menyerukan kepada Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah tegas untuk menindak, menghentikan, menangkap dan memproses hukum para pihak yang terkait praktik korupsi sumber daya pertambangan di Pulau wawonii. 

Fikerman Saragih, Tim Kuasa Hukum TAPaK menegaskan bahwa Kejaksaan Agung wajib mengusut dugaan keterlibatan pihak-pihak yang membiarkan atau bahkan mendukung pelanggaran hukum ini. Penyelidikan yang transparan dan independen diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada kepentingan tertentu yang sengaja mempertahankan aktivitas ilegal PT GKP dan demi keselamatan rakyat dan keberlanjutan ekosistem Pulau kecil Indonesia. Kejaksaan Agung tidak boleh tunduk kepada PT GKP yang jelas telah melakukan pelanggaran hukum perusakan lingkungan. 

 

Tuntutan

Kami mendesak Kejaksaan Agung harus segera bertindak untuk menghentikan  aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT GKP dan menyelidiki dugaan korupsi yang memungkinkan eksploitasi ini terus berlangsung. Kami mendesak:

1. Kejaksaan Agung segera melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait operasi ilegal PT GKP.

2. Seluruh lembaga negara yang diduga melindungi PT GKP harus diusut, termasuk kementerian terkait dan aparat kepolisian.

3. Harita Group harus bertanggung jawab atas aktivitas ilegal yang dilakukan oleh anak usahanya dan membuka transparansi penuh terhadap operasinya. 

4. Segera hentikan semua aktivitas tambang ilegal di Pulau Wawonii dan pulihkan kembali lingkungan yang telah dirusak.

Kami mengajak seluruh masyarakat, akademisi, aktivis, dan media untuk turut mengawal kasus ini agar hukum ditegakkan secara adil dan transparan.


Narahubung
Muh. Jamil - JATAM (+6282156470477)
Edy Kurniawan - YLBHI (+6285395122233)
FIkerman Saragih - KIARA (+6282365967999)
Yulianto Behar Nggali Mara - TAPak (+6285239245552)

 

 

 



Sekretariat: Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B No. 43, RT.2/RW.2, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760

✉ jatam@jatam.org

☏ (021) 7997849


Tentang Kami

→ Profil Organisasi

→ Sejarah

→ Mandat

→ Keorganisasian

→ Etika

→ Pegiat


Publikasi

→ Kertas Posisi

→ Laporan & Buku

→ Kejahatan Korporasi


Konstituen

→ JATAM Kaltim

→ JATAM Sulteng

→ JATAM Kaltara






© 2025 Jaringan Advokasi Tambang